Kesaksian Keluarga Letkol Slamet Riyadi : Bapak Pesan Jangan Nyebrang Laut, Lalu Gugur di Ambon
Ini wawancara kami bersama keluarga Slamet Riyadi, pahlawan nasional yang identik dengan Kota Solo.
Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Aji Bramastra
Dia menamatkan Sekolah Pelayaran Tinggi di Cilacap pada tahun 1944.
"Suatu hal yang langka orang jaman dahulu bisa sekolah hingga pendidikan tinggi," ungkapnya.
"Kalau bukan karena bapak bangsawan itu mustahil," ujarnya.
Aktif di Militer Angkatan Darat
Slamet yang berkesempatan mengenyam bangku pendidikan, juga di saat yang sama mengikuti kepanduan.
Dari organisasi pandu, jiwa kepemimpinannya terbentuk.
"Nama Slamet Riyadi waktu itu sudah masyhur dimana-mana, walau belum bergabung dengan TKR saat itu," jelasnya.
Meski dirinya adalah lulusan akademi pelaut, namun saat perang dunia II berkecamuk, Slamet lebih memilih kembali ke Solo untuk melawan penjajah.
Di sinilah karirnya mulai melejit.
Promosi demi promosi silih berganti menghampiri.
Ia bertanggungjawab atas Resimen 26 Surakarta dan ikut dalam serangan 4 hari.
Prestasinya yang gemilang juga membuatnya dipercaya untuk melawan Angkatan Perang Ratu Adil bentukan Raymond Westerling.
Gugurnya Slamet Riyadi
Perjuangan Slamet Rijadi dalam melawan penjajah ternyata tidak semuanya diceritakan kepada keluarga.
Penyebabnya, Slamet yang sangat jarang pulang, dan kepribadiannya yang jarang bercerita.