Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen Terbaru

Kisah Warga Nekat Dengar Lagu Sinden di Dukuh Singomodo Sragen, Juru Kunci Sebut Orangnya Hilang

Dukuh Singomodo, Desa Kandang Sapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen terkenal dengan pantangan membunyikan lantunan sinden di wilayahnya.

TribunSolo.com/Septiana Ayu Lestari
Lokasi Makam Syekh Muhammad Nasher di Dukuh Singomodo, Desa Kandang Sapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Dukuh Singomodo, Desa Kandang Sapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen terkenal dengan pantangan membunyikan lantunan sinden di wilayahnya.

Hal itu, berkaitan dengan keberadaan Syekh Muhammad Nasher atau Mbah Singomodo, seorang prajurit Perang dari Keraton Surakarta Hadiningrat. 

Berdasarkan cerita warga, sudah banyak kejadian yang terjadi, apabila ada seseorang melanggar pantangan tersebut.

Baca juga: Testimoni Lika-liku Vaksinasi Sragen : Meski Baru Disuntik Usai 5 Jam Menunggu, Pria Ini Tak Kesal

Baca juga: Sisi Unik Sragen : Budaya COD Menjamur, Penjual & Pembeli Pilih Janjian di Alun-alun saat Bertemu

Pantangan tersebut juga tidak hanya berlaku bagi warga Singomodo saja, melainkan bagi siapa saja yang berada di wilayah tersebut.

Area pantangan berlaku di satu RT di Dukuh tersebut, atau disekitar makan Syekh Muhammad Nasher.

Menurut Juru Kunci Makam Syekh Muhammad Nasher, Slamet mengatakan dulu pernah ada seorang warga desa yang nekat membunyikan radio, hanya sebagai hiburan saja.s

Baca juga: Ratusan Wisatawan Kecele, Mau Lihat Manusia Purba, Ternyata Gerbang Museum Sangiran Sragen Digembok

"Namanya manusia, ya ingin mencari hiburan, akhirnya nekat membunyikan lagu sinden, walaupun nggak keras, orang dan radionya hilang tanpa jejak hingga sekarang belum ketemu," katanya kepada TribunSolo.com, Kamis (9/9/2021). 

Selain itu, waktu salah satu warga menggelar hajatan, dua orang yang bertugas sebagai operator sound system mengatakan dengan lancang, jika dia tidak percaya dengan hal tersebut.

Kemudian, ketika hajatan sedang istirahat pada waktu jam maghrib, kedua soundman tersebut pergi mandi di sendang tak jauh dari lokasi hajatan. 

"Waktu selesai, dua orang tersebut ingin kembali ke tempat hajatan yang tak jauh dari sendang, tapi saat mau kembali mereka hanya berputar-putar dari sendang, makam, masjid, begitu terus," terangnya.

Baca juga: Potret Guru di Sragen Mulai Bersihkan Ruang Kelas, Berharap Pembelajaran Tatap Muka Segera Dimulai

Kemudian, menurut Slamet kedua soundman bertemu dengan warga yang sedang mengambil air di sendang, dan ditanya mau kemana, dan menjawab akan ke tempat hajatan. 

Warga yang menemui kedua pria tersebut bingung, karena dari posisi mereka berada, sudah terlihat tempat hajatan tersebut. 

Kedua soundman tersebut diantar ke tempat hajatan, dan ketika sampai mereka tersadar dan kemudian pingsan. 

Selain hal itu, kejadian juga menimpa warga Purwadadi yang waktu itu merupakan seorang sopir travel yang mengantar santri untuk ziarah ke makam Syekh Muhammad Nasher.

Baca juga: Guru Ngaji di Sragen Dilaporkan ke Polisi, Cabuli Bocah 12 Tahun: Korban Dikunci di Gudang

Sampai di area parkir makam, sopir tersebut memutar radio dengan saluran hiburan tayub, yang biasanya diiringi oleh Sinden.

Dengan ketidaktahuannya, kemudian ia mendengarkan lantunan tayub di dalam mobilnya. 

"Sempat diperingatkan oleh warga, kalau tidak boleh mendengarkan sinden, kemudian mereka pulang dan melanjutkan perjalanan ke Jawa Timur," ujarnya.

"Sampai di Mantingan, Ngawi keempat ban travel tersebut kempes, kemudian mereka mencari tukang tambal ban, dan ketemu di Banaran, Sragen," tambahnya. 

Saat dicek oleh tukang tambal ban, ternyata tidak ada kebocoran pada ban travel tersebut.

Dengan rentetan kejadian tersebut, Slamet berharap siapapun yang datang ke Singomodo, untuk mengikuti adat dan kepercayaan yang ada. 

Sejarah Dukuh Singomodo

Ada satu dukuh di Kabupaten Sragen yang terbilang cukup unik. 

Dimana dalam satu wilayah di dukuh tersebut, dilarang mendengarkan atau membunyikan lagu yang dilantunkan oleh sinden.

Dukuh tersebut ialah Dukuh Singomodo, Desa Kandang Sapi, Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen.

Baca juga: Sosok Dalang Ki Manteb Soedarsono Dimata Pesindennya, Tidak Pernah Marah dan Capek

Baca juga: Fakta Meninggalnya Ki Seno Nugroho: Sinden Nyanyikan Gending saat Layatan, 2 Wayang Ikut Dikuburkan

Di dukuh tersebut, juga terdapat makam Syekh Muhammad Nasher, atau yang terkenal disebut Mbah Singomodo, yang merupakan salah satu prajurit Keraton Surakarta.

Terdapat sejarah panjang, mengapa Eyang Nasher, panggilan sehari-hari Syekh Muhammad Nasir membuat larangan tersebut.

Juru kunci makam Mbah Singomodo, Mbah Slamet mengatakan, setelah keluar dari Keraton Surakarta Hadiningrat, Eyang Nasher dan kelima sahabatnya menyusuri Sungai Bengawan Solo.

Baca juga: Cerita Pilu Sinden di Ponorogo Sibuk Isi Acara hingga Kondisi Drop, Meninggal Usai Positif Covid-19

Singkat cerita, sampailah rombongan tersebut di sebuah desa di tepi Sungai Bengawan Solo, yang saat ini menjadi Dukuh Singomodo.

Berjalannya waktu, Eyang Nasher ingin membangun sebuah masjid bersama kelima sahabatnya, untuk menyebarkan agama Islam.

Pada waktu itu, empat orang sahabatnya sudah menikah dan ada seorang sahabat Eyang Nasher yang belum menikah.

Baca juga: Fakta Meninggalnya Ki Seno Nugroho: Sinden Nyanyikan Gending saat Layatan, 2 Wayang Ikut Dikuburkan

"Pada waktu pemasangan atap masjid, salah seorang sahabat tidak membantu, dan setelah kembali, sahabat tersebut baru dari menonton hiburan sinden ramen," katanya kepada TribunSolo.com, Kamis (9/9/2021). 

Kemudian, sahabat tersebut ditanya oleh Eyang Nasher 'apakah kamu suka?'.

Kemudian, sahabat tersebut mengatakan suka, dengan maksud suka dengan hiburan yang disajikan.

"Namun, Eyang Nasher menangkap maksud suka sabahatnya suka dengan sinden tersebut, dan akhirnya karena sama-sama belum menikah, sahabat dan sindennya itu dinikahkan," papar Mbah Slamet.

Baca juga: Fakta Meninggalnya Ki Seno Nugroho: Sinden Nyanyikan Gending saat Layatan, 2 Wayang Ikut Dikuburkan

Namun, Eyang Nasher memberikan syarat jika Sinden tersebut harus berhenti dari kegiatan menyindennya.

Diduga karena Eyang Nasher kurang berkenan dengan Sinden, maka beliau membagi wilayahnya menjadi dua dengan sahabatnya itu.

"Dan sinden menyanggupi, lalu Eyang Nasher membagi wilayahnya menjadi 2, yakni bagian barat dan timur," terangnya.

"Untuk sinden dan seorang sahabatnya disuruh tinggal di bagian barat, sedangkan Eyang Nasher di sebelah timur," tambahnya. 

Sejak saat itu, pantangan mendengarkan lagu yang dinyanyikan Sinden berlaku di wilayah sekitar makam Eyang Nasher, yang mencakup satu RT tersebut.

Warga desa hanya boleh mendengarkan lantunan rebana atau cerita wayang saja. (*) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved