Cerita dari Solo
Sejarah Masjid Butuh Sragen : Masjid yang Didirikan Ayah Joko Tingkir, Lebih Tua dari Umur Sragen
Masjid itu diberi nama Masjid Butuh, yang didirikan oleh Ki Ageng Butuh atau Ki Ageng Pengging, ayah dari Raja Jawa paling berpengaruh, Jaka Tingkir.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Aji Bramastra
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Ada sebuah masjid yang berumur ratusan tahun di Dukuh Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen.
Masjid itu diberi nama Masjid Butuh, yang didirikan oleh Ki Ageng Butuh nama lain dari Ki Ageng Pengging.
Baca juga: Sejarah Pasar Ngatpaingan, Awalnya Hanya 3 Warga yang Jualan: Kini Transaksi Capai Puluhan Juta
Ki Ageng Butuh sendiri merupakan ayah dari Raden Joko Tingkir, sang Raja Jawa penguasa Kerajaan Pajang.
Masjid itu dicat dengan perpaduan warga kuning dan hijau, yang mengalami renovasi berkali-kali.
Ketika memasuki masjid, terasa nyaman dan tentram.
Di dalamnya, masih berdiri kokoh kayu penyangga berukuran besar.
Terdapat 4 kayu penyangga utama berbentuk persegi dengan lebar 30 cm dengan panjang 6 meter.
Kayu utama disangga oleh tiang lainnya, berjumlah 12 yang saling berkaitan.
Di depan masjid, terdapat sebuah mimbar terbuat dari kayu jati, dilengkapi ukiran arab.
Sebuah tulisan arab 1852, menandai mimbar tersebut.
Takmir Masjid Butuh, Muhammad Aziz menyebut warga memperkirakan umur masjid lebih tua dari angka yang tertulis di mimbar tersebut.
"Diperkirakan jauh lebih tua, dan masjid ini awalnya didirikan oleh Ki Ageng Butuh, namun bentuknya seperti tempat ibadah saja," katanya kepada TribunSolo.com, Minggu (14/11/2021).
Setelah mengemban amanah sebagai Adipati Pengging II di Boyolali, Ki Ageng Butuh memutuskan untuk keluar dari kerajaan untuk mencari kedamaian.
Dengan menyusuri Sungai Bengawan Solo, akhirnya sampailah Ki Ageng Butuh di sebuah hutan yang sudah dihuni beberapa orang.
Selain membangun tempat tinggal, Ki Ageng Butuh membangun sebuah masjid.
Kayu-kayu besar, yang menjadi tiang penyangga masjid, didatangkan dari suatu daratan, dengan dikirim melalui Sungai Bengawan Solo.
Hingga kini, kayu penyangga yang terbuat dari kayu jati itu masih kokoh berdiri.
Arsitektur masjid menyerupai Masjid Agung Demak, yang diperkirakan dibangun setelahnya.
"Diperkirakan dibangun setelah Masjid Agung Demak, kemudian membangun masjid disini, diperkirakan sekitar 1500-an," jelasnya.
Itulah mengapa, Masjid Butuh bahkan lebih tua ketimbang Kabupaten Sragen itu sendiri.
Kabupaten Sragen, diperkirakan berdiri tahun 1746.
Semasa dengan pendirian Masjid Agung Demak, Masjid Butuh juga digunakan tempat untuk menyebarkan agama Islam di Sragen.
"Disini dulu Islam begitu berkembang, Ki Ageng Butuh oleh warga sekitar dijadikan panutan, terutama dalam hal ajaran agama Islam," terangnya.
Karena dijadikan tetua di kampung itu, akhirnya Islam mudah menyebar di daerah tersebut.
Nuansa kompleks masjid waktu itu, mirip dengan posisi Keraton Solo yang ada saat ini.
Terdiri dari sebuah keraton (tempat tinggal Raja), masjid, dan lapangan luas tempat berkumpul.
Seiring perkembangan zaman, bangunan rumah Ki Ageng Butuh kini digunakan sebagai tempat pemakamannya.
Sementara lapangan digunakan sebagai tempat tinggal keluarga juru kunci.
Masjid tersebut, juga masih digunakan sebagai pusat kegiatan masyarakat setempat hingga kini.
"Tradisi yang masih ada, seperti pengajian, kenduren, bersih desa, masih ada hingga kini," pungkasnya. (*)
Caption : Masjid Butuh di Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Sragen yang diperkirakan menjadi titik awal penyebaran agama Islam di Sragen.