Berita Sragen Terbaru
Aneh Tapi Nyata, Tanah di Turi Sragen Ini Tak Bisa Ditanami Pohon, Ada yang Nekat Kini Jadi Buta
Ada kasak-kusuk misteri di tengah keberdaan tanah tak bertuan di Kampung Turi, Kelurahan Sine, Kecamatan/Kabupaten Sragen.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Ada kasak-kusuk misteri di tengah keberdaan tanah tak bertuan di Kampung Turi, Kelurahan Sine, Kecamatan/Kabupaten Sragen.
Wujudnya, tanah datar berbentuk setengah lingkaran, yang mana warga setempat menyebutnya sebagai tanah oro-oro bunder.
Tanah datar yang menyerupai lapangan sepakbola itu, hanya ditumbuhi rumput pendek dan dikelilingi oleh pemantang sawah.
Cerita warga sekitar, dahulu tanah tersebut dikenal angker, karena terkadang terdengar bunyi rebana atau lesung, yang mana ketika didekati bunyi itu menghilang.
Tak hanya sampai situ, hingga saat ini tanah tersebut tidak dapat ditanami tumbuhan apapun.
Warga sekitar, Hari mengatakan dulu pernah ada seorang warga yang nekat menanam 1000 bibit tanaman karet di tanah seluas 105 meter x 50 meter itu.
"Dulu ada salah satu warga, nekat menanam 100 pohon karet, tapi tak lama, pohonnya mati semua," katanya kepada TribunSolo.com, Senin (29/11/2021).
Lanjutnya, kemudian ada warga lain desa yang nekat menanam pohon di Oro-oro Bunder meski sudah diperingatkan oleh warga desa setempat.
"Saat menanam, orang itu seperti ditampar dan terciprat tanah terkena mata kirinya, pulang-pulang tidak bisa melihat, buta sampai beliau meninggal," jelasnya.
Baca juga: Inilah Joko Mulyo Pitutur, yang Jadi Nama Sendang di Turi Sragen : Telik Sandi Ampuh Era Mangkubumi
Baca juga: Sejarah Masjid Butuh Sragen : Masjid yang Didirikan Ayah Joko Tingkir, Lebih Tua dari Umur Sragen
Riwayatnya dulu, tanah tersebut merupakan pesanggrahan Brawijaya V setelah ziarah di makam leluhurnya, yang tak jauh dari oro-oro bunder.
"Ceritanya Brawijaya setelah melakukan perjalanan dari Gunung Lawu, kemudian beristirahat di sini sebentar dengan dua orang pengikutnya," jelasnya.
Tak hanya sampai situ, diperkirakan tanah tersebut merupakan makam seseorang yang hidup di zaman Budha.
"Kalau makam budha masuk akal juga, karena dulu banyak orang menjukil tanah, banyak yang menemukan koin emas, kan dulu kalau orang meninggal hartanya ikut dikubur," terangnya.
"Sekitar tahun 1980an, banyak orang luar kota datang kesini, menemukan seperti koin, semakin ke dalam, barang yang ditemukan semakin besar, seperti panci," pungkasnya.