Viral
Disuntik Vaksin 17 Kali, Ternyata Ada 'Ritual Khusus' yang Dilakukan Si Joki Vaksin Sebelum Disuntik
Kasus seorang pria bernama Abdul Rahim (49) asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan disuntik vaksin Covid-19 sebanyak 16 kali.
Penulis: Naufal Hanif Putra Aji | Editor: Rifatun Nadhiroh
TRIBUNSOLO.COM - Kasus seorang pria bernama Abdul Rahim (49) asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan disuntik vaksin Covid-19 sebanyak 17 kali dalam rentang waktu tiga bulan, viral di media sosial.
Sejumlah netizen pun penasaran dengan efek yang ditimbulkan pria ini usai divaksin.
Baca juga: Siasat Pria yang Mengaku 16 Kali Disuntik Vaksin Corona saat Kelabui Petugas, Pernah Sehari 3 Kali
Ternyata ada 'ritual khusus' yang dilakukan Abdul Rahim sebelum divaksin.
Rupanya, sebelum dan sesudah vaksin ia meminum air kelapa.
"Saya minum air kelapa sebelum dan sesudah divaksin," tuturnya.
Ia mengaku sudah mewakili 14 orang untuk divaksin Covid-19 demi mendapatkan kartu vaksin.
Rata-rata orang tersebut adalah kenalannya yang tinggal di lingkungan rumah.
Efek overdosis vaksin
Dilansir dari Kompas.com, mengenai efek overdosis vaksin, ahli biologi molekuler Ahmad Utomo mengatakan, masih sulit untuk membuktikan secara independen apakah benar pria tersebut telah disuntik hingga 17 kali vaksin Covid-19 ini.
Termasuk apakah suntikan vaksin sampai 17 kali tersebut bisa membuat pria itu memiliki titer antibodi yang tinggi.
"Bisa jadi titer antibodi akan tinggi," kata Ahmad kepada Kompas.com, Selasa (21/12/2021).
Titer antibodi merupakan jenis tes darah yang digunakan untuk menentukan keberadaan dan tingkat antibodi dalam darah.
Ahmad menegaskan, jika memang benar didapatkan titer antibodi yang tinggi, tetap saja tidak bisa diketahui dengan jelas apakah itu hasil dari 17 kali suntikan vaksinasi yang dilakukan, atau hanya dari beberapa kali suntikan saja.
"Tapi (belum tahu), apakah tingginya (titer antibodi) itu mencerminkan suntikan 17 kali, 8 kali atau 4 kali," ujarnya.
Ahmad pun menambahkan bahwa jika benar tubuh Abdul Rahim memiliki titer antibodi yang lebih tinggi berkat vaksin 17 kali, maka diharapkan agar dia tidak mengalami efek serius dan malah menjadi lebih tahan terhadap serangan Covid-19.
"Harapannya seperti itu (lebih tahan terhadap serangan Covid-19)," ujarnya.
Dapat upah setiap mewakili orang
Dalam melakukan aksinya, ia mendapat upah Rp 100 ribu sampai Rp 800 ribu setiap kali mewakili orang untuk divaksin.
Abdul Rahim juga membeberkan alasannya mau divaksin karena ingin memenuhi biaya kebutuhan sehari-hari.
"Untuk kebutuhan sehari-hari karena saya buruh bangunan ji. Kalau ada yang panggil saya pergi," ujarnya.
Baca juga: Viral Warga Pinrang Mengaku Jadi Joki Vaksin, Sudah Disuntik 16 Kali, Terima Upah sampai Rp 800 Ribu
Awal mula jadi 'joki' vaksin
Awal mulanya Abdul Rahim mendapat tawaran dari temannya untuk menggantikan.
Setelah berhasil, ia malah mendapat pelanggan.
"Kalau menawarkan diri ke orang untuk digantikan vaksin itu pernah. Tapi, ada beberapa juga teman-teman yang langsung meminta," kata Rahim sapaan akrabnya dikutip dari Tribun Timur.
Dalam melancarkan aksinya, Abdul Rahim hanya membawa fotokopi KTP pelanggan ke lokasi vaksinasi.
Ia mengaku petugas pun tak mengenalinya meski menggunakan identitas orang yang ia wakili untuk divaksin.
"Kadang pakai masker kadang juga tidak," ujarnya.
Dalam sehari Abdul Rahim pernah mendapatkan vaksinasi sebanyak tiga kali.
"Biasa dua kali sehari. Tapi pernah tiga kali sehari saya disuntik vaksin," bebernya.
Meski begitu, ia mengaku tak merasakan efek dari vaksinasi tersebut.
"Tidak ada. Biasa saja," ucapnya.
Alasan orang tidak mau divaksin

Selain itu di sisi lain, munculnya pengakuan Abdul Rahim yang menjadi joki vaksinasi memunculkan pertanyaan soal mengapa masih banyak orang yang enggan disuntuk vaksin.
Mengenai hal itu, epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman menyampaikan, perilaku warga yang tidak ingin divaksin sudah ada sejak pandemi awal dimulai.
Ia menyebut perilaku tersebut sebagai vaksin resistensi atau penolakan terhadap vaksinasi.
"Vaksin resistensi atau keengganan atau keraguan atau bahkan penolakan terhadap vaksinasi ini sudah dideteksi sejak lama bahkan sejak 2019, sebagai salah satu ancaman kesehatan global," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/12/2021).
Dicky menjelaskan, sikap ini nantinya akan membuat orang tersebut, keluarganya, atau orang sekitarnya sangat rawan untuk terpapar penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan mendapatkan vaksinasi.
Sementara itu, mengenai penyebab seseorang atau sekelompok orang tidak mau divaksin karena beragam hal.
"Bisa dari alasan ideologi, religius, kepercayaan, atau alasan yang saintifik karena dirasa belum mendapatkan penjelasan yang akurat atau lengkap terkait produk vaksin di Indonesia," ujar Dicky.
"Atau karena juga karena terpengaruh dari konspirasi atau hoaks dan lain sebagainya," lanjut dia.
(*)