Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Edy Rahmayadi Jewer & Usir Pelatih Biliar karena Tak Tepuk Tangan, Coki: Jangan Arogan Jadi Pemimpin

Aksi Edy Rahmayadi jewer pelatih biliar itu terjadi pada Senin (27/12/2021) di rumah dinas Gubernur Sumut.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Tangkap layar via Kompas.com/Dok. Biro Humas dan Keprotokolan Provinsi Sumut
Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Edy Rahmayadi, saat menjewer pelatih biliar, Senin (27/12/2021) (kiri). 

TRIBUNSOLO.COM - Viral di media sosial, aksi Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi diduga menjewer dan mengusir pelatih biliar bernama Coki Aritonang.

Aksi Edy Rahmayadi jewer pelatih biliar itu terjadi pada Senin (27/12/2021) di rumah dinas Gubernur Sumut.

Kala itu Edy Rahmayadi hadir dalam acara pembagian bonus atlet peserta PON XX Papua di rumah dinas gubernur.

Edy Rahmayadi sedang memberi kata sambutan.

Dalam pidatonya, ia mengaku senang dengan prestasi kontingen Sumut pada ajang PON Papua lalu.

Baca juga: Tegas, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi Tolak Sekolah Tatap Muka: Tak Mungkin Anak-anak Kita Korbankan

Baca juga: Viral Pemain Timnas Indonesia Kena Jewer Shin Tae-yong, Ternyata Begini Kejadian Sebenarnya

Edy juga ingin agar dunia olahraga Sumut semakin maju dan berprestasi ke depan.

Apalagi, PON mendatang akan diselenggarakan di Sumut dan Aceh.

Edy ingin agar Sumut kembali berjaya dan diperhitungkan di dunia olahraga.

"Kalau sudah jaya Sumatera Utara ini, mau kau ambil semua, ambil," kata Edy yang disambut tepuk tangan peserta yang hadir.

Gubernur Edy Rahmayadi saat ditemui wartawan usai memberikan pengarahan terhadap skuat PSMS Medan pasca menang melawan PSPS Riau, di Hotel Grand Elit, Pekanbaru, Senin (22/11/2021) malam.
Gubernur Edy Rahmayadi saat ditemui wartawan usai memberikan pengarahan terhadap skuat PSMS Medan pasca menang melawan PSPS Riau, di Hotel Grand Elit, Pekanbaru, Senin (22/11/2021) malam. (Tribun Medan/Ardi)

Edy kemudian melanjutkan beberapa kata motivasinya, yang juga selalu diiringi oleh tepuk tangan hadirin.

Hingga suatu momen, Edy melihat Coki tidak ikut bertepuk tangan karena tertidur.

"Yang pakai kupluk itu siapa? Kenapa enggak tepuk tangan?" tanya Edy sembari menunjuk ke arah Coki.

Edy lantas memanggil Coki ke panggung.

"Atlet apa kau?" tanya Edy lagi.

Coki kemudian menjawab bahwa dia pelatih biliar.

"Tak cocok jadi pelatih ini," kata Edy.

Dia kemudian menjewer kuping Coki.

Para altet dan pelatih yang hadir di sana, sebagian besar tertawa.

Namun suasana langsung berubah hening saat Edy mengusir Coki keluar dari aula.

"Sudah, pulang. Tak usah dipakai lagi. Kau langsung keluar.

Tak usah lagi di sini," tegas Edy. Coki kemudian angkat kaki dari ruangan itu.

Edy melanjutkan kata sambutannya dan meminta KONI dan Dispora mengevaluasi cabang olahraga biliar.

"Evaluasi. Kadispora, Ketua KONI. Yang tak pantas, tak usah (dipakai lagi)," tuturnya.

Adapun total bonus yang diserahkan tersebut adalah Rp 11,1 miliar.

Bonus bagi atlet dan pelatih Edy menyebutkan, bonus yang diberikan merupakan penghargaan atas perjuangan para atlet yang telah mengharumkan nama Sumut di level nasional.

Ada 148 orang yang mendapat bonus tersebut, yakni para atlet dan pelatih dari cabang olahraga peraih medali di PON Papua.

Sumut sendiri meraih 10 medali emas, 22 perak dan 23 perunggu pada ajang yang berlangsung Oktober lalu itu.

Masing-masing atlet peraih medali emas mendapatkan bonus sebesar Rp 250 juta.

Medali perak Rp 125 juta.

Peraih medali perunggu Rp 75 juta.

Sedangkan pelatih yang atletnya meraih medali mendapat bonus Rp 100 juta untuk emas.

Sementara peraih perak Rp 75 juta perak.

Perunggu Rp 50 juta.

“Totalnya Rp11,1 miliar, ini uang menggunakan uang rakyat. 15 juta rakyat Sumut memberikan bonus ini melalui APBD kepada atlet yang berprestasi mengharumkan daerahnya. Jadi kita harus pertanggungjawabkan ini,” tegas Edy.

Nasib Coki Aritonang sendiri kini tak menentu.

Sang gubernur juga menitip pesan ke pengurus olahraga biliar yang membuat nasib Coki sebagai pelatih biliar bisa saja berakhir.

Bakal Dilaporkan ke Polisi

Pelatih Biliar Sumatera Utara di ajang PON 2020, Khairuddin Aritonang meminta Gubernur Sumut Edy Rahmayadi tak bersikap arogan.

Diketahui, saat ini Pelatih Biliar Sumut Khairuddin Aritonang tengah bersitegang dengan Edy Rahmayadi.

Bahkan pria yang akrab disapa Coki ini akan melaporkan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi ke Polda Sumut.

Coki berniat membuat laporan tentang perbuatan tidak menyenangkan yang dibuat Gubernur Sumut Edy Rahmayadi kepada dirinya karena sudah menjewer ia di muka umum saat di rumah dinas gubernur, Senin (28/12/2021).

"Saya akan membuat laporan ke Polda Sumut besok siang. Karena dia (Gubernur Sumut) sudah buat perbuatan tidak menyenangkan dengan cara menjewer dan memarahi saya di depan umum," katanya saat dijumpai di Lapangan Cadika, Selasa (28/12/2021).

Ia mengaku sudah konsultasi dengan beberapa alumni fakultas hukum terkait masalah ini.

"Jadi saya sudah diskusi dengan adik-adik alumni Hukum. Makanya sudah saya niatkan besok buat laporan ke Polda," ujarnya.

Ia berharap kepolisian dapat memproses laporannya nanti.

"Mau sampai kapan dan sampai di mana, yang penting proses hukum berjalan. Besok sudah saya tekadkan untuk buat laporan ke Polda dan semoga berjalan lancar dan diproses," katanya.

Ia pun berharap dengan laporannya itu Gubernur Edy Rahmayadi tidak lagi bersikap arogan.

"Dia sekarang sudah jadi pemimpin Sumut. Jangan arogan kalau jadi pemimpin," pungkas Coki.

Kronologi

Diberitakan sebelumnya, Edy Rahmayadi, Gubernur Sumatera Utara mempermalukan pelatih Biliar Tim PON Sumatera Utara, Khairuddin Aritonang.

Khairuddin Aritonang dipermalukan di depan ratusan orang atlet dan pelatih yang berpartisipasi dalam PON Papua beberapa waktu lalu.

Dalam video yang beredar, tampak Edy Rahmayadi yang berpidato di depan memanggil Khairuddin Aritonang ke depan karena tidak bertepuk tangan saat dia berpidato.

Mirisnya Edy Rahmayadi menjewer telinga Khairuddin Aritonang layaknya seorang guru menjewer telinga anak SD yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah.

"Pelatih gak tepuk tangan. Gak cocok pelatih ini. Berdiri yang benar kau. Sontoloyo kau. Udah pulang, tak usah dipanggil lagi. Kalau ngak suruh keluar. Tak usah di sini," ujar Edy Rahmayadi.

Diketahui bahwa dalam PON beberapa waktu lalu, cabor biliar menyumbang medali yang cukup signifikan.

Dilansir website resmi PON Papua, cabor biliar Sumut menyumbang 12 medali. Dengan rincian 5 perak dan 7 perunggu.

Dari peringkat perolehan medali, cabor biliar berada di peringkat 5 sebagai penyumbang medali terbanyak bagi Sumut.

Wushu berada di peringkat 1, disusul Atletik, Tarung Derajat dan Tinju di peringkat 2, 3 dan 4.

Penjelasan Khairuddin Aritonang

Pelatih Biliar Khairuddin Aritonang merasa heran ketika ia dipanggil Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dalam kegiatan pemberian tali asih atau bonus kepada atlet Sumut peraih medali pada PON Papua.

Pria yang akrab disapa Coki ini pun di panggil oleh Gubernur karena tidak tepuk tangan saat Edy Rahmayadi usai berpidato.

"Jadi semua atlet dan pelatih dipanggil dan berkumpul di Aula Tengku Rizal Nurdin," katanya saat dihubungi www.tribun-medan.com, Senin (27/12/2021) malam.

Coki pun langsung memisalkan kepada wartawan Tribun Medan.

"Kaulah dulu, aku bicara terus semua tepuk tangan dan kau tidak. Terus kau kupanggil. Nah, apakah mau kau jawab karena pertanyaan ku, kenapa kau tak tepuk tangan? Begitulah kira-kira kejadian di Aula Tengku Rizal Nurdin yang aku alami," ujar Coki menjelaskan.

Lagi-lagi, Coki pun merasa heran kenapa dirinya dipanggil dan dimarahi di depan orang banyak hanya karena tidak tepuk tangan.

"Apa rupanya yang sudah dia (Edy Rahmayadi) berikan kepada insan olahraga terutama Biliar? " katanya.

Ia pun mengaku saat itu, bukan hanya dirinya saja yang dimarahi di depan umum sama orang nomor satu di Sumut ini.

"Banyaklah. Ada Kadispora Sumut, ada juga Ketua KONI Sumut. Yang pasti bukan aku sendiri. Tapi itu tadi, aku heran, kenapalah aku dimarahi di muka umum hanya karena tidak tepuk tangan," ujarnya.

Coki pun menyatakan bahwa setelah di maki-maki, ia langsung keluar.

"Aku bingungnya, apa yang harus ditepuk tangankan dari beliau. Toh omongan yang ia sampaikan semuanya biasa aja, jadi kenapa hanya karena tidak tepuk tangan, jadi kena marah di depan orang ramai," kata Coki.

Coki pun mengaku selama Gubernur di pimpin oleh Edy Rahmayadi, tidak ada perhatian beliau terhadap insan olahraga.

"Tidak ada perhatian nya. Terutama kami di biliar. Apa yang sudah beliau beri? Gak ada. Sehari-hari pun tidak ada perhatian kecuali saat ada even nasional seperti PON," ujarnya.

Masih dikatakan Coki, semua peralatan biliar untuk latihan para atlet sudah jauh tertinggal. Terus, masih kata Coki, pidato Gubernur Sumut pun biasa saja dan tidak ada yang patut diberi tepuk tangan.

"Marah-marah, maki-maki tak nyambung itu kan aneh, emosional tidak jelas. Kalau marah-marah, maki-maki tapi dunia olahraga maju, ya bagus, ini kan tidak," kata Coki.

Ia pun berharap agar Gubernur Sumut harus memperhatikan cara bicaranya.

"Jangan asal bicara. Kalau sudah berbuat dan bicara, itu bisalah diterima. Ini, apa yang sudah diberikan? Perhatian yang bagaimana yang sudah ia salurkan? Hanya ada saat even besar seperti PON. Lainnya tidak ada," katanya.

Mengenai apakah ia tertidur saat Gubernur Sumut Edy Rahmayadi tengah berpidato? Coki pun membantah hal tersebut.

"Saya tidak tertidur dan saya mendengar apa yang beliau sampaikan," ujarnya.

Edy Berdalih Harus Tegas

Edy mengatakan, Sumut membutuhkan orang-orang yang siap berjuang demi memberikan prestasi yang terbaik.

Terlebih pada tahun 2024, Sumut akan menjadi tuan rumah PON.

"Saya terpaksa berlakukan tegas. Apalagi dia seorang pelatih," ujarnya.

Edy berharap Sumut harus benar-benar siap. Ia pun menceritakan pengalamannya ketika memantau perjuangan atlet Sumut di PON Papua lalu.

Salah satunya di arena catur. Di cabang orahraga itu Sumut kekurangan satu orang atlet.

Padahal di lokasi yang sama, ia justru menemui banyak atlet catur yang memiliki marga, namun justru tak membela nama Sumut.

"Saya ada tunggu enam jam di arena catur, kenapa cuma tiga? Padahal tuntutan main ada empat. Satu tak berangkat. Tak ada pemainnya. Saya toleh ke kiri dan kanan ada enam orang bemarga di sana. Tapi bawa nama provinsi lain," ungkapnya.

"Bahkan Margareth Damanik mengalahkan grand master internasional catur. Di mana salah kita?" sebutnya. (*)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved