Viral
Joki Vaksin yang Disuntik 17 Kali Kini Jadi Tersangka, Begini Nasib Para Pengguna Jasa
Ia mengaku sudah mewakili 14 orang untuk divaksin Covid-19 demi mendapatkan kartu vaksin.
Penulis: Naufal Hanif Putra Aji | Editor: Rifatun Nadhiroh
TRIBUNSOLO.COM - Nasib Joki vaksin asal Kabupaten Pinrang kini ditetapkan sebagai tersangka.
Ia telah disuntik vaksin Covid-19 sebanyak 17 kali dalam rentang waktu tiga bulan.
Baca juga: Nasib Abdul Rahim Si Joki Vaksin Covid-19: Upah Ratusan Ribu, Kini Dibalas Status Tersangka
Ia mengaku sudah mewakili 14 orang untuk divaksin Covid-19 demi mendapatkan kartu vaksin.
Rata-rata orang tersebut adalah kenalannya yang tinggal di lingkungan rumah.
Dilansir dari Kompas.com, satuan Reskrim Polres Pinrang Sulawesi Selatan, telah menetapkan Abdul Rahim, warga Kelurahan Bentengnge, Kecamatan Watang Sawitto Kabupaten Pinrang, sebagai tersangka.
Rahim dianggap menghalang-halangi pelaksanaan vaksinasi di Kabupaten Pinrang.
Status hukum pengguna jasa
Kasat Reskrim Polres Pinrang Sulawesi Selatan AKP Deki Marizaldi menjelaskan mengenai status hukum pengguna jasa vaksinasi Abdul Rahim saat ini.
"Status hukum Abdul Rahim dari saksi kita naikkan jadi tersangka. Sementara 15 pengguna jasa joki vaksin masih jadi saksi," kata AKP Deki Marizaldi, Kamis malam (30/12/2021).
Namun, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru.
Tersangka bisa saja orang yang dianggap bekerja sama atau turut serta membantu aksi Abdul Rahim.
Tetapi sejauh ini, para pengguna jasa mengaku mereka yang mendapatkan tawaran.
"15 saksi atau pengguna jasa Abdul Rahim sang joki vaksin mengakui, jika Abdul Rahim yang menawarkan jasa kepada pengguna jasa," tutur Deki.
Sejumlah pengguna jasa setuju Abdul Rahim menggantikan mereka karena alasan takut jarum suntik dan mengidap penyakit tertentu.
"Saya menggunakan jasa Abdul Rahim karena punya penyakit ambeien," tutur Iqbal, pengguna kasa joki vaksin beberapa hari lalu di kantor Polres Linrang
Sementara Abdul Rahim, si joki vaksin sebelumnya mengakui jika awalnya ia melakukan hal itu karena ditawari oleh orang dekatnya sendiri dengan iming-iming imbalan uang.
"Awalnya diajak oleh orang dekat saya berinisial B, saya takut namun karena butuh biaya saya mau saja," papar Abdul Rahim.
Kini ia jadi tersangka dan dikenakan Pasal 14 Undang-Undang Nomot 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular juncto Pasal 13 B, Peraturan Presiden nomor 14, tentang penganggulangan Covid-19.
Baca juga: Viral Anggota TNI Tembak Mati Seekor Anjing, Kodam II Sriwijaya Ungkap Fakta di Baliknya
Awal mula jadi 'joki' vaksin
Awal mulanya Abdul Rahim mendapat tawaran dari temannya untuk menggantikan.
Setelah berhasil, ia malah mendapat pelanggan.
"Kalau menawarkan diri ke orang untuk digantikan vaksin itu pernah. Tapi, ada beberapa juga teman-teman yang langsung meminta," kata Rahim sapaan akrabnya dikutip dari Tribun Timur.
Dalam melancarkan aksinya, Abdul Rahim hanya membawa fotokopi KTP pelanggan ke lokasi vaksinasi.
Ia mengaku petugas pun tak mengenalinya meski menggunakan identitas orang yang ia wakili untuk divaksin.
"Kadang pakai masker kadang juga tidak," ujarnya.
Dalam sehari Abdul Rahim pernah mendapatkan vaksinasi sebanyak tiga kali.
"Biasa dua kali sehari. Tapi pernah tiga kali sehari saya disuntik vaksin," bebernya.
Meski begitu, ia mengaku tak merasakan efek dari vaksinasi tersebut.
"Tidak ada. Biasa saja," ucapnya.
Baca juga: Jembatan Perahu di Karawang Mampu Raup Omzet Rp 20 Juta Per Hari, Sosok Haji Endang Jadi Viral
Alasan orang tidak mau divaksin

Selain itu di sisi lain, munculnya pengakuan Abdul Rahim yang menjadi joki vaksinasi memunculkan pertanyaan soal mengapa masih banyak orang yang enggan disuntuk vaksin.
Mengenai hal itu, epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman menyampaikan, perilaku warga yang tidak ingin divaksin sudah ada sejak pandemi awal dimulai.
Ia menyebut perilaku tersebut sebagai vaksin resistensi atau penolakan terhadap vaksinasi.
"Vaksin resistensi atau keengganan atau keraguan atau bahkan penolakan terhadap vaksinasi ini sudah dideteksi sejak lama bahkan sejak 2019, sebagai salah satu ancaman kesehatan global," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/12/2021).
Dicky menjelaskan, sikap ini nantinya akan membuat orang tersebut, keluarganya, atau orang sekitarnya sangat rawan untuk terpapar penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan mendapatkan vaksinasi.
Sementara itu, mengenai penyebab seseorang atau sekelompok orang tidak mau divaksin karena beragam hal.
"Bisa dari alasan ideologi, religius, kepercayaan, atau alasan yang saintifik karena dirasa belum mendapatkan penjelasan yang akurat atau lengkap terkait produk vaksin di Indonesia," ujar Dicky.
"Atau karena juga karena terpengaruh dari konspirasi atau hoaks dan lain sebagainya," lanjut dia.
(*)