Viral
Viral Iklan Penjualan Rumah di Karimunjawa Hanya untuk WNA, Warga Sekitar Khawatir Bakal Tersisih
Heboh polemik iklan rumah di Karimunjawa hanya untuk WNA, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Jepara buka suara.
Penulis: Tribun Network | Editor: Reza Dwi Wijayanti
TRIBUNSOLO.COM - Iklan penjualan rumah di Pulau Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah kepada Warga Negara Asing (WNA) membuat heboh publik.
Dilansir dari BBC Indonesia, iklan penjualan rumah itu dilakukan oleh sebuah perusahaan bernama PT Levels Hotels Indonesia (LHI) atau "The Start Up Island".
Sontak hal ini memicu polemik dan viral di media sosial.
Baca juga: Viral Suami Rela Pakai Daster di Rumah: Dikira Buat Lucu-lucuan, Netizen Salut Begitu Tahu Alasannya
Baca juga: Kisah di Balik Viral Pria Rela Pakai Daster di Rumah, Ternyata Agar Anak Tenang dan Tertidur
Berdasarkan informasi yang dihimpun BBC Indonesia melalui situs PT LHI, harga rumah di The Start Up Island dibandrol sebesar €49.500 atau Rp800 juta.
Diketahui, proyek The Start Up Island diinisiasi oleh seorang warga negara Spanyol.
Dan mengklaim telah menjual 170 rumah dalam kurun delapan bulan.
Sementara itu, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Jepara, Ary Bachtiar, mengatakan PT LHI memiliki hak guna bangunan atas tanah tersebut.
"Dan tidak ada rencana pengalihan hak dari PT tersebut ke pembeli, karena bangunan hotel atau resort tersebut tidak dijual, tetapi disewakan secara jangka pendek atau jangka panjang," kata Ary dikutip dari BBC News Indonesia, Rabu (19/1/2022).
Pada iklan menawarkan target pasarnya membeli residensial premium di "pulau surgawi di Indonesia", yang dilengkapi dengan akses langsung ke pantai, beach club, gym, dan sejumlah fasilitas mewah lainnya.
Jadi polemik, sejumlah pengguna Twitter dan Facebook mengkhawatirkan kehadiran residensial mewah itu.
Bahkan isu soal gentrifikasi dan membuat warga lokal "menjadi tamu di tanahnya sendiri" mencuat.
Sebelumnya, isu gentrifikasi ini juga sempat mengemuka di media sosial pada tahun lalu.
Kala itu saat seorang warga negara Amerika Serikat bernama Kristen Gray mempromosikan bagaimana dia bisa tinggal secara nyaman dan "murah" di Bali melalui e-book berjudul Our Bali Life is Yours.
Terlepas dari itu, sejumlah pengguna media sosial juga mempertanyakan aspek legalitas dari kepemilikan rumah oleh warga negara asing.
Reaksi Warga
Di balik iming-iming kehidupan di pulau tropis nan eksotis seperti yang dijanjikan oleh The Start Up Island, warga lokal khawatir bahwa suatu waktu mereka akan terpinggirkan dengan kehadiran residensial mewah itu.
Salah satu warga Desa Kemujan Karimunjawa, Bambang Zakaria (54) mengatakan kehadiran orang asing yang menetap dengan kemewahan dan dunia mereka sendiri akan memunculkan sebuah lingkup sosial baru yang tidak mungkin bisa menyatu dengan warga lokal.
Selain itu, menurut Bambang yang sehari-hari melaut sembari mengurus penginapan milik keluarganya, situasi yang tercipta dengan residensial mewah akan berbeda dengan kehadiran wisatawan.
"Selama ini banyak wisatawan Eropa ke sini untuk berwisata, kami terpercik (secara ekonomi). Tapi ketika itu menjadi hunian, budaya kami, adat istiadat kami pun lama-lama akan tergeser," terang Bambang.
Alasannya karena mereka punya budaya sendiri.
Kekhawatiran itu semakin menguat karena banyak tanah di wilayah Karimunjawa kini telah dimiliki oleh orang-orang luar yang bukan warga lokal.
Bambang juga menyebut bukan tidak mungkin ke depannya akan muncul residensial mewah serupa seperti The Start Up Island.
"Lama-lama ini akan jadi 'kampung bule', karena bagi mereka tanah di sini itu katanya 'murah'. Kami akan tersisih, akhirnya pergi dari kampung kami sendiri," ujarnya.
Baca juga: Kisah Pria Izin Cuti Bulan Madu Ditolak Bos, Langsung Putuskan Resign, Endingnya Tak Disangka
Baca juga: Viral Anies Puji Nidji Bersuara Merdu dan Tidak Sumbang, Giring: Oktober Bakal Ada yang Tumbang
Meski begitu, warga sendiri sampai saat ini belum mendapat sosialisasi langsung terkait pembangunan residensial itu.
Padahal, konstruksi pembangunan The Start Up Island sudah mulai berjalan.
"Dulu pantai di sepanjang pantai barat Pulau Karimun itu kami gunakan untuk menanam rumput laut, aktivitas kita di situ lalu lalang lah, juga jadi area penggembala. Setelah dipagar ya sudah betul-betul enggak bisa," pungkasnya.
(*)