PKS Sukoharjo Tegas Tolak Presiden 3 Periode, Kini Panasi Mesin Sambut Pemilu 2024

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukoharjo, sudah mamanasi mesin partai menyongsong Pemilu 2024.

Walaupun santer beredar soal wacana Presiden tiga periode, PKS mengaku tetap tancap gas. 

Ketua DPD PKS Sukoharjo, Sigit Budi Raharjo mengatakan, proses penjaringan sudah berjalan.

Baca juga: Rapat di Kandang Banteng, Kader Gerindra Solo Raya Diminta Bergerak Agar Prabowo Presiden 2024

Baca juga: Presiden BEM Vokasi UNS Tanggapi Vonis 2 Tahun Terdakwa Diklatsar Menwa : Tak Puas & Sangat Kecewa

"Nama-nama yang masuk sudah kita terima, dan kita sampaikan ke DPW, lalu diteruskan ke DPP untuk mendapatkan SK penjaringan," kata dia, Minggu (10/4/2022).

"Setelah itu, SK penjaringan akan dikembalikan ke DPD untuk proses penyaringan," tambahnya.

Dalam proses penjaringan sendiri, DPD PKS Sukoharjo menargetkan 200 persen dari kuota masing-masing Dapil.

Angka tersebut akan mengkrucut saat proses penyaringan sesuai kuota pada tiap Dapil di Kabupaten Sukoharjo.

Target tinggi ditetapkan DPD PKS Sukoharjo dalam Pileg 2024 mendatang.

Baca juga: Heboh Isu Soal Jabatan Presiden Tiga Periode, Jokowi Akhirnya Buka Suara

Pasalnya, dalam Pileg 2019 lalu, DPD PKS Sukoharjo sukses besar mendapatkan 5 kursi.

"Dalam Pileg pertama, kita dapat 1 kursi, lalu berikutnya 5 kursi, kemudian turun jadi 4 kursi, bahkan pemilu berikutnya kita dapat 1 kursi, dan ini kita bisa dapat 5 kursi lagi," ujarnya.

"Kita ingin pada Pemilu berikutnya kita tak ingin jatuh lagi. Harapannya ada penambahan kursi di masing-masing Dapil," imbuhnya.

Sigit mengatakan, pada Dapil 1, 3, dan 5 berpotensi ada penambahkan kursi pada Pileg 2024 mendatang.

Menanggapi aksi demo Mahasiswa 11 April 2022 terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode, dia beranggapan hal itu tidak sesuai konstitusi.

"Sikap PKS jelas, kita menolak 3 periode. Karena itu bertentangan dengan konstitusi dan Undang-undang Dasar, dan ini harus ditolak," pungkasnya. (*)