Berita Klaten Terbaru
Rebutan Gunungan Ketupat di Jimbung Klaten: Warga Percaya, Ketupat yang Ditanam Bikin Tanahnya Subur
Sempat vakum dua tahun karena pandemi, kini Kenduri Ketupat digelar lagi di Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Kabupaten Klaten, Senin (9/5/2022).
Penulis: Ibnu Dwi Tamtomo | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo
TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Sempat vakum dua tahun karena pandemi, kini Kenduri Ketupat digelar lagi di Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Kabupaten Klaten, Senin (9/5/2022).
Pantauan TribunSolo.com di lapangan, ratusan orang tumplek blek mengikuti acara demi acara yang di antaranya memperebutkan gunungan ketupat.
Dalam sekejap tak ada beberapa menit, gunungan ketupat yang dianggap membawa berkah itu, ludes diperebutkan oleh para warga.
Tidak hanya orang dewasa namun anak-anak juga berebut untuk mendapatkan ketupat tersebut.
Salah satunya Risma (9) yang tinggal di Kecamatan Bayat.
Dia bersama ayah dan ibunya datang sejak pukul 08.00 WIB, meski acara dimulai 09.20 WIB.
"Datang sama ibu sama ayah, buat ikut rebutan gunungan ketupat," jelasnya.
Begitu juga Sulis (28) warga Kecamatan Gantiwarno, mengaku rela berdek-desan untuk mendapatkan gunungan ketupat tersebut.
Dirinya percaya dengan tradisi yang ada jika mendapatkan bagian dari gunungan ketupat tersebut akan mendapatkan berkah.
Baca juga: Uniknya Bakdan Sapi yang Hanya Ada di Boyolali : Sebelum Diarak Kampung, Sapi-sapi Sarapan Ketupat
Baca juga: Tradisi Andum Ketupat di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, 2 Ribu Ketupat Ludes Dalam 30 MeniĀ
"Ini saya dapat 3, nanti akan saya tanam di sawah, pesannya simbah seperti itu, katanya biar subur dan sawahnya berkah," ungkapnya.
"Saya ke sini karena memenuhi permintaan simbah, katanya kalau ditanam di sawah bisa subur dan berkah," jelasnya.
Meski mendapat ketupat, dirinya sempat kecewa lantaran jumlah gunungan ketupat hanya sedikit.
Namun ia mengaku senang karena bisa memenuhi permintaan sang nenek.
Sempat Vakum karena Pandemi
Ketua Panitia Kenduri Ketupat Desa Jimbung, Widodo mengatakan, acara itu sempat vakum selama dua tahun kerana larangan berkerumun.
"Hari ini kita melakukan Kenduri Ketupat, setelah 2 tahun selama pandemi tidak kita laksanakan," ujar dia.
Kegiatan tersebut pada mulanya bernama sebar ketupat atau kirab ketupat sebelum dikenal masyarakat sebagai kenduri ketupat.
"Perubahan nama itu karena hilangnya salah satu rangkaian acara, yakni tidak ada kirab gunungan seperti yang lalu," jelasnya.
Selain itu jumlah gunungan yang disediakan juga berkurang jauh dari biasanya.
"Untuk jumlah gunungan yang disediakan juga berbeda, kalau dulu itu kita libatkan setiap RW untuk membuat satu gunungan yang jumlahnya sekitar 29 gunungan, tapi tahun ini simbolis saja," ungkapnya.
Baca juga: Warga Sekampung di Sragen Jadi Perajin Selongsong Ketupat: Turun Temurun Sejak Puluhan Tahun Lalu
Baca juga: Perajin Ketupat Tak Lagi Muram, Kini Bakda Kupat di Sragen Bawa Berkah, Setengah Hari 500 Buah Habis
Dalam satu gunungan ketupat terdiri dari 60 hingga 70 ketupat, selain itu ada lauk berupa sambal goreng.
Dirinya berharap agar tahun depan tidak hanya kenduri ketupat namun tradisi kirab ketupat dapat diselenggarakan seperti sedia kala.
Sebagian masyarakat Islam di Indonesia menggelar tradisi Lebaran Ketupat yang digelar sepekan setelah perayaan hari raya Idul fitri.
Ketupat sendiri dimaknai warga sebagai ungkapan permohonan maaf.
Dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Laku papat artinya empat tindakan.
"Diharapkan dari pengakuan kesalahan dan memohon maaf dengan hati bersih, tali persaudaraan semakin erat, tidak ada dendam hingga akhir hayat," harap dia. (*)