Polisi Tembak Polisi

Dokter Spesialis Forensik Ungkap Kerumitan Proses Autopsi Ulang Jenazah Brigadir J : Harus Teliti

Nasib Mangoloi Situmorang mengungkapkan kerumitan dalam proses autopsi jenazah Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
KOMPAS.com/SUWANDI
Para tim penggali kubur dari ormas Pemuda Batak Bersatu (PBB) baru mencangkul pusara Brigadir J untuk mengangkat peti jenazah guna kebutuhan otopsi ulang. Para petugas kepolisian berjaga di luar garis polisi agar warga tidak mendekat, Rabu (27/7/2022). 

TRIBUNSOLO.COM -- Dokter Spesialis Forensik dari Medan, Nasib Mangoloi Situmorang mengungkapkan kerumitan dalam proses autopsi jenazah Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

Ia sendiri mengatkan perjalanan kasus Brigadir J ini cukup unik.

Hal itu lantaran ekshumasi atau penggalian kubur Brigadir J dilakukan setelah dilakukan autopsi pertama.

"Beruntung sekali, jenazah (Brigadir J) diformalin artinya ada proses pengawetan. Sehingga proses pembusukan diperlambat," ungkap Nasib dalam wawancara bersama Kompas TV Live, Rabu (27/7/2022).

Baca juga: Kesaksian Penggali Makam, Sempat Lihat Sekilas Jenazah Brigadir J, Begini Kondisinya

Nasib menyebut pemberian formalin ini bisa memperlambat proses pembusukan yang diharapkan luka-luka dalam tubuh jenazah masih dapat diamati dengan jelas.

Dia lantas menilai, proses autopsi ulang akan lebih rumit dibanding otopsi pertama.

Kerumitan pada autopsi ulang, kata Nasib, disebabkan oleh kondisi jenazah.

"Otopsi pertama itu keadaan jenazah masih fresh, organnya masih fresh. Jadi saat kita melakukan otopsi pertama, masih nampak organnya dan masih terlihat luka itu dengan benda yang mengenainya, dan hubungannya masih bisa kita ikuti," jelas Nasib.

Baca juga: Brigjen Hendra Kurniawan Bantah Larang Keluarga Buka Peti Jenazah Brigadir J, Ini Klarifikasinya

Nasib memberi contoh, misalnya ada luka tembak di tubuh jenazah.

Ketika dilakukan autopsi, dokter forensik dapat melihat arah peluru.

"Kalau (jenazah) masih baru, kita bisa mengikuti arah pelurunya. Kalau ada lima (tembakan), kita bisa tahu peluru mana yang mematikan," sambung dia.

"Namun kalau sudah diotopsi pertama, kemudian diotopsi lagi, bisa jadi organ sudah tidak tersusun rapi. Dan untuk mencari arah proyektil (peluru) akan lebih rumit."

Menurut dia, diperlukan ketelitian dan kehati-hatian bagi para ahli yang melakukan pemeriksaan.

Terlebih pemeriksaan setiap organ harus dilihat satu persatu dengan lebih detail. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved