Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kasus ACT

PPATK Sebut Para Petinggi ACT Selewengkan Uang Lebih Banyak: 50 Persen Mengalir ke Kantong Pribadi

Setengah dari jumlah tersebut mengalir ke kantong pribadi atau entitas yang masih terafiliasi pihak-pihak di ACT.

Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh
dok. ACT via TribunnewsBogor.com
Logo baru ACT diluncurkan pada Senin (28/9/2020). Aksi Cepat Tanggap (ACT) kini jadi sorotan setelah diduga lakukan pelanggaran dana umat. 

TRIBUNSOLO.COM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, jumlah dana masyarakat yang diduga diselewengkan oleh para petinggi dan mantan  petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ternyata lebih banyak dari yang selama ini  diungkapkan polisi.

Menurut PPATK, dana yang masuk ke rekening milik Yayasan ACT mencapai Rp 1,7 triliun.

Setengah dari jumlah tersebut mengalir ke kantong pribadi atau entitas yang masih terafiliasi pihak-pihak di ACT.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Kota Solo Jumat 5 Agustus 2022: Siang Hari hingga Sore Cuaca Cerah dan Panas

Nilainya hampir separuh dari dana masuk atau sekitar Rp 850 miliar. 

”Jadi PPATK melihat ada Rp 1,7 triliun uang mengalir ke ACT,

dan kita melihat lebih dari 50  persennya itu mengalir entitas yang terafiliasi kepada pihak-pihak pribadi,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana usai bertemu Menteri Sosial Tri Rismaharini di kantor Kementerian Sosial  (Kemensos), Kamis (4/8/2022). 

Ivan tidak merinci durasi waktu transaksi ACT yang dipantau PPATK itu.

Baca juga: Ramalan Zodiak Jumat 5 Agustus 2022: Cancer Luangkan Waktu untuk Berdoa, Sagittarius Manjakan Dirimu

Ia hanya menyebut  bahwa sudah ada 843 rekening terkait ACT yang sudah diblokir.

Termasuk rekening Koperasi Syariah 212 yang diduga turut menerima aliran dana Rp 10 miliar dari ACT.

“Sudah kami blokir.  Sudah diblokir,” kata Ivan.

Terkait entitas yang terafiliasi pengurus ACT, PPATK juga turut memantau.

Menurut Ivan, para pihak itu diduga mempunyai sejumlah usaha yang kemudian menerima dana dari ACT.

Dana itu  kemudian diduga dipakai untuk keuntungan pribadi.

”Kelompok-kelompok kegiatan usaha di  bawah entitas A ini, itu dimiliki oleh terafiliasi kepada para pemilik di A tadi.

 Jadi kita melihat ada  kepentingan itu buat pembayaran kesehatan, buat pembelian vila, pembelian apa, pembalikan  rumah, pembelian aset dan segala macam yang memang tidak diperuntukkan untuk  kepentingan sosial," ungkap Ivan.

Baca juga: Donasi dari Masyarakat Dipangkas Sebesar Rp 450 Miliar oleh ACT untuk Biaya Operasional Pengurus

Tak hanya ACT, Ivan menyebut ada ratusan yayasan lain yang diduga melakukan modus serupa.

Dalam pantauan PPATK setidaknya ada 176 yayasan lain yang diduga melakukan  penyelewengan dana seperti ACT.

”Ada 176 entitas yayasan lainnya yang kemudian kami  serahkan kepada Beliau [Menteri Sosial, Tri Rismaharini] untuk diperdalam, selain yang terkait  dengan kasus yang sedang marak sekarang yang ditangani oleh teman-teman Bareskrim," kata  Ivan.

Dia mengatakan, 176 lembaga ini bekerja seperti layaknya ACT.

Menghimpun dana, dan diduga penggunaannya tak seperti seharusnya.

"Jadi kita masih menduga ada lembaga-lembaga lain yang memiliki kegiatan serupa (dengan ACT) dan status himpunan tadi salah satu di antaranya,  kurang lebih seperti itu.

Rata-rata memang modusnya adalah sama ya, penggunaan dana yang  dihimpun dari publik itu tidak sesuai dengan peruntukan mestinya.

Ada yang lari ke pengurus,  kemudian ada yang lari ke entitas hukum yang dibentuk oleh para pengurus, itu," sambung dia.

 
Dia menegaskan, pengelolaan dana oleh yayasan-yayasan tersebut diduga tidak diperuntukkan sebagaimana mestinya.

Jadi, kita melihat pengelolaan dana itu tidak selalu dipergunakan untuk  kepentingan-kepentingan yang sesungguhnya, sesuai dengan amanat yang disampaikan  kepada Kemensos.

Kurang lebih seperti itu, ya," ungkap dia, tanpa merinci yayasan-yayasan  yang dimaksud.

Ivan mengatakan data entitas tersebut sudah disampaikan ke Kemensos untuk didalami.

Data tersebut juga sudah diserahkan kepada penegak hukum terkait.

"Itu sudah kami serahkan ke  beberapa penegak hukum yang kemungkinan akan bertambah lagi dengan yayasan-yayasan  lainnya," kata Ivan.

Imbauan Kemensos

Terkait merebaknya kasus penyelewengan dana sumbangan masyarakat oleh yayasan sosial seperti yang dilakukan ACT, Kemensos menawarkan pembentukan satuan tugas (satgas) untuk  memantau yayasan atau lembaga-lembaga pengelola dana publik untuk kepentingan sosial.

”Jadi nanti akan segera kita bentuk Satgas bersama antara Kemensos dengan PPATK terkait bagaimana Yayasan PUB dan segala macam ini bisa dikelola dengan benar, diawasi dengan  benar, secara prudent, kemudian memiliki akuntabilitas sehingga masyarakat terlindungi. Tidak  lagi terjadi kasus yang seperti kita baca selama ini yang sudah ditangani oleh kepolisian," ucap  Ivan.

Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, ia sebenarnya sudah pernah berjanji menggandeng PPATK untuk memantau aliran dana sosial.

 
Termasuk juga soal pengelolaan dana oleh Yayasan penyalur dan penghimpun bantuan sosial.

”Saya pernah statement ke teman-teman media bahwa kami juga akan menggandeng PPATK. Dan alhamdulillah kemudian Kepala PPATK, ini kemudian mendengar perkataan saya dan kemudian Beliaunya hari ini itu selain kami silaturahmi, kami punya kesepakatan, kami akan membuat Satgas bersama,” kata Risma.

Risma mengatakan, Satgas tersebut dibentuk sebelum ada MoU secara resmi. Sebab, lanjut dia, MoU menyita waktu lama. Harus melengkapi administrasi-administrasi, padahal  pemantauan aliran Yayasan sosial ini sudah genting.

“Seperti dulu yang saya janjikan ke teman-teman, nanti ada tim kita dengan timnya PPATK yang akan bekerja sama sebelum MoU. Karena kan MoU itu, kan, biasanya ada administrasi-administrasi, form kata-kata dan sebagainya itu, kan, lama,” kata Risma.

Risma beranggapan gerak cepat ini perlu dilakukan. Karena PPATK telah menyerahkan dokumen izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB).

”Hari ini PPATK menyerahkan dua  dokumen: satu tentang dokumen PUB, ada 176 yang nanti akan saya lihat. Belum saya buka,  belum saya buka saya harus pelajari kemudian dan ada internal,” ungkap Risma. (*)

(Tribunnews.com)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved