Berita Nasional
Kenapa Harga Telur Naik? Mendag Zulkifli Hasan Sebut karena Bansos, Pengamat Ungkap Fakta Berbeda
Harga telur ayam di sejumlah wilayah Indonesia naik ugal-ugalan. Ini dua versi pemicunya menurut Mendag Zulkifli Hasan dan pengamat.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM -- Harga telur ayam di sejumlah wilayah Indonesia naik ugal-ugalan.
Bagaimana tidak? Dari data di laman Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, harga telur ayam di tingkat pengecer naik sebesar Rp 6,83 persen hingga 26 Agustus 2022.
Tak hanya itu, harga telur ayam di beberapa daerah luar Jawa bahkan menyentuh angka Rp 35.000 per kilogram.
Baca juga: Harga Telur Ayam di Karanganyar Sudah Tembus Rp 30 Ribu/Kg, Padahal Biasanya Hanya Rp 20 Ribu/Kg
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan ungkap pemicunya
Mengenai harga telur ayam, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan awal pekan sempat menyebut kenaikan yang terjadi saat ini tidak parah.
Zulkifki Hasan juga agar masyarakat tidak terlalu memikirkan dan meributkan kenaikan harga telur ayam ini.
"Oh itu (kenaikan harga) enggak seberapa kok. Jangan diributkan yah," ujarnya di Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Tuding Harga Telur Melonjak Gegara Bansos, Kemensos Membantah : Tak Ada Kaitan
Namun fakta berbeda disampaikan Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Indonesia (PPRN), Alvino Antonio sebelumnya menyatakan, harga telur ayam naik tertinggi sepanjang sejarah.
Menurut Alvin, kenaikan harga telur ayam di pasar didorong oleh kenaikan harga di tingkat peternak.
Zulkifli Hasan sendiri sempat menilai bahwa kenaikan harga telur ayam kali ini dipicu oleh bantuan sosial (bansos) Kementerian Sosial (Kemensos).
Ia mengatakan, pengadaan untuk bansos tersebut membuat permintaan telur ayam terus melonjak.
Apalagi, bansos baru cair setelah 3 bulan lamanya.
Baca juga: Pecah Rekor, Harga Telur Ayam di Boyolali Tembus Rp31 Ribu per Kg! Diprediksi Bakal Terus Melejit
"Ini rapel uangnya (uang bansos) tiga bulan agak banyak, jadi ada permintaan selama lima hari mendadak, pasar kurang pasokannya. Biasa kalau pasokan kurang dikit, kaget, harga naik," ujar Zulhas dikutip dari Antara.
Dirinya mengungkapkan, fakta itu ia temukan setelah bertemu dengan para perwakilan pengusaha telur.
Saat pertemuan itu, pelaku usaha meminta agar skema penyaluran bansos dibuat secara periodik agar produksi dapat mencukupi permintaan.
"Sarannya, bisa tidak bansos tiap bulan karena telur itu kan tidak bisa cepat. Jadi kalau bisa tiap bulan, sehingga ketika dibelanjakan tidak ada permintaan yang mendadak banyak," jelas dia.

Pengamat ungkap hal berbeda
Sementara itu, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Azizah Fauzi mengatakan, kenaikan harga telur belakangan akibat tingginya harga jagung internasional.
Kata dia, kebutuhan jagung untuk pakan ternak masih membutuhkan impor, karena pasokan domestik belum mencukupi.
Dirinya menjelaskan, data Food Monitor dari United States Department of Agriculture (USDA) menunjukkan bahwa rata-rata produksi jagung Indonesia 2015-2020 hanya mencapai 11,5 juta ton.
Padahal tingkat konsumsi tahunannya diperkirakan melebihi 12 juta ton.
Baca juga: Serba Salah, Viral Curhat Wanita Bosan dengan Masakan Mertua: Pagi Siang Malam Dipaksa Makan Telur
Selisih antara produksi domestik dan kebutuhan ini kemudian dipenuhi dengan impor.
Ketersediaan dan harga sebuah komoditas tidak hanya bergantung pada kuantitas produksi.
Sejumlah faktor lain yang mempengaruhi ketersediaan dan harga jagung antara lain produksi jagung yang tidak stabil sepanjang tahun.
Nyaris setengah produksi jagung nasional dihasilkan pada musim tanam pertama yang bertepatan dengan musim penghujan.
"Musim tanam kedua dan ketiga masing-masing hanya menyumbang 37 dan 14 persen produksi," kata Azizah, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.
Sayangnya, Permendag Nomor 25 Tahun 2022 hanya memperbolehkan BUMN untuk impor jagung pakan ternak.
Oleh karena itu, ia menyebut pemerintah harus membuka izin keran impor jagung pakan ternak untuk swasta agar harga tetap stabil. (*)