Tragedi Kanjuruhan
Polemik Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan, Ini Beda Pendapat Polri dan TGIPF Soal Dampaknya
Ia mengetahui bahwa pada dasarnya penggunaan gas air mata adalah untuk meredam massa dan tidak bersifat mematikan.
Penulis: Tribun Network | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
TRIBUNSOLO.COM - Dampak Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada pertandingan Arema VS Persebaya Malang, 1 Oktober 2022, masih dirasakan oleh beberapa korban.
Beberapa korban masih mengalami mata merah hingga sesak napas.
Baca juga: Beberapa Gas Air Mata Ditemukan di Stadion Kanjuruhan Kadaluarsa, Polisi: Justru Kadarnya Berkurang
Kondisi ini tak lepas dari efek ditembakannya gas air mata ke arah tribune penonton.
Namun beda pendangan mengenai gas air mata justru muncul terkait kasus ini.
Dilansir dari Kompas.com, Anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, Rhenald Kasali, menegaskan bahwa tembakkan gas air mata sangat berbahaya.
Ia mengetahui bahwa pada dasarnya penggunaan gas air mata adalah untuk meredam massa dan tidak bersifat mematikan.
Namun, penerapan penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan berbeda.
Sebab, itu bisa menjadi senjata berbahaya.
“Jadi (gas air mata) bukan senjata mematikan, tetapi senjata untuk melumpukan supaya tidak menimbulkan agresivitas,” ujar Rhenald Kasali seperti yang tertuang dalam artikel KOMPAS.com berjudul "Anggota TGIPF Sebut Gas Air Mata di Tragedi Kanjuruhan Jadi Bersifat Mematikan".
“Yang terjadi (di Kanjuruhan) adalah justru mematikan. Jadi, ini tentu harus diperbaiki,” tutur dia lagi.
Baca juga: Polri Ungkap Penyebab Korban Tragedi Kanjuruhan Tewas, Klaim Bukan karena Gas Air Mata Kadaluwarsa
Pendapat berbeda disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo.
Ia mengatakan bahwa gas air mata dalam skala tinggi pun tidak mematikan.
“Penggunaan gas air mata atau dalam skala tinggi pun tidak mematikan,” ucap Irjen Dedi Prasetyo dikutip dari KompasTV.
Dedi Prasetyo menjelaskan bahwa pihak kepolisian menggunakan tiga jenis gas air mata untuk mengurai massa dalam tragedi Kanjuruhan yang terjadi usai laga Liga 1 2022-2023 antara Arema FC vs Persebaya pada 1 Oktober 2022 silam.
“Yang digunakan brimob adalah tiga jenis ini. Pertama adalah berupa (asap putih) smoke,” kata dia menjelaskan.