Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Nasional

Kemenkes Resmi Minta Apotek Berhenti Jual Obat Sirup, Imbas Merebaknya Kasus Gagal Ginjal Akut

Apotek diminta tidak menjual obat sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian oleh Kemenkes dan BPOM tuntas.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
tribunsolo.com/mardon
ILUSTRASI APOTEK. Suasana Apotek K-24 di jalan Dokter Setiabudi, Siderejo, Mangkubumen, Banjarsari, Surakarta, Sabtu (2/4/2020). 

TRIBUNSOLO.COM - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan imbauan agar apotek tidak menjual obat sirup bebas dan/atau bebas terbatas untuk sementara waktu.

Juru Bicara Kemenkes Dr Syahril dalam Press Conference Perkembangan Acute Kidney Injury di Indonesia meyampaikan pengumuman tersebut dalam kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Rabu (19/10/2022).

"Kementerian Kesehatan juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat," jelas Syahril, dikutip dari Tribunnews.com.

Baca juga: Obat Sirup Dilarang Gegara Gagal Ginjal pada Anak,Dinkes Boyolali : Apotek dan Puskesmas Wajib Ikuti

Mengenai kapan kebijakan ini berlaku, Syahril menjelaskan apotek diminta tidak menjual obat sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian oleh Kemenkes dan BPOM tuntas.

Syahril mengatakan, hal ini untuk meningkatkan kewaspadaan dalam rangka pencegahan gangguan ginjal akut.

Selain apotek, Kemenkes juga meminta kepada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan untuk sementara waktu tidak meresepkan obat-obat dalam bentuk kesediaan cair/sirup.

"Ini diambil langkah dengan maksud dugaan-dugaan ini sedang kita teliti, untuk menyelamatkan anak-anak kita, maka diambil kebijakan untuk melakukan pembatasan ini," jelasnya.

Baca juga: Warga Bayat Klaten Buat Inovasi Dawet dari Lidah Buaya, Minumnya Dicampur Sirup Jahe

Kemenkes lantas mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memberikan obat cair/sirup kepada anak tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

"Himbauannya kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi obat-obatan terutama yang berbentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan termasuk dokter," jelasnya.

"Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya," lanjutnya.

Baca juga: Belum Ada Kasus Gagal Ginjal di Sragen, Dinkes Minta Anak Dibawa ke RS Apabila Mengalami Gejala Ini

Syahril menjelaskan, sejak Agustus 2022 Kemenkes dan IDAI telah menerima laporan peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal yang tajam pada anak.

"Khususnya, anak di bawah 5 tahun," jelasnya.

"Sebelumnya kasus gangguan ginjal akut ini ada, cuma sedikit hanya satu dua setiap bulan, tetapi di akhir Agustus ini terdapat lonjakan kasus," lanjutnya.

Juru Bicara Kemenkes Dr Syahril dalam Press Conference Perkembangan Acute Kidney Injury di Indonesia yang ditayangkan YouTube Kementerian Kesehatan RI, Rabu (19/10/2022)
Juru Bicara Kemenkes Dr Syahril dalam Press Conference Perkembangan Acute Kidney Injury di Indonesia yang ditayangkan YouTube Kementerian Kesehatan RI, Rabu (19/10/2022) (YouTube Kementerian Kesehatan RI)

Kasus ini disebut Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal, menurut Syahril atipikal artinya penyebab masih dalam penelusuran atau belum diketahui.

Lebih lanjut, Syahril mengungkap hingga 18 Oktober 2022 terdapat sebanyak 206 kasus dari 20 provinsi yang melaporkan.

"Dengan tingkat kematian 99 kasus atau 48 persen, di mana angka kematian pasien yang dirawat khususnya di RSCM sebagai RS rujukan nasional ginjal itu mencapai 65 persen," paparnya.

Syahril mengungkapkan saat ini Kemenkes dan IDAI membentuk tim untuk melakukan penelusuran lebih jauh tentang kasus ini.

Dari hasil pemeriksaan, Syahril mengatakan tidak ada bukti hubungan gagal ginjal akut dengan vaksin Covid maupan infeksi Covid-19.

"Ada berita yang banyak di media sosial, ini diselidiki dan dilakukan pemeriksaan tidak ada kaitannya dengan vaksin Covid maupan infeksi Covid-19," jelasnya.

Lebih lanjut Syahril mengatakan gangguan gagal ginjal akut pada umumnya menyerang anak usia kurang dari enam sampai lima tahun.

"Sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun," paparnya.

Syahril mengungkapkan bahwa berdasarkan pemeriksanaan sampel obat yang dikonsumsi pasien, sementara ini ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan gangguan ginjal akut progresif atipikal.

"Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya," jelasnya.

Lebih lanjut, Syahril mengatakan perlunya kewaspadaan orang tua yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

Saat pemeriksaan, keluarga pasien diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.

Sebagai langkah awal untuk menurunkan fatalitas Gangguan Ginjal Akut ini, Kemenkes melalui RSCM telah membeli antidotum yang didatangkan langsung dari luar negeri.

"Untuk diberikan kepada pasien-pasien yang saat ini sedang dirawat, bukan hanya di RSCM, tetapi dirawat di seluruh rumah sakit," ungkapnya.

Kemenkes sudah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis AKI pada anak yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan dan fasyankes.

Selain itu, Kemenkes juga telah mengeluarkan surat edaran kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus AKI yang ditujukan kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasyankes, dan Organisasi Profesi.

(*)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved