Berita Solo Terbaru
Soal Pendopo Kepatihan yang Rata dengan Tanah, Pemerhati Budaya: Tanpa Izin Melanggar Hukum
Pemerhati Budaya ikut memperhatikan soal robohnya bangunan Pendopo Kepatihan Mangkunegaran. Dia menilai hal tersebut melanggar hukum.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Ryantono Puji Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Bangunan cagar budaya Pendopo Kepatihan Mangkunegaran kini telah rata dengan tanah.
Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Solo, Canggah Dalem Pakubuwono X, Kanjeng Raden Mas Tumenggung (KRMT) L Nuky Mahendranata Nagoro mengungkap tindakan ini bisa dianggap melanggar hukum.
"Bangunan itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya tahun 2014. Seharusnya ada konsultasi," terangnya.
Karena tidak melalui prosedur yang benar dalam upaya pelestarian cagar budaya, tindakan ini bisa dianggap merusak bangunan cagar budaya.
"Apalagi dirobohkan itu melanggar hukum kalau menurut saya. Karena sudah ditetapkan," tuturnya.
Bahkan, jika pihak pemilik tidak mau mengembalikan ke bentuk semula maka dapat terancam sanksi lebih berat.
"Kalau tidak mau mengembalikan secara hukum lebih berat. Karena itu juga melenyapkan bukan hanya merusak cagar budaya," jelasnya.
Dalam UU nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 66 disebutkan setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
Baca juga: Proses Konstruksi Dihentikan, Rencana Awal Pendopo Kepatihan Mangkunegaran Bukan untuk Hotel
Selanjutnya di pasal 105 disebutkan setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Jika memang tujuannya adalah pelestarian, maka harus didasarkan pada kajian ilmiah.
"Dalam suatu rekonstruksi revitalisasi bangunan cagar budaya biasanya diawali dengan penelitian dan pengamatan bagian mana yang perlu diganti," jelas Kanjeng Nuky.
Beberapa bagian perlu diperhatikan kondisinya.
"Bagian mana yang hanya perlu direvisi. Bagian mana yang dipertahankan walaupun itu sudah lama usianya," terangnya.
Hal semacam ini bukan kali pertama terjadi.
Sebelumnya juga telah ada penanganan cagar budaya yang menyalahi prosedur.
"Itu terjadi juga di Pesanggrahan Langenharjo. Itu diturunkan semua itu juga salah," tuturnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.