Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Santri Tewas di Ponpes Sragen

Kasus Santri Tewas di Sragen, Kubu Pelaku Singgung Ponpes Lepas Tangan : Ada Unsur Kelalaian

Pihak pelaku anak merasa tidak ada keadilan, jika peristiwa hukum ini hanya ditanggung satu orang saja. 

|
Tribunsolo.com/Septiana Ayu Lestari
Keluarga santri yang tewas di Ponpes Sragen bentangkan spanduk mencari keadilan untuk DWW di Pengadilan Negeri Sragen, Kamis (27/4/2023). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Kasus tewasnya DWW (14), santri asal Ngawi di Sragen oleh seniornya yakni MH (17) terus bergulir.

Kini, kubu pelaku menilai ada ketidakadilan dalam kasus ini, karena pihak pondok pesantren seolah lepas tangan.

Penasehat hukum pelaku anak, Saryoko menyatakan pihak pondok pesantren juga harus bertanggung jawab.

Menurutnya, peristiwa hukum ini tidak berdiri sendiri. 

Karena pelaku anak juga melaksanakan kegiatan program pondok, yang diakui oleh pondok juga. 

"Artinya pondok tidak bisa lepas tangan, dalam fakta hukum yang terungkap di persidangan, bahwa kegiatan yang dilakukan pelaku anak, awal dia meminta izin untuk melakukan," kata Saryoko, kepada TribunSolo.com, Selasa (2/5/2023).

Pihak pelaku anak merasa tidak ada keadilan, jika peristiwa hukum ini hanya ditanggung satu orang saja. 

Karena menurutnya ada unsur kelalaian dari pihak pengurus pondok pesantren. 

"Inilah kami selaku penasehat hukum, lalu bentuk tanggung jawab pimpinan pondok dan seterusnya dan secara hierarki, itu kan harus tetap bertanggung jawab, karena dia lalai," katanya.

Baca juga: Ini Alasan Kapolres Sragen Belum Tahan 2 Provokator di Kasus Santri Asal Ngawi yang Tewas di Ponpes

Senada, keluarga korban juga meminta agar pihak pondok pesantren juga bertanggung jawab. 

Mereka mempertanyakan pengawasan di sana mengapa kasus seperti ini bisa terjadi. 

Kuasa hukum korban, Ali Muqorobin mengatakan setelah berdiskusi, pihak keluarga juga ingin menuntut pondok pesantren tempat anaknya menuntut ilmu. 

"Kemarin kita diskusi dengan keluarga, kalau bisa keluarga juga menuntut pondok, karena dia (keluarga) juga sudah menitipkan anaknya untuk menuntut ilmu, tapi bagaimana untuk anaknya sampai seperti itu (meninggal dunia)," ujarnya.

"Terkait perlindungannya, pengawasan dari pondok itu bagaimana?," tambahnya singkat. 

Namun, untuk saat ini, pihak keluarga masih fokus agar kedua provokator dalam kasus ini segera diproses hukum. 

Pasalnya, menurut keluarga korban, ketika teman korban hendak membantu menolong korban yang sudah dalam kondisi kejang-kejang, tapi dilarang oleh kedua provokator tersebut.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved