Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo

Kisah Endang, Kena Penataan Pinggir Kali di Era FX Rudy, Terancam Diusir dari Rusunawa di Era Gibran

Ketika masa Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo, Endang merupakan salah satu penghuni rumah di pinggir kali.

Tribunsolo.com/Ahmad Syarifudin
Endang Sri Rejeki (60), penghuni Rumah Deret RM Said Keprabon terancam diusir karena telah melebihi waktu batas sewa maksimal yakni 6 tahun. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Seorang perempuan tua penghuni Rumah Deret RM Said Keprabon, Endang Sri Rejeki (60) tak menyangka akan kembali merasakan penertiban dari kebijakan kepala daerah di kotanya.

Ya, terbersit di ingatannya dulu ketika masa Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo, ia merupakan salah satu penghuni rumah di pinggir kali.

Kala itu ia mau pindah dari rumah tersebut asalkan tidak pergi dari tanah kelahirannya tersebut.

"Dulu di pinggir kali. Mau ditata tapi tidak pergi dari sini. Jamannya Pak Rudy," kata Endang, kepada TribunSolo.com, Jumat (28/5/2023).

Kini, Endang terancam diusir dari tempat tinggal yang disewanya tersebut.

Dia sudah delapan tahun menghuni rumah deret tersebut.

Asanya untuk tetap tinggal di sana menipis lantaran Pemerintah Kota Solo tengah menertibkan aturan terkait Perwali No.15 Tahun 2016.

Dimana dalam peraturan itu disebutkan maksimal penyewaan rusunawa atau rumah deret hanya sampai 6 tahun saja.

Ia pun berusaha meminta kelonggaran beserta 31 penghuni lain yang sudah melebihi masa sewa maksimal.

Baca juga: Utang Uang Sewa Penghuni Rusunawa dan Rumah Deret di Solo Capai Rp130 Juta

"Ini dikasih sampai 2024. Kalau bisa sampai 2025. Semuanya ikut," tutur Endang.

Selain menjadi tempat tinggal, rusunawa ini menjadi satu-satunya tempat Endang menyambung hidup.

Dia berjualan Cap Jae dan Mihun saat siang. Lanjut berjualan Mie Ayam dan Ayam Geprek sore hari.

"Sandang pangan kan di sini. Ini Mie Ayam sama Ayam Geprek. Kalau pagi saya buat Cap Jae, Mihun. Saya titipkan ke wedangan," katanya.

Ia sendiri mengaku bingung jika suatu saat harus hengkang dari rusunawa ini. Sebab selama ini ia tinggal sendiri. 

"Saya ya tidak punya. Tidak punya rumah tidak punya apa-apa. Di sini mata pencahariannya di sini semua. Kalau dipindah ya susah," tuturnya.

"Sendiri. Saudara di kampung semua. Pada punya rumah. Saya sendiri tidak punya rumah. Anak saya 4 sudah keluarga semua," jelasnya.

Di rusunawa ini pun ia masih harus berjuang untuk bertahan hidup.

Harga sewa memang cukup terjangkau. Namun tarif listrik menurutnya masih berat.

Baca juga: Gibran Akan Usir Ratusan Penghuni Rusunawa Solo, Alasannya Ada yang Punya Rumah dan Mobil

"Harga sewa Rp 100.000. Listriknya yang mahal. TV, kulkas, kipas angin. Sekarang saya sendirian Rp 100.000," ungkapnya.

Ia pun berharap masih bisa menempati rusunawa ini.

"Kalau saya kalau bisa seterusnya tidak pindah. Seumpamanya ya tidak tahu juga," tuturnya.

Jika harus pindah, harga sewa di hunian komersial sangat mencekik.

Apalagi ia harus kehilangan mata pencaharian.

"Nyari kontrakan juga susah. Satu bulan Rp 500-Rp 600 sepetak. Bahkan Rp 1 juta. Kaya aku apa ya kuat. Tidak bisa cari makan di sini," ungkapnya.

Ia sendiri mengakui ada beberapa orang yang perlu dipertanyakan keabsahannya menghuni rusunawa ini.

Pasalnya, mereka punya mobil sehingga sulit dikategorikan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Ada mobil 2 orang. Tidak semua orang punya mobil," terangnya.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved