Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sritex Dinyatakan Pailit

Tim Kurator yang Tangani PT Sritex Tolak Skema Kelangsungan Usaha, Bakal Tempuh PHK

Kasus soal PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, dinyatakan Pailit pada Oktober 2024 Silam, kini terus ditangani pihak terkait.

TribunSolo.com/Anang Maruf
Potret pabrik PT Sritex yang telah diputuskan pailit terhitung dari tanggal 21 Oktober 2024. 

TRIBUNSOLO.COM - Kasus soal PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, dinyatakan Pailit pada Oktober 2024 Silam, kini terus ditangani pihak terkait.

Diketahui terdapat empat perusahaan yang tergabung dalam Sritex Grup, yaitu PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Pantja Djaya, yang resmi dinyatakan pailit.

Baca juga: Kini Diredam Wamenaker, Puluhan Ribu Buruh Sritex Sukoharjo Bakal Serbu Jakarta Jika Audiensi Gagal

Pengadilan Niaga telah menunjuk tim kurator di antaranya Denny Ardiansyah, Nurma C.Y. Sadikin, Fajar Romy Gumilar, dan Nur Hidayat untuk menangani kasus ini.

Diketahui total tagihan utang yang didaftarkan ke kurator mencapai Rp 32,6 triliun.

Setelah sekian lama sejak PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk, dinyatakan Pailit, Tim Kurator yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga akhirnya buka suara.

Dilansir dari Kompas.com, Mereka menggelar konferensi pers di All Stay Hotel Semarang pada Senin (13/1/2025) malam.

Dalam kesempatan tersebut, Denny Ardiansyah menekankan bahwa melanjutkan operasional pabrik yang tidak menguntungkan dengan skema going concern bukanlah pilihan yang tepat.

"Nyatanya di dalam laporan keuangan di bulan Juni pun di situ proses produksi dan penjualan dari para debitur ini mengalami kerugian yang sangat besar sekali. Itu siapa yang nanggung, itu yang kami khawatirkan," ungkapnya.

Selain utang sebesar Rp 32,6 triliun, perusahaan afiliasi Sritex Grup juga mendaftarkan tagihan sebesar Rp 1,2 triliun.

"Oleh karena itu, dengan melihat juga beban utang dengan ekuitas dengan asetnya, saya kira langkah pemberesan itu adalah langkah yang tepat untuk saat ini," ujar dia.

Tim kurator yang menangani kepailitan PT Sritex
Tim kurator yang menangani kepailitan PT Sritex, terdiri dari Denny Ardiansyah, Nurma C.Y. Sadikin, Fajar Romy Gumilar, Nur Hidayat menggelar konferensi pers di All Stay Hotel Semarang, Senin (13/1/2025) malam.

Baca juga: Blak-blakan Buruh Sritex Sukoharjo Soal Penundaan Aksi Damai: Pemerintah Dukung Kelangsungan Usaha

Rencana PHK buruh PT Sritex

Denny menilai bahwa langkah pemberesan adalah pilihan yang lebih tepat saat ini, mengingat beban utang yang sangat besar dibandingkan dengan ekuitas dan aset perusahaan.

Tim kurator saat ini akan memfokuskan perhatian pada penanganan aset terlebih dahulu sebelum menyusun rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak mengabaikan hak-hak para buruh.

"Kemudian terkait dengan PHK tadi penerapannya mungkin nanti kami akan formulasikan bersama kurator dan kita juga akan melihat bagaimana ke depannya kami mengamankan terlebih dahulu dari aspek pailit," lanjut Nurma yang merupakan tim kurator lain.

Namun, tim kurator mengaku belum menguasai seluruh aset pailit karena adanya intervensi yang menghambat tugas mereka.

Nurma juga menyatakan belum mengetahui jumlah pasti karyawan yang akan terdampak PHK, meskipun total karyawan dari sejumlah perusahaan tersebut mencapai 11.271 orang.

"Kami juga belum mendapatkan detail berapa daftar karyawan yang memang terdaftar karena kami belum mendapatkan data yang jelas sampai saat ini," tambahnya.

Sementara itu, Nanang Setiyono, seorang karyawan PT Bitratex Industries yang telah bekerja sejak 1992, mengungkapkan bahwa sebagian besar karyawan di pabriknya sepakat untuk meminta PHK.

Mereka berharap dapat menerima pesangon yang layak dan hak lainnya sebagai buruh.

"Kondisi Sritex itu kalau diberikan kesempatan going concern kami meyakini pekerja PT Bitratex tidak akan bisa dipekerjakan lagi, kenapa? Karena jauh hari sebelum dipailitkan, sejak 2022 sudah di PHK 50 persen dari jumlah karyawan," jelasnya.

Ketua DPW Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Jawa Tengah ini menegaskan bahwa keputusan untuk meminta PHK bukanlah hal yang diambil secara sembarangan.

"Kedengarannya aneh karyawan kok minta PHK, ini bukan hal yang asal kami putuskan, tapi dengan pertimbangan baik itu yuridis maupun sosilogis," tandas Nanang.

(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved