Imlek 2025
Tradisi Rayahan 'Nian Gao' di Grebeg Sudiro : Hapus Stigma Solo Kota Sumbu Pendek jadi Kota Toleran
Terdengar pekik tawa dan celotehan warga yang rela berdesak-desakan demi menyaksikan salah satu rangkaian Grebeg Sudiro 2025.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Hanang Yuwono
Gelar Solo sebagai Kota Toleran diberikan oleh lembaga internasional peraih Nominasi Nobel Peace Prize, Visions of Peace Initiative (VOPI) pada medio 2024 lalu.
Penghargaan ini sejalan dengan Setara Institute, organisasi perintis pembela kebebasan beragama di Indonesia, yang sebelumnya sudah menetapkan Solo sebagai salah satu kota toleran di Indonesia.
Survei Kota Solo sebagai kota toleran menyasar responden di sekolah-sekolah dan masyarakat setempat di Solo. Hasil survei pun telah diverifikasi tim dari Amerika Serikat pada tanggal 25 Mei-2 Juni 2024 di Solo.
Fakta ini pun turut mengaburkan Kota Solo yang memiliki catatan kelam konflik di masa lalu sebagai wilayah multietnis. Generasi sebelum 1990-an pernah merasakan bagaimana konflik dengan isu rasialis pernah mendera Kota Solo pada 1998.
Saat itu di Solo, konflik muncul disebut-sebut karena adanya provokator lokal yang menimbulkan bentrokan dan korban fisik.
Tokoh masyarakat, pengusaha dan petinggi di Perkumpulan Masyarakat Surakarta, salah satu organisasi Tionghoa tertua di Kota Surakarta, Sumartono Hadinoto, menceritakan bagaimana Kota Solo berbenah dari stigma kota sumbu pendek jadi kota paling toleran di Indonesia.

"Di usia 70 tahun, saya tidak pernah pindah dari Solo, sudah mengalami tiga kali konflik. Tahun 65 G30SPKI saya masih SD, waktu itu saya merasa mencekam. Yang kedua tahun 80an, tapi (konflik) enggak terlalu lama, cuma dua hari mereda. Dan yang terakhir tahun 1998, yang terakhir ini saya sudah dewasa," kata pria yang karib disapa Martono ini.
Martono menyebut saat itu dirinya mendapat cerita jika Solo tidak pernah ada kasus rasialis. Namun, faktanya seringkali konflik muncul dari Solo.
Di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Wali Kota Solo, dan FX Rudy, perlahan pemerintah kota mulai berupaya menghapus stigma sumbu pendek itu.
"Solo sekarang tidak boleh ada konflik, jika dulu sumbu pendek dan barometer politik, maka sumbunya pun (kini) sudah dihilangkan," kata Martono.
Akhirnya dia memahami jika konflik di Solo adalah konflik yang dikendalikan pihak tertentu dan sarat politis.
Pembenahan mewujudkan Kota Solo yang toleran pun diwujudkan oleh berbagai pihak, antara swasta dengan pemerintah daerah. Mereka memperbanyak event multikultural di Kota Solo, terutama saat perayaan hari besar keagamaan.
Salah satunya adalah event Grebeg Sudiro yang sudah terselenggara selama 17 tahun berturut-turut.
"Sejak reformasi, kami membuat (perayaan) Imlek dan Grebeg Sudiro sudah 17 tahun, ini betul-betul membranding sesuai visi misi kami panitia Imlek. Satu membranding Solo sebagai Kota Bhinneka atau Toleransi, kedua Solo menjadi kota destinasi Imlek. Ketiga selalu berdampak multievent membuat UMKM bertambah rezeki," ungkap Martono.
Ya, menurut Martono, momen Imlek merupakan medium penuh kehangatan untuk menyatukan perbedaan tanpa sekat antarpemeluk agama. Di event ini, semua pemeluk agama dan etnis saling gotong royong menciptakan perayaan yang meriah tanpa membeda-bedakan satu sama lain.
Asal Usul Cap Go Meh : Tahun ini Diperingati pada 12 Februari, Istilah Cap Go Meh Cuma di Indonesia |
![]() |
---|
Lontong Cap Go Meh Ny Liem di Solo yang Hanya Dijual Setahun Sekali, Diyakini Bikin Panjang Umur |
![]() |
---|
Di Perayaan Imlek 2025 di TMII, Wapres Gibran Sebut Miliki Shio yang Sama dengan Presiden Prabowo |
![]() |
---|
Wapres Gibran Bahas Soal Shio di Perayaan Imlek 2025 TMII Jakarta Timur, Singgung 3 Shio Beruntung |
![]() |
---|
Daftar Shio yang Harus Berhati-hati di Tahun Ular Kayu : Shio Babi Waspadai Bulan Februari |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.