Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Sragen

Asal-usul Kaliyoso di Kalijambe Sragen : Dulunya Hutan Belantara yang Dihuni Hewan Buas

Warga setempat sering menyebut Dukuh mereka dengan sebutan Kaliyoso Jogopaten yang berjarak 15 km dari Kota Solo.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Septiana Ayu
IKON KALIYOSO - Tugu Dukuh Kaliyoso, Desa Jetiskarangpung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Sabtu (9/4/2022). Berikut ini asal-usul Kaliyoso Sragen yang dulunya merupakan kawasan hutan belantara. (TribunSolo.com/Septiana Ayu) 

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Kalioso atau Kaliyoso merupakan satu daerah yang masuk wilayah administrasi Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.

Tetapi ketika masih berada di naungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kaliyoso juga mencakup wilayah Kalijambe, Kabupaten Sragen.

Kaliyoso sendiri mungkin cukup familier bagi warga yang melintas Jalan Solo-Purwodadi.

Baca juga: Sejarah Bebek Goreng H. Slamet, Kuliner Legendaris Sukoharjo yang Kini Buka Banyak Cabang

Di Sragen sendiri terdapat Dukuh Kaliyoso, di Desa Jetiskarangpung, Kecamatan Kalijambe.

Warga setempat sering menyebut Dukuh mereka dengan sebutan Kaliyoso Jogopaten yang berjarak 15 km dari Kota Solo.

Nama Kaliyoso Jogopaten ternyata memiliki makna tersendiri, yang erat kaitannya dengan penyebaran agama Islam di kawasan utara Solo.

Sesepuh Dukuh Kaliyoso, H Rubhan menceritakan awalnya dukuhnya itu adalah hutan belantara yang kemudian disebut sebagai Alas Jogopaten.

Baca juga: Sejarah Serabi Notosuman, Ikon Kuliner Legendaris Solo, Ternyata Awalnya Hendak Dibikin jadi Apem

Lokasinya tak jauh dari Museum Sangiran, tempat ditemukannya fosil-fosil hewan yang berukuran raksasa.

"Jogopaten dekat dengan Museum Sangiran yang menunjukkan bahwa daerah sini adalah alas yang luas, ditemukan banyak fosil yang berukuran besar-besar, ada gading berukuran 4 meter," katanya kepada TribunSolo.com beberapa waktu lalu.

"Di sini dulu itu masih hutan belantara, banyak dihuni hewan-hewan besar dan buas," tambahnya.

Orang dulu percaya, jika ingin masuk ke hutan tersebut harus siap mati.

"Kalau orang masuk alas Jogopaten itu kemudian dikenal meninggal, bukan seperti itu, karena dulu banyak hewan buas, makanya disebut Jogopaten apabila masuk bisa saja nyawanya terancam," jelasnya.

Baca juga: Asal-usul Desa Makamhaji di Sukoharjo, Ternyata Ada Kisah Tragis di Baliknya

Walaupun terkenal angker, kawasan Alas Jogopaten akhirnya dapat dijamak oleh manusia.

Waktu itu, seorang pemuda ahli agama Islam asal Klaten datang ke alas Jogopaten setelah diutus oleh Sri Susuhunan Pakubuwono IV.

Orang tersebut adalah Bagus Turmudi, yang datang ke Alas Jogopaten dengan nama Kyai Abdul Djalal I.

Sumber: TribunSolo.com
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved