Politikus PDIP Kritik Keras MK Soal Putusan Pemilu Tak Lagi Serentak: Ini Kejahatan Serius
Politisi PDIP menyoroti putusan MK soal pemilu yang tak lagi serentak. Dia menganggap ini sebuah kejahatan.
Penulis: Tribun Network | Editor: Ryantono Puji Santoso
TRIBUNSOLO.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) kini sedang disorot.
Ini terkait dengan putusan pemilu tak lagi serentak.
Putusan ini tertuang dalam putusan MK Nomor 135/PUU-XXI/2024.
Jadi, pemilu nasional dan daerah berdasarkan putusan itu digelar terpisah.
Kritik keras datang dari Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Arteria Dahlan.
Arteria Dahlan menuding putusan ini sudah tidak benar.
Para hakim MK disebut sudah menyalahgunakan kewenangan.
Minta Masyarakat Laporkan Hakim
Arteria Dahlan meminta masyarakat untuk melaporkan hakim yang membuat putusan itu ke polisi.
Bila perlu, laporan dilakukan di setiap kecamatan di Indonesia.
Ini untuk menindaklanjuti dugaan penyimpangan putusan MK.
“Kalau perlu disidangkan itu MK sembilan orang. Kalau perlu disadap. Iya dong. Nggak bisa. Ini bukan kosong-kosongan,” ujar Arteria dalam diskusi publik yang digelar Partai Golkar di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Kamis (24/7/2024).
“Kalau perlu di setiap DPC, di setiap kantor-kantor kecamatan bikin laporan. Pegel itu. Kapok itu. Gak ada lagi yang namanya akrobat-akrobat hukum,” lanjutnya.
Baca juga: Revisi UU MK : Demokrasi Tidak Cukup dengan Pemilu
Arteria berpandangan MK sudah melewati batas sebagai negatif legislator.
Kini, MK disebutnya telah menjadi agresif legislator karena memutuskan hal-hal di luar kewenangannya atau ultra petita.
Arteria Dahlan bahkan menuding MK telah menciptakan norma baru yang seharusnya merupakan domain legislatif.
Ia juga menyinggung konsep UNCAC atau United Nations Convention Against Corruption yang menyatakan meski tidak menerima uang, hakim bisa dianggap melakukan korupsi apabila memperoleh pengaruh.
“Anda nggak dapat uang tapi dapat pengaruh. Sama aja. Itu bagian dari korupsi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Arteria Dahlan menyebut bahwa putusan MK dalam perkara 135/PUU-XXI/2024 yang membatalkan keserentakan pemilu lokal dan nasional merupakan bentuk dari manipulasi hukum dan berbahaya bagi keutuhan NKRI.
“Ini kejahatan serius. Kalau kejahatan terhadap ketatanegaraan itu hukumannya mati. Nggak ada urusan,” ucapnya.
Putusan MK
Putusan MK soal pemilu tak lagi serentak ini dibacakan dalam sidang perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Isi dari putusan ini adalah pemilu akan dibagi menjadi dua tahap:
- Pemilu nasional
- Pemilu lokal (daerah)
Pelaksanaan pemilu ini ada jeda maksimal dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan.
Pemilu Nasional mencakup:
- Pemilihan presiden dan wakil presiden
- Anggota DPR RI
- Anggota DPD RI
Pemilu Lokal mencakup:
- Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
- Bupati dan Wakil Bupati
- Wali Kota dan Wakil Wali Kota
- Anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota
MK menyatakan pelaksanaan seluruh jenis pemilu dalam satu waktu menimbulkan berbagai persoalan teknis, beban kerja, dan berisiko menurunkan kualitas demokrasi.
“Terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
MK menilai ketentuan dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu serta Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945, jika dimaknai sebagai keharusan menggelar seluruh pemilu pada waktu yang bersamaan.
Norma hukum terkait teknis pelaksanaan pemilu, menurut MK, wajib disesuaikan dengan penafsiran baru ini.
Pemerintah, penyelenggara pemilu, dan legislatif diminta segera menyiapkan regulasi teknis dan kalender pemilu yang menyesuaikan dua tahap penyelenggaraan tersebut. (*)
Artikel ini diolah dari Tribunnews.com dengan judul MK Putuskan Pemilu dan Pilkada Tak Lagi Serentak, Kini Dibagi Lokal dan Nasional, Apa Maksudnya? dan Arteria Dahlan Usul Seluruh Hakim MK Dilaporkan ke Polisi Buntut Hapus Pemilu Serentak
Dukungan Kuat dari Boyolali untuk FX Rudy sebagai Ketua DPD PDIP Jateng, Pinka Haprani Kalah Suara |
![]() |
---|
Fakta Pencurian Mobil Ambulans PDIP Miri Sragen: Pelaku Lepas Stiker, Terekam CCTV |
![]() |
---|
Miris! Ambulans PDIP Miri Sragen Digondol Maling Beserta STNK-nya, Padahal untuk Layanan Gratis |
![]() |
---|
Pinka Diusulkan DPC Wonogiri jadi Ketua DPD PDIP Jateng, Suaranya Pernah Ungguli Bambang Pacul |
![]() |
---|
Suara dari Wonogiri, Usul Pinka Haprani Putri Puan Maharani jadi Calon Ketua DPD PDIP Jateng |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.