Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kasus Sekolah di Boyolali Jualan Buku

Aduan soal Jualan Buku di SMP 2 Banyudono, Disdikbud Boyolali Klarifikasi : Sudah Dikembalikan

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali turun tangan menindaklanjuti laporan adanya pungutan di beberapa sekolah di Boyolali.

KOMPAS.com/Joy Andre T
BELAJAR DI KELAS - Proses kegiatan belajar-mengajar kelas 7 di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 12 Tangerang Selatan, Senin (7/8/2023) siang. Isu penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) kembali mencuat. Kali ini, sorotan tertuju pada salah satu sekolah di wilayah Banyudono, Boyolali, yang dikabarkan menjual paket buku seharga Rp 500 ribu kepada siswanya. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo 

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali turun tangan menindaklanjuti laporan adanya pungutan di beberapa sekolah di Boyolali.

Plt Kepala Disdikbud Boyolali, Arief Wardianta, mengatakan pihaknya telah mengecek ke tiga sekolah yang sebelumnya dilaporkan melakukan pungutan.

“Kami cek SMP yang kemarin dipanggil itu tidak ada, masih kami cari di mana sekolahnya apabila memang ada,” ujarnya, Selasa (29/7/2025).

Arief membenarkan adanya aduan terkait pungutan dana pengembangan sekolah, termasuk pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS). 

Namun,  permasalahan tersebut sudah diklarifikasi.

Baca juga: Sekolah di Boyolali Jualan Buku Rp500 Ribu Dikritik, Lembaga Pendidikan Jadi Ajang Lahan Dagang?  

“Memang ada aduan dana pengembangan, mungkin termasuk LKS juga, sudah diklarifikasi dan komite sudah membatalkan. Wali murid bisa mengambil uang yang sudah dibayarkan untuk iuran,” jelasnya.

Menurutnya, salah satu aduan yang masuk terkait SMP 2 Banyudono

Namun setelah dilakukan pengecekan, pihak sekolah sudah membatalkan pungutan tersebut.

Arief menegaskan, sekolah tidak diperbolehkan memfasilitasi pengadaan sarana maupun alat sekolah secara langsung maupun tidak langsung.

“Serahkan sepenuhnya kepada wali murid untuk pengadaannya,” tegasnya. 

Awal Mula Isu Muncul

Isu penjualan buku Lembar Kerja Siswa (LKS) kembali mencuat.

Kali ini, sorotan tertuju pada salah satu sekolah di wilayah Banyudono, Boyolali, yang dikabarkan menjual paket buku seharga Rp 500 ribu kepada siswanya.

Kabar itupun memunculkan kritik dari Ketua Komisi IV DPRD Boyolali, Suyadi.

Ia memberi peringatan keras kepada seluruh sekolah dan tenaga pendidik agar tidak menjadikan lembaga pendidikan sebagai tempat transaksi jual beli, terutama yang membebani siswa dan orang tua.

“Saya masih kumpulkan data dulu ya. Yang jelas sekolah, dalam hal ini guru atau tenaga pendidik, tidak diperbolehkan memaksa anak-anak didiknya untuk membeli LKS,” tegas Suyadi saat ditemui, Senin (28/7/2025).

Baca juga: Rumah Peninggalan Kho Ping Hoo di Solo Ditinggali Anak-anaknya, Masih Layani Penjualan Buku

Peringatan ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, praktik serupa juga terungkap saat sejumlah sekolah diketahui memfasilitasi penjualan seragam oleh pihak swasta di awal tahun ajaran.

Kini, muncul lagi dugaan keterlibatan sekolah dalam menjual buku melalui penerbit tertentu.

Menurut Suyadi, pendidikan seharusnya menjadi pelayanan dasar bagi masyarakat, bukan dijadikan ajang mencari keuntungan oleh oknum-oknum tertentu.

“Kami akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk. Jangan sampai siswa atau wali murid terbebani dengan biaya-biaya tambahan yang tidak semestinya,” ujarnya.

Ia juga mengimbau masyarakat yang merasa dipaksa membeli buku atau perlengkapan sekolah untuk segera melaporkannya ke Komisi IV DPRD Boyolali.

Baca juga: Viral Pria Paksa Balita Minum Air Kloset diduga di Boyolali, Polisi: Pelaku Ternyata Warga Demak

Suyadi menyebut, praktik seperti ini memang kerap terjadi saat awal tahun ajaran baru—momen di mana orang tua sedang sibuk memenuhi kebutuhan anak.

Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menjual produk yang sebenarnya tidak wajib.

“Hal ini seringkali dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menawarkan produk, yang akhirnya memberatkan wali murid,” imbuhnya.

Sebagai langkah konkret, Komisi IV akan turun langsung memantau sekolah-sekolah di Boyolali. Selain itu, mereka juga akan berdialog dengan Dinas Pendidikan guna memastikan bahwa praktik jual beli di lingkungan sekolah benar-benar dihentikan.

“Pendidikan adalah hak semua anak, jadi jangan sampai dicederai dengan kepentingan bisnis,” pungkas Suyadi.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved