Cuaca di Solo Raya

Musim Kemarau, 7 Kecamatan di Boyolali Rawan Kekeringan : Sudah Ada yang Minta Kirim Air

Sebanyak 7 kecamatan yang ada di Boyolali ditetapkan sebagai daerah dengan kategori rawan kekeringan.

Penulis: Tri Widodo | Editor: Putradi Pamungkas
TribunSolo.com / Zharfan Muhana
KEMARAU - Ilustrasi situasi kekeringan. Pada pertengahan 2025, sebanyak 7 kecamatan di Boyolali ditetapkan sebagai daerah rawan kekeringan. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo 

TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Sebanyak 7 kecamatan di Boyolali ditetapkan sebagai daerah rawan kekeringan.

Ketujuh kecamatan itu antara lain, Tamansari, Cepogo, Selo, Kemusu, Wonosegoro, Wonosamodro dan Juwangi

Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali, Suratno, menyatakan sudah mulai melakukan droping air bersih.

“Tanggal 28 juli kemarin sudah ada permintaan droping air dari warga di desa Kedungrejo, kecamatan Kemusu, besoknya langsung kita kirimkan,” jelas Suratno.

KEMARAU - Ilustrasi situasi kekeringan. Pada pertengahan 2025, sebanyak 7 kecamatan di Boyolali ditetapkan sebagai daerah rawan kekeringan.
KEMARAU - Ilustrasi situasi kekeringan. Pada pertengahan 2025, sebanyak 7 kecamatan di Boyolali ditetapkan sebagai daerah rawan kekeringan. (TribunSolo.com / Erlangga Bima)

Suratno menjelaskan, pihaknya sudah menugaskan anggotanya untuk melakukan monitoring lapangan. 

“Dari hasil monitoring, akan dilakukan rapat pertimbangan apakah perlu penetapan status darurat kekeringan,” beber Suratno.

Selain itu juga untuk melihat kondisi krisis air bersih yang dialami oleh warga di wilayah Boyolali.

BPBD juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 176 juta untuk droping air bersih di wilayah rawan kekeringan.

“Juga telah disiapkan 5 unit truk tangki untuk dropping, apabila nanti masih kekurangan, kami akan bekerja sama dengan pihak lain,” jelasnya.

Baca juga: Kemarau Tiba, 4 Kebakaran Selama 2 Hari di Sragen, Ada Imbauan Tidak Bakar Sampah Sembarangan

Dia menyebut data dari BMKG stasiun Semarang, kemarau diawali pada dasarian bulan Mei dan Juni, panjang.

Berdasarkan pantauan curah hujan bulanan di bulan Agustus, diperkirakan berada di 21-100 milimeter.

BPBD Boyolali juga bersurat ke BMKG Semarang untuk meminta data monitoring prediksi hujan dan prediksi Hari Tanpa Hujan (HTH).

“Apabila memang harus ada siaga darurat kekeringan, nantinya akan dilakukan aktivasi satuan komando penanganan darurat,” tambahnya. 

Ancaman Kekeringan

Ancaman kekeringan mulai melanda sejumlah wilayah di Soloraya, seiring memasuki puncak musim kemarau pada pertengahan 2024 hingga 2025.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pun menetapkan status siaga darurat kekeringan untuk 30 kabupaten/kota, termasuk wilayah Solo Raya.

Kondisi curah hujan yang menurun drastis menjadi faktor utama penetapan status tersebut.

Data dari Pemprov Jateng menunjukkan, curah hujan mingguan di banyak wilayah hanya berkisar 50 milimeter, jauh di bawah ambang normal.

Hal ini berdampak pada ketersediaan air bersih dan ancaman gagal panen.

Dropping air bersih sudah dilakukan di 10 kabupaten/kota sejak 22 Juli lalu.

Pemerintah juga mengimbau seluruh wilayah untuk bersiap dengan pembuatan embung, sumur bor, dan pemetaan titik rawan kekeringan.

Pemerintah terus mendorong koordinasi antara BPBD, dinas pertanian, hingga pihak kelurahan untuk memetakan kebutuhan air bersih dan potensi gangguan distribusi pangan.

Beberapa langkah strategis antara lain:

  • Pembangunan embung desa sebagai cadangan air hujan
  • Pengeboran sumur dangkal dan dalam di desa rawan
  • Edukasi penggunaan air hemat di tingkat rumah tangga
  • Pemetaan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla)

“Penanganan kekeringan tidak hanya soal air, tapi juga pangan dan sosial. Maka perlu keterlibatan semua pihak, termasuk masyarakat,” ujar perwakilan Pemprov Jateng dalam pernyataan tertulis.

(*)

 

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved