TRIBUNSOLO.COM - Mahfud MD angkat bicara terkait kasus hukum yang menjerat Baiq Nuril.
Menurut Mahfud MD, hukum sudah berjalan sesuai mekanisme yang ada.
Namun tidak ada sisi keadilan dalam putusannya.
Mahfud mengistilahkan hal tersebut dengan 'hilangnya sukma hukum'.
• Mahfud MD Tertawa saat Ditanya Soal Kasus Penggerebekan: Jaga Diri Saja Baik-baik
"Ada penegakan hukum formal dan sudah berpedoman pada aturan."
"Tapi di situ tidak ada keadilan."
"Sukma hukumnya itu hilang, sehingga hukum di sini terpisah dari keadilannya," kata Mahfud dalam acara ILC Tv One, Selasa (20/11/2018).
Selanjutnya, Mahfud mendukung upaya hukum yang ditempuh oleh Baiq Nuril dalam memperjuangkan keadilannya.
"Teorinya itu kan keadilan dan hukum selalu bersinergi."
"Dalam Islam itu beda antara hukum dan keadilan."
"Milsanya di dalam Quran surat An-Nisa ayat 59, disebutkan 'kalau engkau menghukumi, mengadili atau bertahkim (berunding) di antara sesama manusia hendaknya engkau berhukum dengan adil."
"itu atinya apa, ada hukum yang benar secara formal tapi tidak adil secara subsatansial," kata Mahfud.
"Itulah yang menurut saya terjadi pada Ibu Baiq."
"Sehingga semua upaya hukum itu harus kita dukung untuk dilakukan agar Ibu Baiq Nuril ini bisa mendapat keadilan," imbuhnya.
• Mahfud MD Bahas Soal Menjaga Diri dari Perselingkuhan, Ditujukan untuk Vicky dan Angel Lelga?
Kronologi kasus Baiq Nuril
Kasus Baiq Nuril masih berlanjut, mantan pegawai honorer SMA itu sering mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala sekolah tempatnya dulu bekerja. Pelecehan tersebut dilakukan via telepon.
Baiq Nuril akhirnya memberanikan diri untuk merekam percakapan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMA tempatnya dulu bekerja.
Namun, hal tersebut berbuntut pada kasus dugaan pelanggaran UU ITE.
SAFENet, lembaga yang mendampingi Baiq Nuril menjelaskan kronologi hingga ia terjerat kasus.
Melalui Twitternya, SAFENet menjelaskan pelecehan seksual yang dialami Baiq Nuril bukan hanya sekali.
Baiq Nuril sering kali menerima telepon dari sang Kepala Sekolah yang bernada melecehkan.
Bahkan Baiq Nuril beberapa kali diajak menginap di hotel tersebut.
Ia tak berani melaporkan tindakan tersebut karena takut dipecat dari pekerjaannya.
Namun, pada telepon yang kesekian kalinya, Baiq Nuril memberanikan diri untuk merekam percakapan sang kepala sekolah.
Dalam percakapan tersebut sang kepala sekolah bercerita mengenai perselingkuhannya dengan bendahara.
Baiq Nuril menyimpan rekaman tersebut dan tidak menyebarluaskan.
Kemudian, rekan kerja Baiq Nuril, Imam Mudawin meminta rekaman tersebut dan menyebarkannya ke Dinas Pendidikan Kota Mataram dan lainnya.
Akhirnya, kepala sekolah itu dimutasi dari jabatannya.
Namun, kepala sekolah tersebut geram karena rekaman percakapannya tersebar.
Ia akhirnya melaporkan Baiq Nuril ke polisi.
Kasus tersebut akhirnya diproses di Pengadilan Negeri Mataram pada tahun 2017.
Baiq Nuril sempat ditahan pada akhir Maret 2017 sebelum akhirnya menjadi tahanan kota.
Melansir dari Kompas.com, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Baiq Nuril tidak bersalah.
Ia tidak terbukti menyebarkan percakapan tersebut.
Semua saksi ahli mengatakan jika tuduhan atas Baiq Nuril mentransfer, mendistribusikan, atau menyebarkan rekaman percakapan asusila sama sekali tidak terbukti.
Saksi juga mengatakan Baiq Nuril tidak bersalah sama sekali.
"Nuril diputuskan oleh PN Mataram tidak bersalah, tidak menyebarkan rekaman percakapan asusila sang kepala sekolah, Nuril adalah korban," ujar Joko Jumadi, kuasa hukum Baiq Nuril, Senin (12/11/2018), dikutip dari Kompas.com.
"Ia dinyatakan oleh PN Mataram tidak bersalah, tidak menyebarkan rekaman percakapan asusila sang kepala sekolah, Nuril adalah korban," tegas Joko.
Namun, saat itu jaksa mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Baiq Nuril didakwa melakukan pelanggaran Pasal 27 Ayat 1 jo Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kemudian, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Penuntut umum kepada Kejaksaan Negeri mataram dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Mataram yang sebelumnya menyatakan Baiq Nuril bebas.
Dalam putusan kasasi tersebut, Baiq Nuril dinyatakan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana ITE dan terancam pidana penjara enam bulan kurungan penjara serta denda Rp 500 juta.
Bila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Nasib Baiq Nuril berbeda jauh dari kepala sekolah yang telah dimutasi.
Ia justru dipromosikan dan tidak mendapat sanksi.
Kini, ia menjabat sebagai Kepala Bidang di jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mataram.
Ia tidak dijatuhi sanksi apapun dari Pemerintah Kota Mataram.
• Fahri Hamzah Bela Baiq Nuril: Dia adalah Bangsawan yang Tahu Menjaga Kehormatannya
Pernyataan Kepala Kejaksaan
Kepala Kejaksaan Negeri Ketut Sumadana, Senin (12/11/2018) mengatakan kasasi yang diajukan Kejaksaan terutama jaksa penuntut umum sudah sesuai protap atau SOP yang berlaku.
"Setiap perkara yang dinyatakan bebas wajib hukumnya untuk upaya hukum. Bahkan untuk putusan kurang dari sepertiga saja wajib untuk menyatakan upaya hukum," kata Sumadana.
Sumadana mengatakan putusan MA hanya bisa dibatalkan melalui putusan peninjauan kembali (PK).
Warga Kecamatan Labuapi, Lombok Barat itu meminta pertolongan kepada Presiden Joko Widodo.
Sambil terisak, Baiq Nurul meminta keadilan.
"Untuk Pak Presiden, saya cuma minta keadilan karena saya di sini cuma korban. Apa saya salah kalau saya mencoba membela diri saya dengan cara-cara saya sendiri? Saya minta keadilan," kata Baiq Nuril sembari mengusap air matanya, Senin (12/11/2018).
Berkali-kali Baiq Nuril mengatakan ia hanya meminta keadilan.
"Seandainya keputusan MA itu yang paling tinggi, apa keputusan itu tidak bisa dibatalkan oleh keputusan yang lebih tinggi dari seorang seperti Presiden, saya cuma minta keadilan," katanya.
• Baiq Nuril Ditemani Rieka Diah Pitaloka Jumpa Pers di Fakultas Hukum Universitas Mataram
Kesulitan Ajukan PK
Kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi mengatakan PK tidak akan menghentikan eksekusi.
"Karena itu, baiknya sebagai kuasa hukum mengupayakan agar kejaksaan bersedia menunda eksekusi terhadap Nuril," ujarnya.
Joko Jumadi juga mengaku kesulitan mengajukan PK sebab pihaknya belum menerima salinan keputusan MA.
"Yang dikirimkan Ma baru petikan putusan MA. Karena salinan putusan MA belum dikirim, kami kesulitan akan mengajukan PK. Memori PK tidak bisa kami siapkan dan kirim karena salinan putusan yang berisi alasan MA membuat keputusan Nuril bersalah belum kami terima," ucapnya.
Bahkan Joko curiga dengan hakim yang menangani kasus Nuril, salah satunya adalah Ketua Majelis Hakim MA Sri Nurwahyuni, tidak memahami kasus Nuril secara mendetail.
Joko menilai Baiq Nuril adalah korban yang diperlakukan secara tidak adil.
Simak video lengkapnya di bawah ini.
(*)