Filosofi Kue Keranjang dan Tebu di Tahun Baru Imlek, Mempererat Hubungan Keluarga

Penulis: Desi Kris
Editor: Delta Lidina Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kue Keranjang menjadi salah satu makanan khas saat perayaan Tahun Baru Imlek.

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Perayaan Tahun Baru Imlek 2019 akan tiba pada 5 Februari 2019 mendatang.

Sama seperti hari besar lainnya, Tahun Baru Imlek juga memiliki tradisi dan makanan khas yang identik dengan hari raya tersebut.

Salah satu makanan khas saat Imlek adalah kue keranjang yang dalam bahasa Kanton disebut Nian Gao.

Kue keranjang terbuat dari gula dan ketan.

Kue tersebut memiliki tekstur yang lengket.

Sumartono Hadinoto, Ketua Panitia Bersama Imlek 25702019 menjelaskan makna di balik kue keranjang tersebut.

Kue Keranjang menjadi makanan khas Tahun Baru Imlek. (TribunStyle.com/Desi Kris)

"Kalau setahu saya kue keranjang ini dibuat dari gula dan ketan, karena supaya erat, kelet (lengket -red), kelet itu dianggap hubungan keluarga semakin erat, manis hubungan keluarga jadi harmonis, kekeluargannya lebih manis kira-kira seperti itu," ujar Sumartono saat ditemui pada Selasa (29/1/2019) di Radio Metta FM.

Seperti dilansir oleh groupjavas.com pada Jumat (1/2/2019) kue keranjang menjadi kue yang spesial yang dibuat satu tahun sekali.

Di Tiongkok sudah menjadi kebiasaan kue keranjang dimakan sebelum makan nasi.

Filosofinya sebagai harapan untuk selalu beruntung dalam pekerjaan sepanjang tahun.

Di zaman kuno dulu, kue keranjang juga sebagai penanda kemakmuran keluarga.

Selain kue keranjang tebu juga menjadi salah satu tradisi yang disiapkan di Tahun Baru Imlek.

Tebu menjadi salah satu tradisi yang disiapkan untuk perayaan Tahun Baru Imlek (robertishere.com)

Menurut Sumartono, Ketua Panitia Bersama Imlek 25702019 untuk filosofi pemakaian tebu sendiri menggambarkan hubungan keluarga yang semakin manis dan harmonis.

"Semua yang dipilih kalau kita orang jawa jenang, jenang abang putih semua itu ada maknanya termasuk ada lontong cap go meh dan tebu itu ya berluas-luas, semakin ke atas kemudian manis, ini semua maknanya diambil dari situ sebetulnya," ucap Sumartono.

Dilansir oleh Breadetbutter, tebu adalah bagian dari tradisi untuk mengucap syukur dan dipercaya untuk mencegah bahaya.

(TribunStyle.com/Desi Kris)

Berita Terkini