TRIBUNSOLO.COM - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, ikut buka suara soal polemik pro dan kontra quick count Pilpres 2019 hingga ada pihak yang mengklaim kemenangan.
Namun, sebelumnya ia memuji jalannya Pemilu 2019 meski sempat ada sejumlah kendala.
Menurut Mahfud MD, KPU sebagai panitia pelaksana sudah bisa mengatasi rangkaian masalah itu termasuk jumlah masalah yang tak signifikan.
"Tapi saya kira itu bisa diatasi dan jumlahnya tidak signifikan, tidak sampai setengah persen saya kira di seluruh Indonesia. Tapi bagaimanapun tetap harus diluruskan kembali, diperbaiki," ujar Mahfud MD, dalam tayangan di Metro TV, Kamis (18/4/2019).
• Mahfud MD Ledek Said Didu yang Kembali Aktif di Twitter, Ungkap Hobi Baru Said yang Nyeleneh
KPU menurut Mahfud MD lagi dianggap sudah mengambil langkah-langkah tepat dalam menyelesaikan permasalahan dalam Pemilu ini.
"Secara umum saya kira semuanya berjalan dengan cukup baik untuk KPU," tegas dia.
Lantas Mahfud MD menanggapi soal pro dan kontra quick count.
Beberapa pihak menyebut quick count membuat masyarakat terbelah.
• Mahfud MD: Politik Uang Itu Amoral, Pertanda Demokrasi Primitif
Lalu banyak juga yang menuding hitungan quick count diragukan kredibilitasnya.
Bagaimana tanggapan Mahfud MD?
Mahfud MD mengaku jika ia adalah sosok yang cukup percaya dengan quick count dengan tingkat keakuratan hampir 95 persen.
"Saya adalah orang yang pada dasarnya percaya pada quick count itu sebagai hasil penghitungan yang mendekati 95 persen. Sejauh quick count itu dilakukan dengan benar dan mengikuti metodologi yang standar dipakai," ucap Mahfud MD.
Ia lantas mengajak masyarakat menjadikan quick count sebagai pengarah saja bukan hasil mutlak.
Sebab masih ada penghitungan dari KPU yang resmi secara kelembagaan.
"Quick count itu mari kita hanya jadikan pengarah untuk sampai pada hitungan riil yang nanti dilakukan KPU," tutur Mahfud.
Ia mengingatkan sekali lagi jika quick count bersifat tidak mengikat, sehingga sebetulnya tidak perlu diperdebatkan.
"Quick count itu tidak mengikat. Apalagi sekarang sampai muncul saling banding ya. Yang satu bilang ini tidak benar: saya punya data lain."
"Saya kira kita tidak perlu ramai di dalam konflik tentang itu. Dikawal saja sampai KPU. Karena sekarang kan tidak bisa KPU main-main," jelasnya.
Mahfud berpendapat, sebaiknya kini kubu yang meragukan Pemilu 2019 bisa mengumpulkan bukti sah untuk nanti diadu dalam koridor hukum berlaku.
"Kalau misalnya satu kubu punya bukti sah yang sudah diberikan oleh TPS sendiri. Saya kira itu nanti bisa diadu ketika penghitungan sesungguhnya."
"Saya kira ini masih banyak tahap ya. Nanti ada pengiriman secara bertingkat dan penghitungan secara bertahap. Sampai pada akhirnya KPU menetapkan bersama semua kontestan."
"Jadi semua kontestan bisa mengajukan bukti-buktinya sendiri. Nah, kalau itu tidak terjadi kesepakatan masih ada Mahkamah Konstitusi yang akan menilai ulang," tegas Mahfud MD.
Lebih lanjut, Mahfud MD mengimbau agar masyarakat kini tenang selama proses penghitungan resmi.
"Mudah-mudahan masyarakat tenang menunggu proses itu dan mengawal bersama. Dan bukan hanya kontestan yang mengawal karena bisa terjadi situasi panas."
"Tapi masyarakat juga memberikan pencerahan-pencerahan. Kemudian kalau ada yang tidak benar disampaikan juga," kata Mahfud MD.
Simak video selengkapnya di bawah:
Sebelumnya, dalam tayangan di KOMPAS TV yang diunggah 2 April 2019 di YouTube, Mahfud MD membeberkan sekarang ini kecurangan hampir tidak mungkin terjadi.
"Kecurangan itu sekarang hampir tidak mungkin," tandasnya.
Ia mencontohkan kecurangan di tingkat eceran (bawah) memang masih mungkin terjadi.
Tapi itu bersifat silang dan tidak signifikan.
"Tidak bisa itu menunjuk kecurangan yang dilakukan kekuatan tertentu, misalnya selama ini yang dituduh pemerintah memperalat KPU," ungkap Mahfud MD.
"Sekarang beda cara berpikirnya. Kalau zaman orde baru, KPU namanya LPU kan? Itu alat pemerintah, tidak bisa diganggu gugat. Tidak bisa dikontrol," ujar Mahfud MD.
Sekarang menurut dia situasi politik Indonesia sudah berubah.
"Sekarang kan semua bisa ngontrol. Anda bisa ngontrol ke TPS. KPU menurut undang-undang juga independen diawasi oleh Bawaslu. Kalau yang melanggar kontestannya, Bawaslu turun tangan."
"Kalau menyangkut hukum pidana diserahkan ke polisi," kata dia.
Mahfud kemudian menambahkan, jika yang curang adalah KPU atau Bawaslu maka bisa diserahkan ke DKPP yang akan mengadili.
"Kalau terjadi salah perhitungan karena kecurangan juga ada MK. Terus kenapa lagi mesti pakai people power dan sebagainya?" tanya Mahfud MD.
Lanjut Mahfud MD, hal itu justru berpotensi menakut-nakuti rakyat.
"Menurut saya itu menakut-nakuti dan provokasi. Orang kalau tidak ngerti di rakyat bawah akan berteriak curang. Lalu bisa bergerak. Namanya massa kan berbahaya," ucap Mahfud.
Ia pun mengimbau agar semua politikus menjelang dan pasca-Pemilu 2019 ini bersikap dewasa dan tak mengumbar pernyataan kontroversial.
"Menurut saya politisi itu bersikap dewasalah. Mari kita awasi KPU. Saya tidak akan membabi buta membela KPU, tetapi menurut saya instrumen hukum kelembagaan dan perangkat yang disediakan di tengah masyarakat sudah menjamin jika Pemilu ini akan fair," imbuhnya.
Mahfud MD juga mengatakan kini masyarakat bisa mengontrol penuh proses pemilihan umum.
"Sekarang pun memantau boleh di dekat TPS. Asal tidak mengganggu," tegasnya.
Dan lanjut Mahfud MD, jika masyarakat masih curiga soal netralitas ini, ada lembaga Bawaslu untuk melapor.
"Jika Bawaslu masih dicurigai, ada DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum). Jika perhitungannya dicurigai, ada MK," ujarnya.
Lantas, bagaimana jika ada yang malah terang-terangan akan mengadu ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) jika terjadi kecurangan?
"Pertama, kalau itu dilakukan akan diketawai sama PBB. Masa PBB harus ngurusi Pemilu di satu negara?" jawab Mahfud MD.
"Enggak ada ceritanya. Kalau mau mengadukan ke pengadilan internasional itu kalau peradilan perdata itu antarnegara. Bukan antarkontestan. Tapi kalau kejahatan kriminil ke pengadilan internasional itu adalah kalau kejahatan kemanusiaan, misal genosida, pembunuhan etnis," kata Mahfud menerangkan.
Menurut dia PBB tidak bisa mengurusi kecurangan Pemilu di satu negara.
"Enggak bisa kecurangan Pemilu (diurus) PBB. Di berbagai dunia. Itu (nanti) diketawai orang," tandas Mahfud MD.
(*)