Pemilu 2019

Said Didu Sebut Kecurangan Pemilu Sistemik dan Masif, Mahfud MD: Saya Melihat Ada Pembelokan Istilah

Penulis: Rohmana Kurniandari
Editor: Noorchasanah Anastasia Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahfud MD dan Muhammad Said Didu.

TRIBUNSOLO.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, menanggapi pernyataan yang dilontarkan oleh sahabatnya, Muhammad Said Didu perihal tudingan kecurangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

Awalnya, Mahfud menanggapi cuitan Said Didu tentang hasil Pemilu.

Mantan Sekretaris Kementerian BUMN itu mengungkapkan jika penentuan siapa yang menang dan kalah dalam pemilu ditentukan pada saat rapat pleno penetapan hasil pemilu KPU secara berjenjang.

Bukan dari hasil Quick Count maupun Real Count yang digarap oleh tim IT KPU.

Maka dari itu, Said Didu meminta publik untuk menunggu hasilnya.

Jawab Said Didu, Mahfud MD Klarifikasi soal Provinsi Garis Keras yang Menangkan Prabowo-Sandi

"Setahu saya yg menentukan menang bukan QC dan bukan RC di IT @KPU_ID.

Setahu yg menentukan adalah hasil rapat pleno penetapan hasil pemilu KPU secara berjenjang dari Kabupaten/Kota - Provinsi - dan pleno KPU Pusat.

Semoga prof masih ingat.

Jadu mari kita tunggu," cuit Said Didu.

Mantan Ketum PAN Ikut Tanggapi Pertemuan Jokowi dan Zulkifli Hasan, Sebut Arah PAN sudah Terbaca

Menanggapi hal itu, Mahfud kembali mengingatkan soal pernyataannya yang pernah ia sampaikan pada H+1 usai Pemilu digelar, yakni 18 April 2019 lalu.

Pakar Hukum dan Tata Negara ini menyinggung sahabatnya tentang klaim kemenangan kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mencapai 62 persen.

Karena Said Didu bertanya soal keyakinannya tentang kebenaran Quick Count, maka Mahfud menganggap dirinya juga berhak bertanya kembali soal klaim 62 persen tersebut.

"Ya, itulah. Tgl 18/4 sy sdh bilang, skrng blm ada yg menang pemilu.

Sebab hsil QC atau klaim 62% tdk resmi sblm pleno KPU tetapkan hitung manual.

Tp Anda nanya keyakinan sy ttg kebenaran QC; jd sy berhak nanya jg dong ttg klaim 62% dan permintaan salinan C1 oleh BPN ke Bawaslu," cuit Mahfud MD, Minggu (28/4/2019).

Sandiaga Uno Komentari soal Pertemuan Jokowi dan Zulkifli Hasan yang Diduga Jadi Isyarat Koalisi

Tak cukup sampai disitu, Mahfud lantas meminta Said Didu untuk konsisten.

Ia mengingatkan tentang tantangannya membuka C1 yang kemudian justru dibelokkan.

"Baiknya konsisten sj: tgl 17-18 April sdh ada klaim kemenangan 62% sesuai C1 yg sdh dihimpun internal dan minta Pndkung mengawal C1 sampai ke KPU.

Tak baik kalau tantangan membuka C1 itu kemudian dibelokkan sendiri spt membentuk TPF dll.

TPF setuju tp realitas C1 hrs diclearkan," tulis Mahfud.

Kasus Video Viral Kepala Desa di Bogor yang Minta Warganya Pilih Jokowi-Maruf Dihentikan

Mahfud lantas memberikan bukti adanya pembelokan istilah yang disampaikan Said Didu saat hadir dalam sebuah acara di stasiun televisi.

Mahfud menegaskan kembali jika tidak ada pelanggaran sistematis yang dilakukan KPU dalam kasus entry data.

Namun, Said Didu justru membelokkannya menjadi istilah sistematis menjadi "sistemik".

"Sy melihat pembelokan istilah yg Anda kita di TV.

Sy bilang tdk ada pelanggaran sistematis yg 1/2500 itu oleh KPU dlm kasus entry data.

Tp Anda belokkan menjadi istilah "sistemik".

Sistematis dan sistemik, kan beda Pak.

Tp Pak Didu mencampurkan begitu sj.

Maaf, terpaksa sy jawab," imbuhnya.

Mahfud MD Lontarkan Candaan saat Dirinya Disebut Mirip Bang Yos Mantan Gubernur DKI Jakarta

Guru Besar FH UII Yogyakarta ini tampaknya tidak sabar untuk segera memberikan tanggapan.

Maka dari itu ia memberikan tanggapan melalui akun Twitter-nya untuk meluruskan ungkapan yang disampaikan Said Didu.

"Biasanya sy menjawab yg begini "serius" kalau kita minum kopi bertiga.

Tp sejak kemrin sy rasa Anda mereproduksi kekaburan yg dikaitkan dgn sy scr tdk fair.

Pernyataan sy sering dimanipulasi orang tp sy biarkan dan sy anggap buzzer.

Tp kalau sahabat ya saya luruskan," pungkasnya.

Dua Tahun Kasus Novel Baswedan Tanpa Titik Terang, BEM Fakultas Hukum UNS Solo Gelar Mimbar Publik

Sebelumnya, Said Didu sempat mengutarakan jika kecurangan-kecurangan yang terjadi selama Pemilu 2019 bersifat terstruktur, sistemik, dan masif.

"Kami menilai sudah terjadi kecurangan yang berlangsung secara terstuktur, sistemik dan masif dalam Pemilu 2019 ini," ucap Said Didu dalam acara Gerakan Nasional Selamatkan Demokrasi di kawasan SCBD, Jakarta, Minggu (21/4/2019), seperti dilansir dari Tribunnews.

Menurut Said Didu, kecurangan terstruktur itu yakni kecurangan yang melibatkan penyelenggara pemilu hingga pejabat dalam struktur pemerintahan untuk memenangkan salah satu calon.

Dalam hal itu, yang dimaksud Said Didu yakni kubu petahana, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Mulai dari perencanaan DPT(daftar pemilih tetap) 17 juta lebih tak terselesaikan sampai libatkan bupati lurah RT RW secara nyata itu bagaikan penonton sudah teriak semua tapi wasit tak mau tiup peluit," jelas mantan stafsus Menteri ESDM itu.

"Aparat juga banyak sekali di video kita dapat secara nyata terlibat, BUMN secara nyata terlibat komisaris direksi nyata terlibat pemilu tapi dibiarkan," lanjutnya.

Kemudian sistemik artinya kecurangan tersebut, menurut dia, memiliki pola yang sama.

Kasus Bupati Cianjur, KPK Limpahkan Berkas Dakwaan ke Pengadilan

"Mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai perhitungan suara ini sudah terkoordinasi. Polanya sama saja," tuturnya.

Terkait kecurangan masif, Said Didu menilai pelanggaran telah terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri.

Saat hadir menjadi bintang tamu dalam acara Rosi yang tayang di Kompas TV beberapa waktu lalu , Said Didu juga menyinggung soal kecurangan tersebut.

Dalam tayangan terebut, Said Didu menganggap jika kecurangan-kecurangan dalam Pemilu yang dilakukan secara masif dan sistematis.

"Bayangkan PLN mobilnya dicap semua, "Bayarlah di awal 01". Kan tidak ada tanggal 01," ujar Said Didu di depan Rosi dan penonton.

Termasuk dengan pemecatan dirinya dari BUMN.

"Saya tidak sejalan dengan Menteri BUMN langsung dipecat. Jadi memang terjadi sangat sistematis di BUMN," imbuhnya.

(*)

Berita Terkini