Ali Mochtar Geram Dituduh Kafir dan Disuruh Sahadat Ulang karena Dukung Jokowi: Di Mana Logikanya?

Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Fachri Sakti Nugroho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ali Mochtar Ngabalin saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2017).

TRIBUNSOLO.COM - Tenaga Ahli Kedeputian IV KSP, Ali Mochtar Ngabalin mengaku dituding kafir dan disuruh bersahadat ulang gara-gara mendukung Joko Widodo.

Dalam perbincangan awalnya Ngabalin membahas soal istilah 'kriminalisasi' yang masih santer mencuat di obrolan publik.

Ngabalin menuturkan, tidak ada kriminalisasi kepada siapapun.

Terlebih kepada tokoh-tokoh yang kencang suaranya dalam mengkritik pemerintah.

Karena menurut Ngabalin, kebebasan untuk menyampaikan pendapat sudah diatur dalam konstitusi.

Fahri Hamzah Kritik Jokowi yang Borong Sabun Rp 2 Miliar, Ngabalin: InsyaAllah Dana Pribadi Presiden

Termasuk pula tata cara untuk menyampaikan pendapat, konstitusi juga sudah mengatur hal tersebut.

Namun jika ada pihak yang melakukan ujaran kebencian dan menyebarkan berita bohong, menurut Ngabalin harus ada tindakan tegas sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Hal ini disampaikan oleh Ngabalin dalam acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV bersama Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono yang dipandu oleh Aiman Witjaksono. Selasa (9/7/2019) malam.

"Kalau di republik ini orang bebas mencacai maki, menghujat, menuduh orang PKI, menyebarkan berita bohong, menjatuhkan martabat orang, ada UU ITE nya," kata Ngabalin.

"Berkali-kali kita bilang UUD memberikan jaminan tentang kebebasan berpendapat."

"Tapi ada UU turunannya tentang tata cara menyampaikan pendapat."

"Kalau ada orang mencaci maki saya, saya merasa terganggu, saya laporkan kepada kepolisian dan polisi mengambil tindakan, itu dimana kriminalisasinya?," imbuh Ngabalin.

Wacana Menteri Muda Disebut Pencitraan, Ngabalin Jelaskan Kriteria Anak Muda yang Disukai Jokowi

Selanjutnya, Ngabalin juga angkat bicara soal polarisasi yang terjadi karena salah satunya disebabkan oleh politisasi agama.

Agama dijadikan alat untuk menjatuhkan orang lain atau lawan politiknya.

"Kenapa polarisasi terjadi?," tanya Ngabalin.

"Karena orang menggunakan ayat, menggunakan agama dalam menciderai orang lain."

Padahal menurut Ngabalin, politisi yang bersaing dalam Pilpres 2019 adalah sama-sama orang yang beragama Islam.

"Sementara Jokowi itu seorang mukmin, wakilnya seorang ulama."

"Prabowo orang Islam, Pak Sandi juga orang Islam."

"Tapi yang dipakai untuk menghantam dan membatat Jokowi itu adalah dengan narasi-narasi agama," kata Ngabalin.

Ngabalin juga mengaku disuruh bersahadat ulang gara-gara mendukung Jokowi.

"Orang saya disuruh bersahadat ulang kok."

"Saya dituduh-tuduh kafir karena mendukung Jokowi, di mana logikanya?"

"Kok kayak ente percaya Nabi yang mana, Quran mana, dan Hadits mana yang kau pelajari?"

"Seperti ente jatuh dari langit turun dan tidak punya dosa, boro-boro bicara tentang amalan," ujar Ngabalin kesal.

Simak videonya di bawah ini.

Komentar Ngabalin soal Rizieq Shihab

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin angkat bicara terkait wacana rekonsiliasi bisa dilakukan jika pemerintah memulangkan Ketua Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab.

Melalui acara 'Primetime News' di Metro TV, Ali Ngabalin menyatakan bahwa rekonsiliasi antar kedua calon presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto memang perlu dilakukan, Sabtu (6/7/2019).

Namun demikian, ia menegaskan jika rekonsiliasi tidak bisa dibarter dengan kepentingan penegakkan hukum.

Sebab menurutnya, hal itu bisa mempengaruhi kewibawaan pemerintah.

"Rekonsiliasi itu terkait dengan kepentingan bangsa dan negara," ujar Ali Ngabalin, seperti dikutip TribunWow.com, Minggu (7/7/2019).

"Rekonsiliasi itu penting, penting untuk bangsa dan negara, penting untuk konsentrasi pemerintah."

"Tapi rekonsiliasi tidak dibarter dengan kepentingan-kepentingan penegakkan hukum yang bisa merongrong kewibawaan pemerintah dan penegakkan hukum di tanah air," sambungnya.

Terkait itu, Ali Ngabalin menegaskan bahwa 'pintu' ditutup jika rekonsiliasi dilakukan hanya sebagai barter hukum.

Bahkan dirinya menjamin jika presiden tak akan melakukan barter tersebut.

"Pasti ditutup itu, tidak mungkin presiden akan melakukan itu," tegas Ali Ngabalin.

"Saya memberikan jaminan bahwa tidak mungkin presiden melakukan rekonsiliasi itu dengan menabrak upaya-upaya penegakkan hukum."

"Presiden tidak akan mengintervensi langkah-langkah yang dilakukan penegakkan hukum."

Moeldoko: Pergi Sendiri, Ya Pulang Sendiri Saja

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, Kepala Staf Kepresiden, Moeldoko juga angkat bicara terkait syarat rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo harus memulangkan Rizieq Shihab.

"Ya siapa yang pergi, siapa yang pulangin. Kan pergi-pergi sendiri, kok dipulangin, gimana sih? Emangnya kita yang ngusir, kan enggak," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (9/7/2019).

Seperti diketahui, pada April 2017 Rizieq Shihab bertolak ke Mekkah, Arab Saudi, untuk menunaikan ibadah umrah dan hingga kini Rizieq Shihab tak kunjung pulang ke Tanah Air.

"Pergi-pergi sendiri kok, kita ribut mau mulangin, kan gitu," ujar Moeldoko.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf pada pilpres 2019 lalu ini pun menyarankan Rizieq Shihab pulang saja ke Tanah Air jika memang ingin pulang.

"Ya pulang sendiri saja, enggak bisa beli tiket, baru gua beliin," lanjutnya.

Seusai Debat Tagar #2019GantiPresiden, Mardani Ali Sera dan Ali Mochtar Ngabalin Berpelukan

Namun, saat ditanya apakah ada jaminan dari pemerintah bahwa Rizieq Shihab tak akan diproses hukum jika kembali ke Indonesia, Moeldoko enggan memberi jaminan.

"Ya saya tidak tepat bicara itu ya, mungkin Kapolri," ujarnya.

Mantan Panglima TNI ini juga mempertanyakan apakah rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo masih penting.

Sebab, ia melihat saat ini sudah tak ada lagi perpecahan di masyarakat.

"Kan sudah saya katakan kemarin, penting gak sih rekonsiliasi? Ada persoalan bangsa yang lebih besar. Nanti kita tata lagi, masyarakat yang di bawah kan sudah tenang tenang saja, elitnya yang ribut sendiri," ujar Moeldoko. (*)

Berita Terkini