Solo KLB Corona

Misteri Sukoharjo Peringkat 2 Terbanyak Kasus Positif Covid-19 di Jateng, Bagaimana Bisa?

Penulis: Adi Surya Samodra
Editor: Asep Abdullah Rowi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Proses penjemputan pasien positif Covid-19 di Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Senin (11/5/2020).

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kabupaten Sukoharjo kini menyandang predikat nomor dua terbanyak kasus pasien terkonfirmasi positif Covid-19 se-Jawa Tengah.

Per Selasa (19/5/2020), jumlah kumulatif kasus pasien terkonfirmasi positif Covid-19 tercatat sebanyak 67 kasus.

Rinciannya, 19 karantina mandiri, 17 karantina di rumah sehat, 6 rawat inap, 21 sembuh, dan 4 meninggal dunia.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Sukoharjo, Yunia Wahdiyati menyebutkan tingginya kasus positif Covid-19 lantaran masyarakat tidak disiplin menjalankan karantina selama 14 hari.

Potret Tempat Belanja Pakaian di Solo Raya Memludak di Tengah Corona, Ada Pembeli Tak Takut Virus

Meski Sudah Ada Imbauan MUI,  900 Masjid di Sukoharjo Masih Gelar Salat Tarawih Saat Corona

"Seperti diketahui bersama di satu sisi di sini diminta untuk menjalankan protokoler kesehatan secara ketat," kata Yunia kepada TribunSolo.com, Rabu (20/5/2020).

"Imbauan itu belum bisa dilakukan optimal sehingga kasus-kasus potensi masalah yang semestinya dilakukan isolasi mandiri secara ketat, belum melakukan isolasi mandiri," papar dia.

"Sehingga dari situ muncul penularan-penularan yang membuat kasus di Sukoharjo tinggi," imbuhnya membeberkan.

Yunia menuturkan masyarakat tidak disiplin jalankan karantina mandiri lantaran sejumlah kebutuhan tidak terpenuhi.

"Penularan bisa diputus apabila masyarakat itu sangat disiplin dengan tata laksana karantina mandiri 14 hari, harus di rumah ibaratnya putus mungkin dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya," tutur dia.

Utang Pemerintah Indonesia hingga April 2020 Tembus Rp 5.172,48 Triliun, Meningkat 14,22 Persen

"Itu tidak mudah ada kebutuhan-kebutuhan, yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang melakukan itu," tambahnya.

Itu membuat masyarakat yang menjalankan karantina mandiri seolah tak bisa 'mengendalikan dirinya'.

"Kebutuhan ekonomi, sosial, ibadah dan sebagainya, satu dua kasus tidak bisa mengendalikan diri untuk isolasi mandiri," kata dia.

"Itu yang membuat pemutusan rantai penularan belum bisa terjadi," tandasnya. (*)

Berita Terkini