Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ryantono Puji Santoso
TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Serial Drama Korea (Drakor) The World of the Married menjadi buah bibir di Indonesia.
Serial yang menyajikan kisah pasangan menikah yang kehidupan rumah tangganya berantakan lantaran adanya perselingkuhan, kebencian, dan ‘orang ke tiga’ di antara mereka.
Kisah tersebut berhasil menguras emosi para penontonnya dan tak jarang publik dibuat penasaran dengan para pemeran yang tampil dalam serial drama tersebut.
Aktris Korea, Han So Hee yang memerankan tokoh Yeo Da Kyung atau orang ketiga yang hadir dalam kehidupan rumah tangga Lee Tae Oh dan Sun Woo menjadi satu diantara pemeran yang dikepoin publik.
Aksi tersebut dinilai berlebihan oleh sebagian orang, namun bagaimana pendapat Psikolog terkait hal tersebut?
• Beda Sikap di Karanganyar : Bupati Bolehkan Salat di Tempat umum, Polres Tetap Imbau Salat di Rumah
• Mas Pur Comeback Rating Sinetron TOP Melesat, Kapan Tisna Menyusul? Ini Jawaban Pemerannya
Dosen Psikologi UNS Moh Abdul Hakim mengatakan, pada dasarnya otak manusia itu gampang hayut dengan sesuatu yang disampaikan dalam bentuk narasi cerita dibandingkan penjelasan bersifat teknis.
"Cerita yang relevan dengan kehidupan sehari-hari penonton itu lebih gampang membuat orang hanyut ke dalam dirinya," kata Hakim, Kamis (21/5/2020).
Sementara itu, alur cerita yang akrab menjadikan serial drakor The World of The Married digemari dan membuat para penonton terhanyut, tak terkecuali, masyarakat Indonesia.
"Berbagai penelitian menunjukkan keluarga itu menjadi poros dari aktivitas kehidupan sehari-hari," kata dia.
"Semua isu tentang keluarga, pernikahan tentang anak, kehidupan rumah tangga ini disajikan baik ceritanya sehingga penonton gampang terhanyut," paparnya.
Bagi para penonton akhirnya mengikuti cerita tersebut secara emosional, dampaknya terjadi hujatan untuk tokoh antagonis di serial tersebut.
"Sudah terlanjur larut ke dalam cerita kemudian dia sudah mengidentifikasi ini tokoh idolaku, ini tokoh yang dimusuhi," kata dia.
"Dalam otak mereka itu adalah seperti sebuah peristiwa nyata sehingga bullying di sosial media terjadi," jelas dia.
Hakim mengatakan, bagi sebagian orang yang mengkritik melihat hujatan pada tokoh antagonis dari netizen Indonesia adalah tindakan bodoh.
Namun, beda lagi bagi sudut pandang mereka yang terlarut dalam cerita.
Bagi penonton yang sudah terlarut tidak melihat cerita itu sebagai fiksi, mereka menganggap itu adalah kejadian nyata.
"Sebenarnya mereka yang mengkritik itu tidak mengerti bahwa dalam dunia subjektif penonton itu bukan peristiwa yang bagi mereka hanya cerita, itu seperti kejadian beneran," kata dia. (*)