Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto
TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Ada alasan tersendiri Cipto Wiyono menetapkan harga mi ayamnya Rp 3.000.
Dia menyatakan, tetap memilih untuk mengutamakan pelayanan.
Menurut pemilik mi ayam di warung mi ayam dan bakso Pak Suro di Jalan Manisrenggo-Prambanan, Desa Kebondalem Lor, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten itu harga tersebut sudah dikenal masyarakat.
Sang pemilik warung Cipto Wiyono (70) bahkan tidak mau menaikan harga mi ayamnya di tengah masa pandemi corona ini.
• Pemerintah Pusat Kucurkan Dana Rp 5,8 Miliar, untuk Nakes yang Menangani Covid-19 di Karanganyar
• Musim Hujan Diprediksi Akhir Oktober 2020, Gibran Tetap Tancap Gas Blusukan Pakai Virtual Box
Cipto sebagai seorang pedagang mi ayam jelas sudah merasakan asam garam di dunia kuliner yang dia geluti itu.
"Sudah 45 tahun jualan mi ayam dan bakso," kata dia pada TribunSolo.Com, Minggu (4/10/2020).
Dia bercerita, awalnya berjualan bakso dan es dengan harga bakso Rp 200 per porsinya.
Kemudian, pada tahun 1983 dia mulai merambah pada mi ayam.
"Saya sudah berjualan sejak tahun 1975, itu saat baru bakso, saat itu saya masih berjualan Bakso seharga Rp 200 per mangkok, mi ayam sendiri baru saya jual baru sejak 37 tahun yang lalu," kata Cipto.
Cipto mengatakan, dalam berjualan tiap tahunya, ia sempat menaikan harga dagangannya hingga mencapai Rp 2.000 pada tahun 2000.
Kemudian, harga bakso dan mi ayam mengalami kenaikan mencapai Rp 3.000, sampai saat ini.
"Awal saya berjualan bakso seharga Rp 200, lalu karena bahan baku semakin naik, maka harga saya naikan hingga Rp 2.000 di tahun 2000, lalu tahun 2000an, saya lupa tahunnya baru saya naikan hargannya menjadi Rp 3.000," katanya.
Selama pandemi Covid-19 melanda, ia tidak menaikan harga makanannya.
Ia mengaku belum terpikirkan akan menaikan harga bakso dan mi ayamnya dan tetap fokus melayani pembeli sebaik mungkin.