Berita Solo Terbaru

Alumni GMNI Solo Tolak UU Omnibus Law hingga Soroti Aparat Keamanan yang Represif Hadapi Pendemo

Penulis: Ilham Oktafian
Editor: Asep Abdullah Rowi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI : Massa aksi melakukan long march dari kawasan Alun-alun Utara Keraton Solo menuju depan Balakota Solo di Jalan Jenderal Sudirman, Kamis (8/10/2020).

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ilham Oktafian

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Solo menolak UU Omnibus Law.

Koordinator Alumni Muda GMNI Solo, Wahyu Dwi Haryanto menilai ada beberapa kejanggalan, utamanya waktu pengesahan yang dinilai dipaksakan di tengah pandemi Covid-19.

"Percepatan pengesahan jelas mencederai demokrasi di mana pemerintah mestinya mendengarkan berbagai masukan dan keberatan masyarakat," katanya dalam rilis yang diterima TribunSolo.com, Jumat (9/10/2020).

"Apalagi Omnibus Law menyangkut regulasi berbagai Undang-Undang," imbuhnya.

BREAKING NEWS : 4 Demonstran yang Sempat Ditangkap di Kartasura & Univet Sukoharjo Dibebaskan Polisi

Detik-detik Pendemo Menggulingkan Truk Satpol PP Sebelum Membakarnya Ketika Aksi di Kartasura Ricuh

Wahyu menganggap jika UU Omnibus Law berpihak pada pemodal dan merugikan  buruh.

"Di luar klaster ketenagakerjan, UU Cipta Kerja juga justru memberikan karpet merah kepada investasi asing," paparnya.

"Hal ini tentu tidak sejalan dengan ekonomi berdikari yang digagas Bung Karno dalam Tri Sakti," pungkasnya.

Lantaran hal tersebut, ia pun mendesak Presidem Joko Widodo untuk mencabut UU Omnibus Law.

Alumni muda GMNI Solo lainnya, Tyo juga menyayangkan sikap dari petugas keamanan yang dinilai cenderung represif dalam menyikapi adanya aksi penolakan.

Adapun alumni muda GMNI Solo yang menolak UU Omnibus Law lebih dari 20 orang, terdiri dari lintas kepengurusan DPC GMNI Solo periode 2010 hingga 2017.

Presiden Jokowi Beri Keterangan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan keterangan terkait UU Cipta Kerja, Jumat (9/10/2020). 

Orang nomor satu di Indonesia itu meminta masyarakat yang keberatan dengan UU Cipta Kerja untuk mengajukan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi ( MK).

"Jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja, silakan ajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi," kata Jokowi dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor.

BREAKING NEWS : 4 Demonstran yang Sempat Ditangkap di Kartasura & Univet Sukoharjo Dibebaskan Polisi

Tak Hanya Buat Pengangguran, Muhadjir Effendy Sebut UU Cipta Kerja Dapat Kembangkan UMKM

Jokowi menegasakan bahwa melakukan uji materi ke MK atas suatu UU merupakan langkah yang sesuai sistem tata negara di Indonesia.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menanggapi aksi unjuk rasa buruh dan mahasiswa yang telah digelar tiga hari berturut-turut untuk menolak UU Cipta Kerja.

Jokowi menyebut aksi itu disebabkan oleh disinformasi dan hoaks.

"Saya melihat adanya unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang pada dasarnya dilatarbelakangi disinformasi mengenai substansi dari UU ini dan hoaks di media sosial," kata Jokowi.

Jokowi lalu memaparkan sejumlah disinformasi dan hoaks soal UU Cipta Kerja sekaligus menyampaikan bantahan.

Misalnya terkait penghapusan upah minimun provinsi, upah minimum kabupaten, dan upah minimum sektoral provinsi dihapus.

"Hal ini tidak benar. Faktanya upah minimum regional tetap ada," kata Kepala Negara.

Namun, Jokowi tidak secara rinci menjelaskan perbandingan antara aturan di UU Ketenagakerjaan yang lama dengan UU yang baru disahkan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Jokowi Persilakan Penolak UU Cipta Kerja Gugat ke MK

Berita Terkini