TRIBUNSOLO.COM -- Maestro dalang Ki Manteb Soedarsono meninggal dunia.
Ki Manteb meninggal dunia di rumahnya, Sekiteran RT 2 RW 8 Desa Doplang Kecamatan Karangpandan Kabupaten Karanganyar, Jumat (2/7/2021) pukul 09.45.
Ki Manteb meninggal dunia pada usia 73 tahun.
Baca juga: Biodata Ki Manteb Soedharsono: Dalang Kelahiran Sukoharjo yang Meninggal, Murid Ki Narto Sabdo
Baca juga: Kabar Duka, Dalang Kondang Ki Manteb Soedharsono Meninggal, Dimakamkan dengan Protokol Kesehatan
Kabar meninggalnya Ki Manteb dikonfirmasi Sekdes Doplang, Ade Irawan.
Ia mengungkapkan kronologi meninggalnya sang legenda dalang tersebut.
Sepulang dari Jakarta, Ki Manteb sempat main wayang pada Minggu (27/6/2021).
"Setelah main live streaming di pendopo kondisi drop. Punya riwayat paru. Panggil dokter dari Sragen ke rumah dan diinfus," katanya kepada Tribunjateng.com.
Sebelum meninggal dunia, Ki Manteb dan Istrinya, Suwarti sempat menjalani swab antigen dan hasilnya positif Covid-19 pada Kamis kemarin.
Rencananya jenazah Ki Manteb akan dimakamkan dengan standar protokol Covid-19 di tempat pemakaman setempat hari ini.
Biodata Ki Manteb Soedharsono
Kabar duka datang dari dunia wayang Indonesia.
Dalang kondang Indonesia, Ki Manteb Sudharsono meninggal dunia pada Jumat (2/7/2021) pukul 09.45 WIB.
Semasa hidup, Ki Manteb Sudharsono dikenal sebagai dalang kondang pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.
Baca juga: Kabar Duka, Dalang Kondang Ki Manteb Soedharsono Meninggal, Dimakamkan dengan Protokol Kesehatan
Baca juga: BREAKING NEWS : Innalilahi Dalang Kondang Asal Karanganyar, Ki Manteb Soedharsono Meninggal Dunia
"Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Sampun kapundut wonten ngarsanipun gusti Allah SWT, alm Bp. Ki H manteb soedarsono (dalang manteb) Pukul 09.45 WIB," tulis pesan yang diterima TribunSolo.com.
Seperti diketahui, Ki Manteb Soedharsono lahir di Palur, Mojolaban, Sukoharjo, 31 Agustus 1948 adalah seorang dalang wayang kulit ternama yang dari Jawa Tengah.
Karena keterampilannya dalam memainkan wayang, ia pun dijuluki para penggemarnya sebagai Dalang Setan.
Ia juga dianggap sebagai pelopor perpaduan seni pedalangan dengan peralatan musik modern.
Saat ini Ki Manteb berdomisili di Dusun Sekiteran, Kelurahan Doplang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Masa muda
Manteb Soedharsono adalah putra seorang dalang pula, bernama Ki Hardjo Brahim.
Ia dilahirkan di Dusun Jatimalang, Kelurahan Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 31 Agustus 1948.
Ki Hardjo Brahim adalah seniman tulen yang tidak memiliki pekerjaan lain kecuali mendalang. Manteb sebagai putra pertama dididik dengan keras agar bisa menjadi dalang tulen seperti dirinya. Ki Hardjo sering mengajak Manteb ikut mendalang ketika ia mengadakan pertunjukan.
Sementara itu, ibu Manteb yang juga seorang seniman, penabuh gamelan, lebih suka jika putranya itu memiliki pekerjaan sampingan.
Itulah sebabnya, Manteb pun disekolahkan di STM Manahan, Solo. Namun sejak kecil Manteb sudah laris sebagai dalang sehingga pendidikannya pun terbengkalai.
Akhirnya, ia memutuskan untuk berhenti sekolah untuk mendalami karier mendalang.
Menemukan identitas
Untuk meningkatkan keahliannya, Manteb banyak belajar kepada para dalang senior, misalnya kepada dalang legendaris Ki Narto Sabdo pada tahun 1972, dan kepada Ki Sudarman Gondodarsono yang ahli sabet, pada tahun 1974.
Pada tahun '70 dan '80-an, dunia pedalangan wayang kulit dikuasai oleh Ki Narto Sabdo dan Ki Anom Suroto. Ki Manteb berusaha keras menemukan jati diri untuk bisa tetap eksis dalam kariernya.
Jika Ki Narto mahir dalam seni dramatisasi, sedangkan Ki Anom mahir dalam olah suara, maka Ki Manteb memilih untuk mendalami seni menggerakkan wayang, atau yang disebut dengan istilah sabet.
Ki Manteb mengaku hobi menonton film kung fu yang dibintangi Bruce Lee dan Jackie Chan, untuk kemudian diterapkan dalam pedalangan.
Untuk mendukung keindahan sabet yang dimainkannya, Ki Manteb pun membawa peralatan musik modern ke atas pentas, misalnya tambur, biola, terompet, ataupun simbal. Pada awalnya hal ini banyak mengundang kritik dari para dalang senior.
Namun tidak sedikit pula yang mendukung inovasi Ki Manteb.
Keahlian Ki Manteb dalam olah sabet tidak hanya sekadar adegan bertarung saja, tetapi juga meliputi adegan menari, sedih, gembira, terkejut, mengantuk, dan sebagainya.
Selain itu ia juga menciptakan adegan flashback yang sebelumnya hanya dikenal dalam dunia perfilman dan karya sastra saja.
Ia berpendapat jika ingin menjadi dalang sabet yang mahir, maka harus bisa membuat wayang dengan tangannya sendiri.
Mendapat popularitas
Ki Manteb mulai mendalang sejak kecil. Namun, popularitasnya sebagai seniman tingkat nasional mulai diperhitungkan publik sejak ia menggelar pertunjukan Banjaran Bima sebulan sekali selama setahun penuh di Jakarta pada tahun 1987.
Ketika Ki Narto Sabdo meninggal dunia tahun 1985, seorang penggemar beratnya bernama Soedharko Prawiroyudo merasa sangat kehilangan.
Soedharko kemudian bertemu murid Ki Narto, yaitu Ki Manteb yang dianggap memiliki beberapa kemiripan dengan gurunya itu. Ki Manteb pun diundang untuk mendalang dalam acara khitanan putra Soedharko.
Sejak itu, hubungan Sudarko dengan Ki Manteb semakin akrab. Sudarko pun bertindak sebagai promotor pergelaran rutin Banjaran Bima di Jakarta yang dipentaskan oleh Ki Manteb.
Pergelaran tersebut diselenggarakan setiap bulan sebanyak 12 episode sejak kelahiran sampai kematian Bima, tokoh Pandawa.
Ki Manteb mengaku, Banjaran Bima merupakan tonggak bersejarah dalam hidupnya. Sejak itu namanya semakin terkenal.
Bahkan, pada tahun '90-an, tingkat popularitasnya telah melebihi Ki Anom Suroto, yang juga menjadi kakak angkatnya.
Pada tanggal 4–5 September 2004, Ki Manteb membuat rekor dengan mendalang 24 jam tanpa henti dengan lakon Baratayudha.
Pertunjukannya ini bertempat di RRI Semarang, Jalan A. Yani 144–146 Semarang. Berkat pementasannya ini, ia mendapatkan rekor MURI pentas wayang kulit terlama.
Dan hebatnya, meskipun telah mendalang selama 24 jam itu, dokter yang memeriksa kesehatan Ki Manteb setelah pentas menyatakan bahwa kondisi Ki Manteb sangat prima.
Tanggal 5 Januari 2013, Ki Manteb didaulat Dahlan Iskan, yang menjabat Menteri Negara BUMN, untuk melakukan prosesi tolak bala bagi mobil listrik Tucuxi agar terhindar dari fitnah dan marabahaya.
Namun sayang, di daerah Plaosan, Magetan mobil tersebut mengalami kecelakaan. Dalam kecelakaan itu, Dahlan Iskan selamat.
Manajemen keuangan
Selain gaya pedalangan yang atraktif, Ki Manteb juga dikenal sebagai pelopor dalam hal manajemen keuangan. Honor hasil pentas tidak dihabiskan langsung, melainkan dikelola oleh istrinya, Sri Suwarni yang bertindak sebagai manajer.
Ki Manteb memiliki banyak kru dalam setiap pementasannya. Ia juga membutuhkan biaya perawatan untuk armada dan peralatan mendalangnya.
Untuk itu diperlukan manajemen yang baik agar tidak mengulangi pengalaman buruk para dalang lainnya, misalnya semasa muda hidup berlimpah karena laris, tetapi setelah tua menderita kekurangan.
Prestasi
Pada tahun 1982 Ki Manteb menjadi juara Pakeliran Padat se-Surakarta. Prestasi tersebut membuat namanya mulai menanjak.
Tahun 1995 Ki Manteb mendapat penghargaan dari Presiden Soeharto berupa Satya Lencana Kebudayaan.
Pada awal tahun 1998 Ki Manteb menggelar pertunjukkan kolosal di Museum Keprajuritan Taman Mini Indonesia Indah, dengan lakon Rama Tambak. Pergelaran yang sukses ini mendapat dukungan dari pakar wayang STSI.
Pada tahun 2004 Ki Manteb memecahkan rekor MURI mendalang selama 24 jam 28 menit tanpa istirahat.
Tahun 2010 penghargaan “Nikkei Asia Prize Award 2010” dalam bidang kebudayaan dianugerahkan kepada Ki Manteb Soedharsono karena kontribusinya yang signifikan bagi kelestarian dan kemajuan kebudayaan Indonesia terutama wayang kulit.
Artikel ini telah tayang di Warta Kota dengan judul: PROFIL Ki Manteb Sudharsono, Seniman Indonesia yang Meninggal Dunia, Pernah Pecahkan Rekor Muri dan Innalillahi Wainnailaihirojiun, Ki Manteb Soedarsono Meninggal Dunia, Sempat Swab Antigen