Selain itu, Wahyono juga menyoroti penetapan UMK dengan menerapkan formula dalam Undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP 36 tahun 2021 tentang Pengupahan untuk menetapkan UMK 2022.
Di mana, UU yang masih dalam proses Yudisial Review di Mahkamah Konstitusi (MK), tapi tetap dipakai dalam penetapan UMK 2022.
Menurutnya, dengan formula tersebut, upah buruh tidak tak lagi memperhatikan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi buruh.
"Tidak ada lagi survei kebutuhan hidup layak buruh. Tinggal pakai rumus, formula kemudian rumusannya ada, sudah selesai disitu," jelas dia.
Kepala Dinas Koperadi dan Tenaga Kerja (Dinkopnaker) Boyolali, Arief Wardiyanta menyatakan belum bisa memastikan besaran UMK tahun 2022.
Pasalnya, pihaknya masih akan menunggu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat sebagai bahan penyesuaian besaran UMK.
"Kalau data sudah ada, akan kami simulasikan dalam draft UMK 2022," tutur dia.
Sebagai informasi, dalam penyusunan UMK 2022 seperti diatur dalam PP 36, BPS nantinya akan menyampaikan data-data statistik terkait penetapan UMK.
Baca juga: Dikira Suara Tikus di Kamar, Gadis di Sragen Kaget Bukan Kepalang, Ternyata Kobra Siap Menyerang
Baca juga: Hati-hati Modus Penipuan Orderan Fiktif Denny Sumargo di Sragen : Pelaku Minta Pulsa Rp 200 Ribu
Yakni terdiri dari data rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga (ART), rata-rata banyaknya ART yang bekerja pada setiap rumah tangga, inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan UMK tahun 2021.
Dari Data tersebut nanti akan dihitung berapa batas atas dan batas bawah minimum upah, sehingga akan ditemukan besaran penyesuaian untuk UMK tahun 2022
Jika dalam penghitungan tersebut, ternyata UMK tahun 2021 sudah lebih tinggi dari hasil batas atas, maka UMK tahun 2022 akan ditetapkan sama dengan tahun ini.
Tapi, jika hasil penghitungan batas atas tersebut ternyata lebih besar dibanding UMK tahun ini, maka akan ada penambahan penyesuaian besaran UMK pada tahun 2022 nanti. (*)