Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Di Kabupaten Sragen terdapatlah sebuah desa dan kecamatan bernama Sambungmacan.
Letak daerah Sambungmacan ini di sudut timur Kabupaten berjuluk Bumi Sukowati.
Baca juga: Sejarah Es Gempol Pleret Ternyata dari Desa di Sukoharjo Ini, Terkenal hingga Semarang
Nah, soal mengapa daerah itu bernama Sambungmacan, ternyata ada sejarahnya sendiri.
Salah satu pelaku seni dan budaya Kabupaten Sragen, Karno KD pernah meneliti asal-usul nama Sambungmacan.
Dalang tertua di Sragen ini pernah melakukan riset ke sejumlah tetua kampung.
Menurut Karno, sejarah Sambungmacan berawal dari Dukuh Butuh, yang terletak di Desa Banaran, Kecamatan Sambungmacan.
Cerita berawal dari Pangeran Mangkubumi atau kelak bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedang berhadapan dengan tentara Belanda di Sragen.
Pangeran Mangkubumi yang hendak melawan Belanda, punya panglima perang, yakni Gusti Pangeran Jatikusumo.
Waktu itu Gusti Pangeran Jatikusumo diperintahkan untuk mencari orang sakti untuk membantu melawan penjajah Belanda.
Akhirnya, Gusti Pangeran Jatikusumo mempercayakan pemilihan prajurit perang kepada Ki Ageng Butuh, yang waktu itu sudah terkenal sebagai "orang sakti".
Baca juga: Banyak Lubang di Jalan Raya Sukowati Sragen, Bupati : Masih Hujan, Kalau Diperbaiki Sekarang Percuma
Baca juga: Pupus Harapan Warga di Sragen, Tak Jadi Dapat Minyak Goreng Murah karena Pemerintah Cabut Aturan HET
"Jaman itu, Pangeran Mangkubumi meminta untuk dicarikan pemuda yang bisa diajukan untuk ikut perang, badannya harus memenuhi syarat," ujarnya kepada TribunSolo.com, Minggu (20/3/2022).
"Akhirnya Ki Ageng Butuh mengajukan anaknya yang bernama Joko Sambung," tambahnya.
Joko Sambung tersohor sebagai jawara yang tidak terkalahkan oleh siapapun waktu itu.
Kemudian, para pemuda yang telah dikumpulkan tersebut, termasuk Joko Sambung, ditempa untuk mengikuti perang melawan penjajah Belanda di Solo.
Bersamaan dengan itu, di bagian Sragen lain terdapat jawara kampung bernama Suro Macan.
Ia terkenal kerap berbuat onar dan kerusuhan.
"Suro Macan dan anak buahnya setiap hari suka membuat rusuh, menjarah ditempat hajatan, memperkosa wanita, dan lain-lain," tambahnya.
Karena semakin meresahkan, Joko Sambung diminta untuk menyelesaikan permasalahan yang diakibatkan oleh Suro Macan.
Joko Sambung datang dengan prajurit yang banyak langsung mendatangi markas Suro Macan dan akhirnya banyak anak buah Suro Macan yang tertangkap.
"Akhirnya anak buahnya laporan ke Suro Macan, dan langsung menyerbu ke tempat Ki Ageng Butuh," singkatnya.
Dari situlah terjadi konflik antara pasukan Suro Macan dengan Joko Sambung.
"Satu persatu prajurit kedua pasukan tumbang, akhirnya tinggal Suro Macan dan Joko Sambung, satu lawan satu, selama perang nggak ada yang kalah, sama-sama sakti," papar Karno KD.
Karena tidak ada yang kalah, Pangeran Jatikusumo berpikir jika kedua mati akan sangat disayangkan, karena keduanya bisa untuk memimpin perang.
"Suro Macan awalnya nggak mau ngalah,".
"Awalnya diberi banyak nasehat, tapi belum mau berhenti, akhirnya Gusti Pangeran Jatikusumo menodongkan pistol, apabila tidak menurut akan ditembaki," kata Karno.
Dari ancaman itulah akhirnya Suro Macan mau mengalah, dan kemudian patuh dan tunduk kepada Gusti Pangeran Jatikusumo.
"Anak buahmu yang masih hidup akan saya latih untuk melawan penjajah Belanda di Kartasura, pasukannya kalian pimpin berdua," kata Karno KD menirukan ucapan Pangeran Jatikusumo.
Dari gabungan nama antara dua orang sakti, yakni Joko Sambung dan Suro Macan inilah, maka di daerah itu akhirnya banyak disebut sebagai daerahnya Sambungmacan.
"Nama Sambungmacan pun masih dipakai hingga saat ini," kata Karno.
Karno KD mengaku pernah mengklarifikasi cerita tersebut kepada petugas Dinas Penerangan Kabupaten Sragen, dan cerita itu dibenarkan.
Kini, wilayah Kecamatan Sambungmacan termasuk salah satu daerah yang cukup maju, karena dilewati jalan nasional yang menghubungkan Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tak hanya itu, kini Pemkab Sragen juga berencana untuk membuat Kecamatan Sambungmacan sebagai kota mandiri. (*)