Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Meski berada di kawasan perkotaan, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo tak terlepas dari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Menurut Kepala Puskesmas Sukoharjo Kota, dr. Kunari Mahanani, kasus DBD tertinggi justru berada di pusat kota, dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi.
Baca juga: Imbas Ratusan Ternak di Sukoharjo Terpapar PMK : Pasar Hewan Masih Tutup, Pengawasan Digencarkan
Baca juga: Hujan Disertai Angin Kencang, Warung Seblak di Kartasura Sukoharjo Tertimpa Pohon
Tiga Kelurahan seperti Gayam, Joho, Sukoharjo, menjadi sorotan karena tingginya kasus DBD.
Sementara kawasan pinggiran seperti Kelurahan Combongan, angka kasus DBD tergolong cukup rendah.
"Sejak Januari hingga bulan Juli ini, ada 185 kasus DBD yang ditemukan di Kecamatan Sukoharjo. Ini angkanya cukup tinggi," katanya, Selasa (5/7/2022).
Penyebab tingginya kasus DBD di Kecamatan Sukoharjo ini, setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor.
Baca juga: Kisah Pilu Warga Sukoharjo Korban Terseret Ombak Pantai Drini, Tak Bisa Saksikan Anaknya MenikahÂ
Baca juga: Dugaan Pelecehan Seksual Personel JKT48 di Sukoharjo, Manajemen The Park Mall Tegaskan Hoaks
Seperti jumlah kepadatan penduduk, kurangnya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), dan faktor cuaca.
"Di Kelurahan Jetis wilayahnya juga padat, tapi disana ada grebek jentik setiap 1 bulan sekali," ujarnya.
Wanita yang akrab disapa dr. Anik ini mengatakan, gerakan PSN lebih efektif daripada melakukan fogging.
"PSN lebih efektif karena bisa membunuh nyamuk, larva, dan telurnya. Kalau fogging tidak membunuh telur dan larva," jelasnya.
Baca juga: Tilang ETLE Tak Pandang Bulu: Plat Luar Kota yang Melanggar di Sukoharjo Bisa Kena Tilang
Sementara itu, data tingkat Kabupaten menunjukkan adanya 410 kasus DBD dari Januari hingga Juli 2022 ini.
"Sebanyak 56 pasien mengalami DSS (dengue shock syndrome), dan tercatat ada 7 pasien meninggal dunia," kata Kepala DKK Sukoharjo, Tri Tuti Rahayu.
(*)