Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Setiap tanggal 1 Mei, diperingati sebagai hari buruh internasional.
Ketua DPC SBSI 1992 Sragen, Joko Supriyanto mengatakan pekerja di Sragen tidak menggelar aksi besok seperti di daerah lain.
Namun, melalui hari Buruh, ia menyampaikan beberapa harapan dari para pekerja di Sragen.
Harapan yang pertama, pihaknya berharap agar ada perhatian dari pemerintah terhadap pekerja yang kondisinya masih terpinggirkan.
Karena ia menilai belum ada pihak yang berpihak kepada nasib pekerja.
Selain itu, para pekerja di Sragen meminta kepada pengusaha agar lebih menghargai mereka.
"Harapannya pengusaha bisa menghargai buruh sebagai aset bukan sebagai sapi perah penghasil kekayaannya," katanya kepada TribunSolo.com, Minggu (30/4/2023).
Selain itu, ia berharap agar ada Undang-Undang ketenagakerjaan yang melindungi hak-hak Buruh.
"Minimal UU yang ada bisa dijalankan bukan cuma sebagai pajangan atau formalitas saja," katanya.
"Yang lebih penting UU Omnibus Law Cipta Kerja dalam hal ini Perpu Cipta Kerja nomor 2 tahun 2023," tambahnya.
Baca juga: Bukan Demo, Buruh Karanganyar Peringati May Day 2023 Lewat Halal Bi Halal Dengan Forkompimda
Baca juga: May Day 2023, Tak Ada Aksi Demo Buruh di Wonogiri, Hanya Ada Acara Gowes Internal Satu Perusahaan
Melalui momentum hari buruh besok, pekerja di Sragen juga menyampaikan menolak sistem kerja kontrak dan outsourcing.
Karena menurutnya, kedua kebijakan tersebut sangat merugikan bagi pekerja.
"Sistem kontrak jelas sangat merugikan Buruh karena dengan kontrak Buruh tidak ada kepastian kelangsungan bekerja dan sewaktu-waktu bisa diputus kontrak kerjanya, tanpa mendapat hak atas pesangon, dalam hal ini kesejahteraan juga minim didapat," jelasnya.
"Outsourcing yang jelas menyulitkan, kalau terjadi permasalahan baik kerjaan ataupun masalah hak Buruh mau tanya solusi kemana, di satu sisi tempat kerjaan di satu sisi pihak penyalur, lebih parah outsourcing daripada kontrak," imbuhnya.
Selain itu, kini kondisi kesejahteraan pekerja di Sragen semakin memburuk pasca pandemi.
"Memburuk pasca pandemi, karena banyak Buruh yang dirumahkan ditambah tidak mendapatkan upah selama dirumahkan," ujar Joko.
"Dan THR ini juga banyak yang tidak sesuai aturan yang berlaku, contohnya besaran perhitungan THR berdasarkan misalnya hari kerja 1 tahun terakhir, tidak berdasarkan masa kerja yang tercantum dalam SE NO M/2/HK.02.00/III/2023," pungkasnya.
(*)