Kasus Sekolah di Boyolali Jualan Buku

Kasus Pengadaan LKS Jadi Sorotan, Temuan Sidak Ungkap Kepsek SMP se-Boyolali Sempat Dikumpulkan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SIDAK PENGADAAN LKS - Komisi IV DPRD Boyolali melakukan inspeksi mendadak (sidak) soal pengadaan buku LKS di Boyolali, Rabu (6/8/2025). Kasus pengadaan buku LKS atau Lembar Kerja Siswa jadi sorotan di Boyolali beberapa waktu belakangan. Ada isu yang menyebutkan bahwa ada praktik jual beli LKS dan tak sedikit wali murid yang keberatan dengan beban biaya LKS ini.

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo 

TRIBUNSOLO.COM,  BOYOLALI - Kasus pengadaan buku LKS atau Lembar Kerja Siswa jadi sorotan di Boyolali beberapa waktu belakangan.

Ada isu yang menyebutkan bahwa ada praktik jual beli LKS dan tak sedikit wali murid yang keberatan dengan beban biaya LKS ini.

Komisi IV DPRD Boyolali yang melakukan inspeksi mendadak (sidak) menemukan fakta baru soal pengadaan buku LKS ini, Rabu (6/8/2025).

Dalam sidak itu, terungkap jika kepala sekolah SMP di Boyolali sebelumnya telah dikumpulkan.

Sekolah juga diminta untuk mengirimkan data siswa di setiap sekolah.

Baca juga: Sekolah di Boyolali Jualan Buku Rp500 Ribu Dikritik, Lembaga Pendidikan Jadi Ajang Lahan Dagang?  

"Menurut informasi tadi. Dalam pertemuan itu disimpulkan penerbit LKS yang mana yang akan dipakai," kata Sekretaris Komisi IV, DPRD Boyolali, Indras Krisparwati.

Bahkan, menurut keterangannya, ada informasi jika sudah ada oknum yang memesan LKS ke penerbit yang telah ditunjuk itu.

Atas temuan itu, Ketua Komisi IV DPRD Boyolali Suyadi menyatakan akan terus mengawasi pengadaan LKS di sekolah ini.

"Komisi IV tetap akan monitoring terus. Kami mengkhawatirkan jual beli LKS di sekolah," tambahnya.

Dia menyebut, dalam sidak ini pihaknya memang menemukan adanya siswa SD yang masih menggunakan LKS.

Hanya saja, LKS itu ditangani oleh paguyuban sekolah.

"Kalau di SMP itu klir. Kami tidak menemukan  jual beli LKS di sekolah," tambahnya.

Suyadi menegaskan pihaknya tak melarang penggunaan LKS dalam pembelajaran di sekolah.

"Kami larang terkait dengan transaksi yang melibatkan sekolah dan komite," pungkasnya.

Mau Dikaji Ulang

Buku LKS atau Lembar Kerja Siswa sering kali menuai polemik pada tahun ajaran baru di sekolah.

Hampir semua guru menggunakan buku yang banyak mengandung latihan soal itu.

Namun tak sedikit wali murid yang keberatan dengan beban biaya LKS ini.

Baca juga: Aduan soal Jualan Buku di SMP 2 Banyudono, Disdikbud Boyolali Klarifikasi : Sudah Dikembalikan

Seperti yang terjadi di SMP N 2 Banyudono.

Karena ada wali murid yang tak setuju dengan LKS, akhirnya proyek itu batal.

Dalam kasus ini sekolah tersebut dikabarkan menjual paket buku seharga Rp 500 ribu kepada siswanya.

Bupati Boyolali, Agus Irawan akan mengkaji ulang urgensi LKS di dunia pendidikan.

Agus akan segera berkoordinasi dengan dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) untuk melakukan kajian mengenai LKS ini.

Dasi hasil kajian itu nantinya yang akan menjadi dasar.

“LKSnya itu butuh apa tidak, akan kita klarifikasi, kalau memang butuh nanti solusi nya seperti apa, kalau tidak butuh ya pastinya tidak akan kita terbitkan,” tutup Agus.

Selain itu, Agus juga berjanji akan turun langsung ke sekolah untuk melakukan pengecekan serta memastikan tidak akan lagi ada kasus tersebut.

“Kami harap sudah tidak ada lagi pemaksaan harus beli seragam maupun LKS dan sebagainya untuk anak anak sekolah,” jelasnya.

“Kewajiban membeli LKS itu nanti coba nanti kita cek dulu mas, nanti koordinasi dengan bu sekda dan pak asisten, akan cek dulu situasi dan kondisi nya seperti apa,” tambahnya.

Baca juga: 5 Fakta Kasus Sekolah di Boyolali Jualan Buku Rp 500 Ribu, Langsung Dikritik Berbagai Pihak

Sementara itu, Plt Kepala Disdikbud Boyolali, Arief Wardianta mengatakan pihaknya sudah mengecek ke tiga sekolah yang sebelumnya mendapat laporan ada pungutan.

Arief membenarkan adanya aduan terkait pungutan dana pengembangan sekolah. namun, permasalahan tersebut sudah diklarifikasi.

“Memang ada aduan dana pengembangan, mungkin termasuk LKS juga, sudah diklarifikasi dan komite sudah membatalkan, wali murid bisa mengambil uang yang sudah dibayarkan untuk iuran,” tambahnya.

“Mungkin itu yang di SMP 2 Banyudono, tetapi sudah diklarifikasi kalau dibatalkan,” ucap Arief.

Arief menegaskan, satuan pendidikan tidak boleh memfasilitasi langsung maupun tidak langsung pengadaan sarana alat sekolah.

“Serahkan sepenuhnya kepada wali murid untuk pengadaannya,” pungkas Arief.

Dikritik DPRD

Kabar itupun memunculkan kritik dari Ketua Komisi IV DPRD Boyolali, Suyadi.

Ia memberi peringatan keras kepada seluruh sekolah dan tenaga pendidik agar tidak menjadikan lembaga pendidikan sebagai tempat transaksi jual beli, terutama yang membebani siswa dan orang tua.

“Saya masih kumpulkan data dulu ya. Yang jelas sekolah, dalam hal ini guru atau tenaga pendidik, tidak diperbolehkan memaksa anak-anak didiknya untuk membeli LKS,” tegas Suyadi saat ditemui, Senin (28/7/2025).

Baca juga: Rumah Peninggalan Kho Ping Hoo di Solo Ditinggali Anak-anaknya, Masih Layani Penjualan Buku

Peringatan ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, praktik serupa juga terungkap saat sejumlah sekolah diketahui memfasilitasi penjualan seragam oleh pihak swasta di awal tahun ajaran.

Kini, muncul lagi dugaan keterlibatan sekolah dalam menjual buku melalui penerbit tertentu.

Menurut Suyadi, pendidikan seharusnya menjadi pelayanan dasar bagi masyarakat, bukan dijadikan ajang mencari keuntungan oleh oknum-oknum tertentu.

“Kami akan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk. Jangan sampai siswa atau wali murid terbebani dengan biaya-biaya tambahan yang tidak semestinya,” ujarnya.

Ia juga mengimbau masyarakat yang merasa dipaksa membeli buku atau perlengkapan sekolah untuk segera melaporkannya ke Komisi IV DPRD Boyolali.

Baca juga: Viral Pria Paksa Balita Minum Air Kloset diduga di Boyolali, Polisi: Pelaku Ternyata Warga Demak

Suyadi menyebut, praktik seperti ini memang kerap terjadi saat awal tahun ajaran baru—momen di mana orang tua sedang sibuk memenuhi kebutuhan anak.

Celah inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menjual produk yang sebenarnya tidak wajib.

“Hal ini seringkali dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menawarkan produk, yang akhirnya memberatkan wali murid,” imbuhnya.

Sebagai langkah konkret, Komisi IV akan turun langsung memantau sekolah-sekolah di Boyolali. Selain itu, mereka juga akan berdialog dengan Dinas Pendidikan guna memastikan bahwa praktik jual beli di lingkungan sekolah benar-benar dihentikan.

“Pendidikan adalah hak semua anak, jadi jangan sampai dicederai dengan kepentingan bisnis,” pungkas Suyadi.

(*)

Berita Terkini