Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Rumah Tanpa Atap di Sragen

Potret Rumah Tanpa Atap di Sragen, Tak Layak Huni Tetap Jadi Tempat Tinggal Satu Keluarga

Di bagian dalam, nyaris tak ada perabot rumah tangga. Seluruh anggota keluarga tidur bersama di satu kamar, tanpa sekat maupun pintu.

|

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN – Hidup sederhana dengan segala keterbatasan dijalani oleh satu keluarga di Kelurahan Sragen Tengah, Kecamatan/Kabupaten Sragen.

Di rumah yang berdiri di tepi aliran Sungai Garuda itu, Tri Widiatsih (51) bersama suami dan anaknya yang masih duduk di bangku kelas 6 SD mencoba bertahan, meski kondisi tempat tinggal mereka jauh dari kata layak.

Rumah tersebut berjarak kurang lebih 35 kilometer atau 40 menit berkendara dari kota Solo.

Rumah peninggalan orang tuanya itu tampak dari luar seperti bangunan yang belum selesai dikerjakan.

Dindingnya sudah terpasang bata ringan, namun sebagian besar bangunan belum beratap.

Hanya sisi kanan rumah yang ditutup dengan asbes sederhana.

Pintu utama pun bukan dari kayu atau besi, melainkan lembaran asbes, sementara jendela ditutup dengan triplek seadanya.

Untuk masuk ke dalam, orang harus melewati sisi samping rumah yang hanya ditutup anyaman bambu.

Di bagian dalam, nyaris tak ada perabot rumah tangga. 

Seluruh anggota keluarga tidur bersama di satu kamar, tanpa sekat maupun pintu.

Di belakang rumah, dapur dan kamar mandi menyatu tanpa pembatas. 

Di sanalah Asih, sapaan akrab Tri Widiatsih, masih memasak menggunakan kompor kayu bakar.

Asih menuturkan, ia sudah tinggal di rumah itu selama dua tahun terakhir.

“Ini rumah warisan ibu, dibangun 2 tahunan ini,” ungkap Asih kepada TribunSolo.com, Kamis (21/8/2025).

Rumah warga Kelurahan Sragen Tengah, Kecamatan/Kabupaten Sragen
TANPA ATAP - Rumah warga Kelurahan Sragen Tengah, Kecamatan/Kabupaten Sragen yang dihuni tanpa atap, Kamis (21/8/2025). Rumah yang dihuni Tri Widiatsih (51) bersama suami dan seorang anaknya yang masih duduk di kelas 6 SD ini tidak beratap juga tidak memiliki pintu.

Namun, pembangunan rumah terhenti lantaran keterbatasan biaya.

“Ini dulu dibangun patungan bersama kakak, jadi kakak ada uang sedikit dibantu dibelikan material, saya juga nabung, ada uang sedikit dibelikan material,” jelasnya.

"Tidak selesai karena uangnya tidak ada, kakak sama adik kan punya kebutuhan sendiri, atapnya itu saja disokong sama kakak-kakak, saya beli sendiri nggak kuat,” imbuh Asih.

Tak hanya belum rampung, rumah tersebut juga belum teraliri listrik.

Untuk penerangan sehari-hari, Asih harus menyambung aliran listrik dari rumah kakaknya yang berada tepat di samping.

Meski begitu, ada kekhawatiran tersendiri ketika musim hujan tiba.

“Kalau hujan tidak kehujanan, cuma ngrembes, takutnya kalau hujan angin seperti kemarin, ya sudah kita bertiga di dalam kamar gitu saja,” tutur Asih.

Baca juga: Kala Petugas Damkar Sragen Evakuasi 2 Cincin Emas di Jari Pria Obesitas, Butuh Waktu 40 Menit

Kadang kala, jika cuaca terlalu buruk, ia dan keluarganya memilih mengungsi sementara.

“Kalau hujan angin juga kadang menginap di tempat saudara,” pungkas Asih. 

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved