Rumah Tanpa Atap di Sragen
Senangnya Asih, Rumahnya di Sragen Tak Bakal Beratapkan Langit Lagi, Jadi Prioritas Perbaikan RTLH
Senyum lebar tak bisa disembunyikan Tri Widiatsih atau akrab disapa Asih (51), warga Kelurahan Sragen Tengah, Kabupaten Sragen.
Penulis: Septiana Ayu Lestari | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu
TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Senyum lebar tak bisa disembunyikan Tri Widiatsih atau akrab disapa Asih (51), warga Kelurahan Sragen Tengah, Kabupaten Sragen.
Setelah sekian lama tinggal di rumah tanpa atap, kini tempat tinggal sederhana itu akhirnya masuk daftar penerima bantuan perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dari Lazismu.
“Saya inginnya rumahnya jadi, bisa ditempati, jadi nyaman, anakku nyaman, saya juga nyaman. Besok ke depannya saya bisa punya rumah sendiri,” ucap Asih dengan mata berbinar, Kamis (21/8/2025).
Bagi Asih, bantuan ini adalah harapan besar di tengah hidupnya yang serba terbatas.
Sehari-hari ia hanya berjualan es teh di tepi Jalan Raya Sukowati, tak jauh dari rumahnya.
Rumah tersebut berjarak kurang lebih 35 kilometer atau 40 menit berkendara dari kota Solo.

Kadang ia bergantian dengan sang suami, kadang menambah pemasukan dengan berjualan makaroni telur (maklor) ke sekolah-sekolah.
Namun, penghasilan yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari.
“Kalau jual maklor itu harganya Rp 2.000, Rp 3.000, pendapatan tidak mesti, kadang dapat Rp 30.000 syukur, kadang Rp 50.000 ya syukur,” kata Asih.
“Kalau es sehari 50 cup itu kadang tidak habis, kadang habis 20 cup, 1 cup Rp 3.000. Kalau habis 20 cup, ya dapat Rp 60.000,” tambah Asih.
Baca juga: Kisah Asih di Sragen, Gantungkan Hidup Berjualan Es Teh Hingga Rela Tinggal di Rumah Tanpa Atap
Dengan kondisi itu, membangun rumah hanyalah angan. Pintu pun tak punya, hanya selembar kain yang menutup celah.
“Tidak ada pintu, karena tidak punya kayu, mau gimana lagi, jadinya ditutup gitu aja pakai kain,” ujar Asih lirih.
Ia pernah menabung sedikit demi sedikit. Kadang Rp 5.000 ia sisihkan, tapi sering pula habis untuk kebutuhan anak dan sekolah.
“Kalau mau beli triplek juga mahal, kalau beli triplek makan anakku gimana. Kan kesehatan anak juga utama,” tambah Asih.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.