Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Karanganyar

Mengenal Sanggar Sarotama di Jaten Karanganyar, Sekolah Dalang yang Sudah Berdiri Sejak 1993

Tujuan mendidik murid tidak hanya soal keterampilan. Ia ingin mereka tetap berpegang pada etika dan tata krama.

|
Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh
TribunSolo.com
Gerbang Sanggar Sarotama Karanganyar 

TRIBUNSOLO.COM - Di Karanganyar ada sebuah sanggar untuk melatih anak muda menjadi dalang.

Ialah Sanggar Sarotama yang berdiri sejak 10 November 1993.

Dari tempat sederhana di Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, sanggar ini hadir dengan misi melahirkan dalang-dalang muda yang kelak menjaga keberlangsungan dunia perwayangan.

Pendiri sekaligus pengajarnya adalah Mudjiono, pria kelahiran 10 April 1954 yang hingga kini masih tampak bugar di usia senjanya. 

Dalam wawancara dengan TribunSoloWiki, menurut Mudjiono, proses belajar mendalang dimulai dari dasar.

Baca juga: Mengenal Sejarah Pasinaon Dalang Mangkunegaran, Sekolah Dalang di Solo yang Berdiri Sejak Tahun 1950

Para siswa harus menguasai tangga nada lewat alat musik tradisional sebelum akhirnya belajar memegang wayang.

“Untuk menjadi dalang, harus paham nada dulu. Setelah itu baru kita latih keterampilan memainkan wayang,” ujarnya.

Nama Sarotama dipilih bukan tanpa alasan. Kata itu diambil dari kisah pewayangan yang berarti busur panah Arjuna.

"Saya mengibaratkan mulut seorang dalang seperti busur Arjuna. Harus tajam, terarah, dan tidak salah ucap,” jelasnya.

Seiring perjalanan waktu, Sanggar Sarotama sudah memiliki sekitar 30 murid.

Beberapa di antaranya kini dikenal luas, termasuk dalang cilik Gibran dan sejumlah nama lain yang sudah berpengalaman di panggung.

Namun, bagi Mudjiono, tujuan mendidik murid tidak hanya soal keterampilan.

Baca juga: Mengenal Topeng Dalang, Seni Tari Para Dalang Tempo Dulu di Klaten

Ia ingin mereka tetap berpegang pada etika dan tata krama.

“Saya tidak mau murid di sini hanya pandai tampil, tapi lupa menjaga sikap hingga jadi sombong,” tegasnya.

Untuk biaya belajar, pada 2020 lalu sanggar mematok Rp150 ribu per periode dengan dua kali pertemuan setiap minggu.

Meski demikian, ia tidak segan membebaskan biaya bagi yang sungguh-sungguh ingin belajar.

“Asal ada tekad, saya gratiskan,” pungkasnya.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved