Petani Muda Sukoharjo Sulap Lahan Tandus jadi Hijau, Zilenial Jateng Jembatan Emas Ketahanan Pangan
Janu sendiri tak hanya bertani, tetapi juga beternak, sembari membangun komunitas yang kuat.
Penulis: Hanang Yuwono | Editor: Rifatun Nadhiroh
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Hanang Yuwono
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - "Kalau masih bisa bertani dan beternak di saat usia produktif, kenapa harus menunggu pensiun? Sebagian orang mulai menekuni tani dan ternak itu setelah pensiun dari sebuah pekerjaan. Padahal kita bisa mulai bertani dan beternak itu kapan saja, tidak harus butuh lahan luas untuk memulai. Banyak petani sukses dari rooftop, pekarangan sempit, bahkan hanya dengan media air atau hidroponik. Hasilnya berapa tergantung apa yang dibudidayakan," begitulah pesan Janu Hari Setiawan (36) di akun media sosial Instagramnya, Rabu (12/112025).
Lewat akun media sosial Instagram dan Facebook, petani muda satu ini kerap memberikan kiat-kiat khusus untuk bertani. Terlepas dari hal itu, Janu juga rutin memberikan motivasi kepada pengikut-pengikutnya di media sosial untuk berani bertani di rumah sendiri.
Di Desa Sanggang, Bulu, Sukoharjo, Jawa Tengah, tangan Janu Hari Setiawan tampak cekatan memoles satu per satu alpukat segar. Sebagian ia masukkan ke dus, sebagian lagi ia tata rapi untuk diambil gambarnya, bahan promosi untuk media sosialnya. Senyumnya mengembang, semacam rasa bangga yang lahir dari kerja keras bertahun-tahun.
Sudah beberapa tahun terakhir, Janu menekuni dunia pertanian di kebunnya sendiri. Lahan yang oleh sebagian orang dianggap tandus, baginya justru menjadi ruang eksperimen. Setelah berhasil membudidayakan 1.000 pohon cabai, ia lantas merawat 1.200 pohon alpukat yang bersiap menyambut musim panen.
Sebagai Ketua Petani Milenial Sukoharjo, Janu termasuk gelombang baru anak muda yang menggabungkan insting bertani tradisional dengan teknologi modern. Baginya, masa depan pertanian adalah smart farming. Ia melihat generasinya punya peluang besar untuk melompat, asalkan mau belajar.
Smart farming, mulai dari sensor, otomatisasi, hingga drone, memang bukan barang murah. Namun menurut Janu, harganya setimpal sebagai investasi jangka panjang.
Dalam hal ini, kata dia Pemerintah Kabupaten Sukoharjo ikut membuka jalan. Distankan menyediakan tiga smart greenhouse di Baki, Mojolaban, dan Nguter. Tiga drone juga disediakan untuk pemupukan dan pengendalian hama, yang dapat dipinjam petani secara gratis.
Di tengah geliat modernisasi itu, Janu melihat momentum besar bagi petani muda, terutama setelah pemerintah pusat menjadikan swasembada pangan sebagai prioritas. Ia berbicara tentang masa depan petani yang cerah, di tengah banyaknya keluh kesah.
“Saat ini seharusnya menjadi titik balik untuk para petani karena terbantu dengan program prioritasnya pemerintah. Swasembada pangan, tidak boleh impor, harga beras, harga jagung, sudah distandarisasi itu sudah luar biasa untuk para petani. Karena yang kita butuhkan saat ini adalah kepastian. Kalau beli pupuk kita itu harus jelas, harga sekilo berapa. Ketika jual (hasil pertanian) tidak tergantung tengkulak lagi,” kata Janu kepada TribunSolo.com beberapa waktu lalu.
Dia menegaskan, pertanian modern saat ini tak selalu soal sawah. Setiap wilayah punya karakter, punya peluang yang berbeda. Sukoharjo misalnya, menurutnya bukan wilayah dengan sumber daya alam spektakuler seperti tetangga-tetangganya.
“Jadi memang Sukoharjo itu jika bicara tentang potensi alam kita kalah dengan Karanganyar, Wonogiri, Gunungkidul. Kalau bicara sektor wisata, kita kalah sama Solo. Potensi yang dipunya di Sukoharjo ya hanya pertanian,” ucapnya.
Karena itulah pernah mengusulkan konsep wisata pertanian, bukan hanya beras, melainkan komoditas khas seperti alpukat dan durian. Gagasannya sempat direspons langsung oleh Bupati.
Meski begitu, kebutuhan dasar masih menghantuinya: pupuk. Di wilayah pegunungan seperti Sanggang, jenis tanaman banyak berupa palawija. Sayangnya, akses pupuk bersubsidi masih terfokus untuk padi.
“Saat ini, fokus pupuk subsidi masih menunjang untuk padi. Misalnya di sini (Sanggang), kondisinya gunung, tanaman di sini palawija. Adanya jagung, kacang panjang, dan singkong. Kalau kami mau mengakses pupuk subsidi tidak bisa,” ungkapnya.
Di tengah berbagai keterbatasan itu, para petani muda justru mulai bermunculan. Sukoharjo bahkan sudah memiliki Koperasi Petani Milenial, yang disebut sebagai pilot project nasional. Janu sendiri tak hanya bertani, tetapi juga beternak, sembari membangun komunitas yang kuat.
Ia percaya bahwa regenerasi adalah kunci. Sudah terlalu lama kelompok tani dikelola oleh generasi yang setia pada cara lama dan kesulitan mengikuti perkembangan teknologi.
“Saat ini kondisi Gapoktan di Sukoharjo maupun Indonesia, dikelola oleh orang-orang sepuh. Yang kalau kita bicara tentang modernisasi kebanyakan mereka belum memahami. Oleh karena itu saat ini penting untuk kaderisasi, bagaimana berorganisasi, berkolaborasi dan menjalin relasi,” ucapnya.
Melalui media sosial, ia membuat konten edukasi pertanian. Ia tahu, anak muda lebih mudah tersentuh lewat layar ponsel daripada papan pengumuman desa. Menurutnya, menjadi petani milenial bukan hanya soal menanam, tetapi juga tentang membangun jejaring dan mempromosikan hasil kerja.
Janu juga memiliki harapan besar: agar ketahanan pangan Indonesia diwujudkan lewat kemandirian di tingkat desa. Optimalisasi dana ketahanan pangan dari pemerintah desa, kabupaten, dan provinsi menurutnya, bisa menjadi pendorong utama.
Kini, Janu menghadirkan Argaloka Farm, sebuah kawasan wisata edukasi pertanian terpadu yang menggabungkan inovasi teknologi, rekreasi keluarga, dan pemberdayaan ekonomi lokal.
Berlokasi di atas tanah kas desa, Argaloka Farm menjadi contoh nyata bagaimana aset desa dapat dimanfaatkan secara produktif dan berkelanjutan. Kawasan ini dikembangkan oleh BUMDes Argaloka, yang dirancang bukan hanya sebagai area pertanian, tetapi sebagai pusat aktivitas edukatif dan ekonomi warga.
Program ini menurutnya adalah langkah strategis untuk membangun ekosistem pertanian modern di tingkat desa. Argaloka Farm saat ini menghadirkan omah jamur, pusat edukasi budi daya jamur tiram. Pengunjung dapat melihat langsung proses produksi, mulai inkubasi hingga panen, bahkan mencicipi olahannya.
Program ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi warga, baik melalui penjualan jamur segar maupun produk turunan. Tidak hanya itu, ada pula edukasi budi daya ayam petelur skala rumahan, yang dirancang agar masyarakat dengan lahan terbatas tetap dapat menciptakan sumber pendapatan tambahan.
Di sisi pemerintah, berbagai program sudah disiapkan. Pemkab Sukoharjo mengalokasikan Rp 16,6 miliar dari APBD 2025 untuk swasembada pangan mulai dari prasarana pertanian, irigasi, embung, alat pertanian, hingga kesehatan hewan dan pencegahan stunting melalui gemar makan ikan.
Bupati Sukoharjo, Etik Suryani, mengatakan: “Program Swasembada Pangan merupakan salah satu prioritas pemerintah dalam memastikan ketahanan pangan di tingkat nasional maupun daerah.”
Gubernur Jateng Dukung Anak Muda jadi Petani
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., turut aktif dalam keterlibatan generasi muda dalam sektor pertanian.
Ajakan ini pernah dia sampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Wilayah (Musrenbangwil) Eks Keresidenan Pekalongan di Pendopo Kabupaten Batang, Kamis (24/4/2025) lalu. Menurutnya, regenerasi petani menjadi kebutuhan mendesak agar Jawa Tengah mampu menjadi lumbung pangan nasional pada 2026.
Luthfi menyoroti kondisi petani Jawa Tengah yang sebagian besar telah berusia lanjut. Tanpa regenerasi, keberlanjutan produksi pangan akan terancam. Karena itu, ia berharap anak-anak muda mau terjun menjadi petani dengan pendekatan lebih inovatif dan berbasis teknologi.
“(Mengajak) anak-anak muda kita menjadi petani yang memiliki kreativitas,” kata Luthfi kepada wartawan.
Gubernur menegaskan bahwa sektor pertanian bukan lagi ruang kerja yang identik dengan cara-cara lama. Anak muda bisa menciptakan banyak hal baru, mulai dari budidaya bibit unggul, pertanian yang tidak bergantung pada pestisida, hingga pemanfaatan teknologi modern seperti smart farming, hidroponik, atau pertanian presisi.
“Anak-anak muda yang bisa menciptakan kreativitas, kemudian produk unggulan. Nanti programnya bisa dari kita,” tambahnya.
Di hadapan para bupati dan wali kota, Gubernur Luthfi menegaskan bahwa pembangunan Jawa Tengah harus memiliki satu nafas kebersamaan. Ia meminta kepala daerah tidak lagi mengajukan proyek yang monoton, terutama soal infrastruktur, yang telah menjadi fokus pada tahun 2025.
Mulai 2026, pembangunan diarahkan pada swasembada pangan, sebuah langkah strategis yang membutuhkan kesinambungan dari pusat hingga daerah.
“Dari infrastruktur meningkat menjadi swasembada pangan. Ini perlu keberlanjutan,” tegasnya.
Luthfi juga meminta pimpinan daerah lebih disiplin dalam menjaga agar jalur hijau atau kawasan pertanian tidak berubah fungsi. Produktivitas pangan disebutnya sangat bergantung pada kestabilan lahan.
“Yang sudah tercetak jalur hijau, jangan diubah. Harus tetap jalur hijau. Minta tolong diawasi, jangan ada perubahan atau pengurangan lahan hijau di Jawa Tengah,” katanya.
Ia bahkan mengaku sudah menitipkan pesan khusus kepada Menteri ATR/BPN agar turut mengawal perlindungan lahan hijau di wilayahnya.
Dorongan Gubernur kepada generasi muda untuk masuk ke sektor pertanian sejalan dengan salah satu program strategisnya: Kartu Zilenial, yang menyasar warga Jawa Tengah berusia 16–30 tahun.
Luthfi mengatakan bahwa generasi milenial dan Z merupakan kekuatan besar yang harus diberdayakan.
“Generasi milenial dan Z di Jateng ini jumlahnya hampir 56 persen. Mereka ini tulang punggung membangun Jateng. Maka itu, ada program Kartu Zilenial,” ungkapnya.
Program tersebut dirancang untuk memberikan akses pendidikan, pelatihan, dan pemberdayaan, termasuk di bidang pertanian dan ekonomi kreatif. Dengan dorongan dan fasilitas yang tepat, generasi muda diharapkan mampu menghasilkan inovasi, mengembangkan produk unggulan, dan menciptakan generasi petani baru yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Gagasan besar Gubernur Luthfi bukan hanya mempersiapkan Jateng sebagai lumbung pangan 2026, tetapi juga membangun fondasi jangka panjang: menjadikan pertanian sebagai sektor yang menarik, modern, dan berkelanjutan bagi anak muda.
Kartu Zilenial, Jembatan Emas Menuju Ketahanan Pangan
Untuk informasi, program Kartu Zilenial merupakan program kampanye Ahmad Luthfi-Gus Yasin saat Pilgub 2024 lalu. Program ini menyasar anak muda dengan KTP Jawa Tengah yang berusia maksimal 30 tahun sebagai syarat mendapatkan kartu.
Kartu Zilenial adalah kartu sakti yang menjadi akses bagi anak muda Jawa Tengah untuk mendapat berbagai macam pelatihan hingga modal usaha. Melalui kartu ini, anak muda bisa ikut pelatihan, kursus sertifikasi, dan tak kalah penting mendapatkan subsidi atau akses modal. Ini krusial untuk petani muda yang sedang merintis.
Pemprov Jawa Tengah sudah menggandeng BUMD dan bank-bank daerah untuk akses subsidi. Khusus untuk para petani muda, Pemprov Jateng sudah siapkan pelatihan manajemen agribisnis, kewirausahaan pertanian, pemanfaatan teknologi, pertanian modern, akses pasar, dan pengolahan hasil pertanian.
Proses pembuatannya pun cukup mudah, lewat aplikasi Jateng Ngopeni Nglakoni (JNN) yang bisa diunduh di Google PlayStore.
Adapun aplikasi Jateng Ngopeni Nglakoni (JNN), ini resmi diluncurkan Gubernur Jateng pada Selasa (19/8/2025). Hanya dalam genggaman, publik bisa mengakses layanan publik milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Terdapat layanan seperti aduan, call center LaporGub. Aplikasi JNN juga memuat berita, bursa kerja, Trans Jateng, layanan pajak, hingga jadwal event dengan user interface yang simpel dan operasional mudah.
Program ini sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, di mana melalui Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut keberadaan petani muda untuk mendorong modernisasi pertanian sekaligus mencapai swasembada pangan nasional. Menurutnya, kehadiran petani milenial yang memanfaatkan teknologi mampu menggerakkan ekonomi desa.
“Petani milenial adalah kunci. Jika mereka turun ke sawah dengan teknologi dan pendapatan menjanjikan, desa akan bergerak dan ekonomi tumbuh,” ujar Amran, Selasa (28/10/2025).
Petani muda saat ini perlu dibekali keterampilan teknis dan manajerial agar mampu menghasilkan komoditas berstandar ekspor serta mengembangkan model bisnis pertanian modern.
Langkah Pemprov Jateng memfasilitasi petani muda lewat aplikasi dalam genggaman ini diharapkan bisa menjadi jembatan emas dalam mewujudkan swasembada pangan atau ketahanan pangan di Jawa Tengah.
Lewat aplikasi JNN, petani milenial bisa merasakan langsung kehadiran Pemprov Jawa Tengah, sekaligus dicarikan penyelesaian masalah. Sesuai dengan komitmen Ahmad Luthfi-Tak Yasin yaitu Jateng Ngopeni (melayani) dan Ngelakoni (memberikan solusi atas masalah masyarakat). (*)
| HUT ke-80 PGRI, Bupati Etik Suryani Puji Perjuangan dan Pengabdian Para Guru di Sukoharjo |
|
|---|
| Update Pembangunan Gedung Perpustakaan Daerah Sukoharjo, Bupati Etik Bagikan Kabar Gembira |
|
|---|
| Pemprov Jateng Mantapkan APBD 2026 : Prioritas Swasembada Pangan dan Peningkatan Layanan Publik |
|
|---|
| Gubernur Ahmad Luthfi Puji Kecanggihan RS Kardiologi Emirates-Indonesia yang Diresmikan Presiden |
|
|---|
| Pemprov Jateng Hadirkan 8.563 Posbankum dan Raih Rekor MURI, Kini Warga Kian Mudah Dapat Akses Hukum |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/Janu-Hari-menunjukkan-alpukat-hasil-produksinya.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.