Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Aksi Solidaritas Ojol

Dugaan Kantor SPEK-HAM Didatangi Aparat Jelang Demo Mahasiswa, Polresta Solo Beri Bantahan

Sigit menyatakan pihaknya akan menelusuri informasi lebih lanjut terkait dugaan intimidasi terhadap mahasiswa magang di LSM tersebut.

|

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Andreas Chris Febrianto

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Polresta Solo membantah adanya tudingan intimidasi aparat terhadap Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) Solo.

Wakapolresta Solo AKBP Sigit membantah adanya intimidasi terhadap pihak manapun.

“Ora enek (tidak ada),” tegasnya saat dikonfirmasi pada Selasa (2/9/2025).

DIDATANGI POLISI - Kantor Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) di Kecamatan Laweyan Solo tiba-tiba didatangi pihak kepolisian sesaat sebelum aksi di depan Gedung DPRD Surakarta dilakukan, Senin (1/9/2025). Saat para mahasiswa magang masuk ke dalam ruangan, orang yang diduga polisi berpakaian preman ini ikut masuk dan ingin menarik mahasiswa tersebut.
DIDATANGI POLISI - Kantor Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) di Kecamatan Laweyan Solo tiba-tiba didatangi pihak kepolisian sesaat sebelum aksi di depan Gedung DPRD Surakarta dilakukan, Senin (1/9/2025). Saat para mahasiswa magang masuk ke dalam ruangan, orang yang diduga polisi berpakaian preman ini ikut masuk dan ingin menarik mahasiswa tersebut. (TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin)

Meski demikian, Sigit menyatakan pihaknya akan menelusuri informasi lebih lanjut terkait dugaan intimidasi terhadap mahasiswa magang di LSM tersebut.

“Belum ada, belum ada informasi, masih pendalaman,” kata Sigit.

Baca juga: SPEK-HAM Solo Tak Nyaman, Ruang Rapat Tiba-tiba Didatangi Aparat Berpakaian Preman : Kami Trauma

Sebelumnya, Kantor Yayasan Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM) di Kecamatan Laweyan, Solo, diduga didatangi sejumlah anggota kepolisian pada Senin (1/9/2025) siang. 

Kunjungan tersebut terjadi menjelang aksi demonstrasi yang digelar oleh aliansi mahasiswa dari BEM Solo Raya di depan kantor DPRD Solo.

Sebagai catatan, lokasi kantor SPEK-HAM hanya berjarak beberapa ratus meter dari titik aksi demonstrasi.

Tak hanya didatangi aparat, beberapa mahasiswa yang sedang menjalani magang di kantor tersebut mengaku mengalami intimidasi.

“Jadi awalnya anak-anak magang mahasiswa itu kan sedang pada di depan kantor. Rokok-rokokan gitu kan, nah terus karena di dalam kami tidak boleh merokok. Nah terus mereka didatangi. Tiba-tiba anak-anak itu didatangi oleh segerombolan polisi. Kemudian ya ditanya massa aksi bukan gitu,” jelas Direktur SPEK-HAM, Rahayu Purwaningsih.

“Kan mereka jawab bukan, kami mahasiswa gitu kan. Teman-teman masuk, kemudian polisi itu ikut masuk dan ingin menarik salah satu mahasiswa itu,” tuturnya.

Tak hanya aparat berpakaian preman, petugas kepolisian berseragam lengkap dengan alat pengendali massa juga terlihat di sekitar kantor.

Kehadiran mereka menimbulkan ketidaknyamanan bagi penghuni kantor dan warga sekitar.

“Apalagi pasukan dengan alat-alat lengkap itu kan. Kemudian seolah-olah kami lembaga teroris atau apa, yang ini juga enggak enak kalau dilihat sama tetangga-tetangga kantor gitu kan. Sementara kami lembaga kemanusiaan yang memberikan bantuan pada perempuan dan anak-anak korban kekerasan. Kami tidak melakukan pelanggaran hukum apa pun,” ujarnya.

Rahayu mengaku tidak mengetahui maksud kedatangan aparat tersebut.

Ia menyayangkan tindakan represif yang dilakukan, apalagi lembaganya tidak terlibat dalam aksi dan tidak melakukan pelanggaran hukum.

“Saya kurang tahu ya mau dibawa atau mau diinterogasi atau apa ya. Tapi memang posisinya polisinya itu pakaian preman masuk ke dalam ruangan rapat kami,” jelas Rahayu.

Ia menilai tindakan tersebut mencederai prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, serta menimbulkan trauma bagi staf dan mahasiswa magang yang berada di kantor saat kejadian.

“Saya rasa pada saat mereka datang ke kantor dengan cara kekerasan ini, dengan cara represif seperti ini, mencederai prinsip demokrasi dan HAM ya. Karena semua orang berhak mendapatkan suasana aman tanpa kekerasan. Dan jujur ini kemudian menimbulkan traumatis bagi kami yang ada di kantor. Kami baik-baik saja di kantor sedang rapat, tiba-tiba polisi masuk. Jadi kan itu kemudian menimbulkan kekagetan dan trauma bagi kami. Sementara kami juga lembaga kemanusiaan yang bekerja untuk menegakkan isu-isu HAM,” ungkapnya.

Rahayu berharap kepolisian dapat bekerja secara profesional dan tidak melakukan tindakan yang meresahkan masyarakat.

“Ya kami berharap kepolisian bekerja secara profesional. Memberikan rasa aman kepada masyarakat, kemudian sesuai dengan protokol. Enggak usah masuk kantor orang dan membuat kegaduhan. Ini kan saya rasa tidak menunjukkan polisi bekerja secara profesional ya,” terangnya.

Baca juga: Polisi Diduga Intimidasi Mahasiswa Magang di SPEK-HAM Solo, Nyaris Diambil Paksa, Ini Kronologinya

Seperti diketahui, mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi se-Soloraya menggelar aksi di depan Gedung DPRD Solo, Senin (1/9/2025). 

Mereka mengutuk keras represifitas aparat hingga mengakibatkan terenggutnya nyawa saat gelombang demonstrasi berlangsung di berbagai daerah.

Terutama atas kematian Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang dilindas kendaraan taktis Brimob, serta kematian mahasiswa Amikom Yogyakarta bernama Rheza Sendy Pratama. 

Mereka pun menggelar doa bersama atas meninggalnya kedua korban.

Sebelumnya, ribuan pengemudi ojek online (ojol) di Kota Solo menggelar aksi solidaritas atas meninggalnya rekan mereka, Affan Kurniawan, yang tewas setelah dilindas mobil rantis milik Brimob pada Kamis (28/8/2025) di Jakarta.

Aksi dimulai pukul 13.00 WIB, saat para driver ojol berkumpul di Plaza Stadion Manahan Solo.

Affan Kurniawan adalah seorang pengemudi ojek online (ojol) berusia 21 tahun yang meninggal dunia pada Kamis malam, 28 Agustus 2025, setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat.

Saat itu, Affan sedang mengantar pesanan makanan dan tidak terlibat dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di sekitar Gedung DPR RI.

Ketika kericuhan terjadi dan aparat mulai membubarkan massa, sebuah kendaraan barracuda melaju cepat di tengah kerumunan dan menabrak dua pengemudi ojol—Affan dan Moh Umar Amarudin.

Affan tewas di tempat, sementara Umar mengalami luka serius.

Aksi solidaritas meluas hingga menimbulkan kerusakan di beberapa lokasi di kota Solo, termasuk kawasan Gladak dan gedung DPRD Solo.

(*)

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved