Kisah Hidup Tokoh Legendaris
Kisah Heroik Mayor Achmadi Pukul Mundur Belanda, Namanya Diabadikan di Monumen di Solo Jawa Tengah
Lahir di Ngawi pada 5 Juni 1927, Achmadi sejak muda telah menunjukkan semangat kebangsaan yang tinggi.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Mayor Jenderal TNI (Purn.) Achmadi Hadisoemarto adalah tokoh penting dalam Serangan Umum Empat Hari di Surakarta pada 7–10 Agustus 1949 yang berhasil mengguncang pasukan Belanda.
- Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Penerangan di Kabinet Dwikora sebelum ditahan 10 tahun pada masa Orde Baru.
- Jasanya diabadikan melalui Monumen Mayor Achmadi di Surakarta yang kini menjadi situs edukasi sejarah dan simbol nasionalisme.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Nama Mayor Jenderal TNI (Purn.) Achmadi Hadisoemarto atau dikenal dengan Mayor Achmadi tercatat sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ia dikenal sebagai pemimpin Serangan Umum Empat Hari di Surakarta pada Agustus 1949, sebuah peristiwa heroik yang menegaskan keberanian rakyat dan tentara Indonesia melawan pendudukan Belanda setelah proklamasi kemerdekaan.
Baca juga: Kisah Slamet Riyadi Pahlawan Asal Solo Gugur di Ambon, Makamnya di Surakarta Hanya Gundukan Tanah
Kiprah Pejuang Muda dari Ngawi
Lahir di Ngawi pada 5 Juni 1927, Achmadi sejak muda telah menunjukkan semangat kebangsaan yang tinggi.
Di usia 14 tahun, ia meninggalkan kampung halamannya menuju Surakarta untuk menimba ilmu dan memperluas wawasan.
Saat Revolusi Nasional Indonesia berkobar, semangat juangnya tak tertahankan.
Di usia 18 tahun, ia memimpin Laskar Kere, sebuah kelompok milisi kecil yang turut bertempur di medan perang Solo dan sekitarnya.
Baca juga: Kisah Oen Boen Ing, Dokter Dermawan yang Namanya Diabadikan jadi Rumah Sakit di Solo dan Sukoharjo
Pada tahun 1948, Presiden Soekarno memberikan kepercayaan besar kepadanya dengan menganugerahkan pangkat Mayor dan menugaskannya sebagai Komandan Batalyon 2 Kesatuan Cadangan Umum (KRO) TNI.
Setelah reorganisasi militer, Achmadi dipercaya menjadi Komandan Detasemen II Brigade XVII TNI, sekaligus Komandan Komando Militer Kota (KMK) Solo dan Komandan Batalyon Mahasiswa Brigade V KRU.
Serangan Umum Empat Hari Surakarta
Puncak kiprahnya terjadi pada 7–10 Agustus 1949, ketika Mayor Achmadi memimpin Serangan Umum Empat Hari di Surakarta.
Aksi ini mengguncang pasukan Belanda dan berhasil merebut kembali sejumlah titik strategis di kota tersebut.
Serangan yang dipimpin Achmadi bersama tokoh militer muda Slamet Riyadi menjadi bukti bahwa semangat juang rakyat Indonesia tidak pernah padam, sekaligus memperkuat posisi diplomasi Indonesia di mata dunia.
Peristiwa tersebut juga menegaskan kesolidan antara tentara dan rakyat Solo dalam mempertahankan kemerdekaan.
Nama Mayor Achmadi kemudian melejit di kalangan masyarakat dan dikenal luas oleh pihak militer Belanda.
Dari Medan Tempur ke Kabinet Negara
Setelah masa perjuangan bersenjata, Achmadi meniti karier di dunia pemerintahan.
Ia dipercaya menjabat sebagai Menteri Penerangan dalam Kabinet Dwikora yang Diperkuat.
Namun, perjalanan hidupnya tidak selalu mulus. Di era Orde Baru, ia sempat ditahan selama 10 tahun karena alasan politik.
Mayor Jenderal Achmadi wafat pada 2 Januari 1984 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.
Meski telah tiada, perjuangannya terus dikenang sebagai simbol keberanian dan integritas seorang pejuang sejati.
Monumen Mayor Achmadi: Jejak Abadi Perjuangan
Untuk mengenang jasanya, Pemerintah Kota Surakarta membangun Monumen Mayor Achmadi yang diresmikan pada 7 Agustus 2010 oleh mantan Panglima TNI Jenderal Joko Santoso dan Wali Kota Solo kala itu, Ir. Joko Widodo.
Monumen ini berdiri di Jl. Abdul Rahman Saleh, Setabelan, Banjarsari, Surakarta, tak jauh dari pusat kota.
Patung perunggu Mayor Achmadi berdiri tegap dengan seragam militer lengkap, tangan kiri membawa buku, simbol ilmu dan kesadaran intelektual, sementara tangan kanan memegang pistol di pinggang, menggambarkan kesiapan membela tanah air.
Di bawahnya, terdapat relief-relief yang menggambarkan peristiwa Serangan Umum Empat Hari, menghadirkan suasana perjuangan yang heroik dan menggugah rasa nasionalisme.
Ruang Edukasi dan Inspirasi Sejarah
Kini, Monumen Mayor Achmadi bukan sekadar tugu peringatan, tetapi juga ruang edukasi sejarah bagi masyarakat.
Banyak sekolah yang menjadikannya destinasi studi lapangan untuk mengenalkan nilai perjuangan dan nasionalisme kepada generasi muda.
Setiap tahun, terutama menjelang Hari Kemerdekaan dan Hari Pahlawan, monumen ini menjadi pusat kegiatan peringatan, doa bersama, dan upacara penghormatan.
Komunitas pemuda serta relawan juga rutin melakukan kerja bakti sebagai wujud penghargaan terhadap jasa para pejuang.
Makna dan Relevansi Masa Kini
Monumen Mayor Achmadi menjadi simbol bahwa perjuangan kemerdekaan bukan hanya kisah masa lalu, melainkan sumber inspirasi untuk masa depan.
Keberadaannya di tengah kota yang modern mengingatkan masyarakat akan pentingnya nilai keberanian, kejujuran, gotong royong, dan cinta tanah air.
Dengan perawatan yang berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat, monumen ini berpotensi dikembangkan sebagai destinasi wisata edukatif yang memperkuat identitas sejarah Kota Surakarta.
(*)
| Kisah Mayjen Yudomo yang Diabadikan jadi Nama Jalan di Karanganyar, Gugur dalam Tragedi Timor Timur |
|
|---|
| Kisah Heroik Letkol Kusmanto yang Diabadikan jadi Nama Jalan di Solo, Gugur Ditembak Pemberontak |
|
|---|
| Legenda Ki Ageng Pandan Arang, Sosok Sakti Utusan Sunan Kalijaga yang Memberi Nama Boyolali |
|
|---|
| Kisah Hidup Raden Ngabehi Yosodipuro yang Diabadikan jadi Nama Jalan di Solo, Sang Pujangga Keraton |
|
|---|
| Sosok Dr R Soeharto, Dokter Pribadi Bung Karno yang Diabadikan Jadi Nama Sebuah Jalan di Klaten |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/kisah-heroik-Mayor-Achmadi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.