Museum Keris Brojobuwono
Di Balik Museum Keris Brojobuwono Karanganyar : Ada Kisah Basuki Teguh Yuwono Menjaga Pusaka Bangsa
Di saat banyak museum atau objek wisata budaya bergelut dengan harga tiket, Basuki memilih jalan berbeda.
Penulis: Mardon Widiyanto | Editor: Hanang Yuwono
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardo Widiyanto
TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR – Di sebuah sudut tenang Desa Wonosari, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, berdiri sebuah tempat yang tak hanya menyimpan sejarah, tapi juga mewariskan jiwa.
Di sinilah Padepokan dan Museum Keris Brojobuwono bersemayam, sebuah ruang budaya yang lahir dari kecintaan mendalam seorang anak desa terhadap pusaka leluhur: keris.
Lokasinya berada di RT 001 RW 003, Dusun Wonosari.
Baca juga: Cara Menuju Museum Keris Brojobuwono Karanganyar dari Solo, Ada Pilihan Transportasi Umum
Sepintas, bangunan ini mungkin tampak sederhana, namun di dalamnya, tersimpan ratusan keris dan senjata tradisional yang bukan sekadar benda tajam, melainkan simbol identitas, filosofi, bahkan peradaban.
Sosok di balik lahirnya tempat ini adalah Basuki Teguh Yuwono.
Seorang dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, yang kini mengemban amanah sebagai Staf Khusus Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Bidang Sejarah dan Pelindungan Warisan Budaya di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurut Dika Ekwan Widayat, staf di Museum Keris Brojobuwono, Basuki adalah warga asli desa tersebut.

"Pendiri Padepokan dan Museum Keris Brojobuwono ini merupakan warga asli Desa Wonosari, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar," kata Dika.
Baca juga: Padepokan dan Museum Keris Brojobuwono di Karanganyar: Simpan Lebih dari 700 Keris, Masuknya Gratis!
Cinta Keris yang Melampaui Gelar dan Jabatan
Basuki bukan sekadar akademisi atau pejabat.
Ia adalah seorang budayawan sejati.
Di balik kesibukannya sebagai dosen dan staf khusus menteri, ia menyimpan satu hasrat yang tak lekang oleh waktu: menjaga dan merawat warisan budaya.
"Basuki Teguh Yuwono merupakan seorang dosen ISI Solo dan kini menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Bidang Sejarah dan Pelindungan Warisan Budaya di era pemerintahan Prabowo-Gibran," tutur Dika.
Tak heran jika tahun 1993, Basuki memutuskan untuk membuka Padepokan Brojobuwono.
Baca juga: Sejarah Naskah Kuno Empu Keris dari Daun Lontar yang Dipamerkan di Festival Literasi Karanganyar
Ia memulainya dari sebuah keinginan sederhana, menghimpun, mempelajari, dan menjaga eksistensi keris. Dua dekade kemudian, tepatnya tahun 2012, lahirlah Museum Keris Brojobuwono secara resmi.
"Padepokan Brojobuwono ini didirikan oleh beliau tahun 1993, dan museum secara ini secara resmi didirikan pada tahun 2012," lanjut Dika.

Bukan Komersial, Tapi Edukasi dan Pelurusan Mitos
Di saat banyak museum atau objek wisata budaya bergelut dengan harga tiket, Basuki memilih jalan berbeda.
Padepokan dan museum ini dibuka gratis, tanpa pungutan sepeser pun.
"Tujuan pendirian museum adalah sebagai sarana edukasi tentang keris dan senjata tradisional, serta meluruskan mitos negatif seputar keris di masyarakat," jelas Dika.
Museum ini tidak sekadar menampilkan keris dalam vitrin kaca. Ia juga menjadi ruang pembelajaran, diskusi, dan bahkan perenungan.
Mitos-mitos yang selama ini melekat pada keris, mistis, seram, menakutkan, dihadirkan kembali dalam konteks sejarah, estetika, dan nilai filosofis.
"Tujuan Basuki Teguh Yuwono mendirikan padepokan dan museum keris Brojobuwono ini hanya semata untuk sarana edukasi budaya ke masyarakat," ujar Dika.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.