Berawal Iseng Daur Ulang, Kini Industri Sangkar Burung Berbahan Paralon di Solo Tembus Pasar Asia
Lebih lanjut, Eko mengatakan sangkar buatannya diminati banyak kalangan karena anti patah, anti rayap, dan tahan banting.
Penulis: Eka Fitriani | Editor: Hanang Yuwono
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Eka Fitriani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Industri Kreatif Sangkar Burung berbahan paralon yang berada di kampung Debegan, Mojosongo, Solo terbukti mampu menembus pasar ekspor.
Perajin sekaligus pembuat sangkar paralon, Eko Sri Muryanto, perintis bisnis ini sejak tahun 2012 menceritakan awal mula dirinya memulai industri kreatif terebut.
"Awalnya kerja saya sebenarnya dagang spare part mobil di Pasar Klithikan dan sering main ke penampungan rosok," kata Eko, kepada TribunSolo.com Kamis (11/1/2018) siang.
"Nah di penampungan tersebut banyak paralon yang dibuang disitu lalu saya ambil dan coba buat sangkar," ujarnya.
Baca: Profesi Ayahnya Sebagai Pemulung Diusik, Aulia DAcademy Bungkam Haters dengan Jawaban Menohok
Menurut Eko, sangkar paralon tersebut pertama kali dibeli oleh orang Kudus.
Lebih lanjut, Eko mengatakan sangkar buatannya diminati banyak kalangan karena anti patah, anti rayap, dan tahan banting.
"Orang Kudus itu datang mencoba sangkarnya ditendang dan memang tidak rusak," ujarnya.
Ayah dua orang anak ini mengaku belajar membuat sangkar sejak SMA.
Baca: Kerajinan Sangkar Burung Berbahan Peralon di Solo ini Mampu Tembus Pasar Ekspor
"Setiap ada waktu dulu SMA pasti bikin sangkar," kenangnya.
Namun, saat SMA sangkar yang dibuatnya merupakan sangkar dari bambu.
Kepiawaiannya membuat sangkar burung-pun terasah hingga ini.
Sebelum paralon, dirinya pernah mencoba membuat sangkar dari akrilik namun karena limbah tidak selalu tersedia dirinya berpaling ke bahan paralon.