KPAI Minta Pendampingan Secara Rutin bagi Siswa Penderita HIV/AIDS di Solo
Sebanyak 14 siswa pengidap HIV/AIDS di Solo yang sebelumnya diusir dari sekolah akan kembali bersekolah.
Penulis: Eka Fitriani | Editor: Hanang Yuwono
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Eka Fitriani
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Sebanyak 14 siswa pengidap HIV/AIDS di Solo yang sebelumnya diusir dari sekolah akan kembali bersekolah.
Namun, tidak menutup kemungkinan akan adanya pembullyan terhadap anak-anak tersebut.
Demi mencegah hal itu terjadi, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan, Retno Listyarti, meminta adanya pendampingan kepada siswa.
"Untuk pemulihan ada kasus ini nanti akan rutin ada pendampingan dari pekerja sosial jika ada anak yang dibully," katanya usai rapat dengan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, Rabu (27/2/2019) siang.
• 14 Siswa Penderita HIV/AIDS di Solo yang Diusir dari Sekolah Akan Kembali Masuk Sekolah
"Itu upaya untuk memulihkan tekanan psikologis," tambah Retno.
Ia pun mengimbau kepada pengurus Rumah Singgah Lentera untuk dapat memahami emosi anak-anak.
"Jadi kalau pengasuh melihat anak anak murung atau bersikap tidak seperti biasa bisa langsung tanggap, nanti akan akan psikolog yang mendampingi," ujar dia.
Retno mengatakan, pihaknya telah melihat anak-anak di Yayasan Lentera dan berpendapat bahwa mereka anak-anak yang ceria.
"Kalau saya lihat di sana anak-anak ini kelihatan senang, tapi bukan berarti mereka tidak punya tekanan, tidak punya masalah psikologis belum tentu," katanya.
• Anak Penyintas HIV/AIDS Sulit Diterima di Sekolah, Yayasan Lentera: Katanya Solo Kota Layak Anak?
"Karena untuk melihat itu harus ada assesment," katanya.
Meskipun kebanyakan penghuni Rumah Singgah Lentera bukan orang Solo, namun Retno mengatakan akan terus memperhatikan.
"Kita akan penuhi hak-hak anak tersebut," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, siswa tersebut ditolak orang tua siswa lainnya lantaran takut tertular.
Upaya sosialisasi tentang HIV/AIDS pernah dilakukan oleh dinas terkait di Kota Solo, namun orang tua siswa sekolah tetap meminta kepindahan siswa tersebut.
Penolakan terjadi setelah ada kebijakan regrouping sekolah-sekolah SD dengan alasan kekurangan murid.(*)