Penulis asal Solo Kamerad Kanjeng Menang dalam Lomba Puisi Esai ASEAN 2019 di Malaysia
Penulis sastra asal Solo, Jateng, Kamerad Kanjeng alias KRT Agus Istijanto Nagoro (57), menang dalam Lomba Puisi Esai ASEAN di Malaysia tahun 2019.
Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Junianto Setyadi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Asep Abdullah Rowi
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Penulis sastra asal Solo, Jateng, Kamerad Kanjeng alias KRT Agus Istijanto Nagoro (57), menang dalam Lomba Puisi Esai ASEAN di Malaysia tahun 2019.
Ia keluar sebagai Pemenang I Hadiah Penghargaan.
Sedangkan Pemenang I Hadiah Utama adalah Dhenok Kristianti (Indonesia).
Pemenang-pemenang lain, Hajah Rubiah Nordin dari Malaysia (Pemenang II Hadiah Utama), dan Handry TM dari Indonesia (Pemenang II Hadiah Utama).
• Sujiwo Tejo Sindir Para Pembuat Puisi Jelang Pilpres: Itu Prosa, Taraf yang Lebih Rendah dari Puisi
Lalu, Abdulah Wanahmad dari Thailand (Pemenang II Hadiah Penghargaan), Isbedy Setiawan dari Indonesia (Pemenang III Hadiah Penghargaan), dan Hussain Rahman dari Brunei Darusalam (Pemenang IV Hadiah Penghargaan).
Serta Fajar Mesaz dari Indonesia (Pemenang V Hadiah Penghargaan), D Kemalawati dari Indonesia (Pemenang VI Hadiah Penghargaan, dan Norhayati Tasif dari Malaysia (Pemenang VII Hadiah Penghargaan).
Lomba puisi esai ini diikuti oleh 162 penulis dari berbagai negara ASEAN.
Lomba bertema Potret Batin Hubungan Kemanusiaan Negara-negara ASEAN.
Informasi yang diperoleh TribunSolo.com, Sabtu (15/3/2019), para pemenang lomba ini diumumkan pada 10 Maret 2019 lalu.
Adapun Kamerad Kanjeng menang lomba ini berkat karya puisi esainya yang berjudul Loma Linda.
• Cerita Model Lomba Foto di Solo, Deg-degan saat Kenakan Pakaian Berlogo 01 & Gemas dengan Jokowi
"Karena menang lomba ini maka saya berhak ikut ke Festival Penulis Sabah di Malaysia pada 5-7 April 2019 mendatang," kata Kamerad Kanjeng kepada TribunSolo.com.
Mengena puisi esai, Kamerad Kanjeng menjelaskan, puisi esai merupakan satu genre (gagrak) baru dalam jagad sastra Indonesia yang sedang 'lesu darah' dalam 2 - 3 dekade (dasa warsa ) terakhir.
"Kemunculannya sempat menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat sastra Indonesia," ujarnya. '
Ia mengatakan, puisi esai merupakan puncak pertarungan pemikiran seni untuk seni versus seni untuk rakyat, yang berlanjut menjadi pertarungan Lekra versus Manikebu, berkembang menjadi pertarungan sastra kontekstual versus sastra konvensional atau sastra terlibat versus sastra bunga, perpanjangan pertarungan sastra kiri versus kanan.
• Tanggapi Puisi Neno Warisman, Fahri Hamzah: Doa Disalahkan, Pengumuman Perang Total Dibenarkan