Mantan Anggota NII Sebut Adanya Setoran Uang Sebanyak Rp 14 Miliar per Bulan ke 'Ibu Kota'
Mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan menceritakan kisahnya saat masih menjadi perekrut NII.
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Fachri Sakti Nugroho
Laporan wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Mantan anggota Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan menceritakan kisahnya saat masih menjadi perekrut NII.
Kepada TribunSolo.com Ken menceritakan awal mula saat dirinya masuk keanggota NII pada awal tahun 2000.
"Awal tahun 2000 saya ke Jakarta untuk ikut lomba silat, disitu saya ketemu teman saya yang sudah masuk NII, kita ngobrol dan akhirnya saya membatalkan lomba karate untuk ikut NII," kata Ken.
• Isi Seminar di Sukoharjo, Ketua NII Crisis Center: Hoak dan Radikalisme adalah Satu Paket
Setelah itu Ken menjabat sebagai perekrut anggota baru, dengan sasaran utama anak muda yang mudah di konspirasi.
"Kita serang sisi psikologinya, jadi metodenya berbeda-beda kepada setiap orang," ungkap Ken
Modus perekrutan yang dilakunya dengan menggunakan hukum Islam, yang ia korelasikan dengan realita bangsa Indonesia, sehingga seseorang berfikir jika Indonesia bukan negara yang ideal.
"Contohnya seperti ini, hukum Islam minuman keras itu halal atau tidak, kalau tidak mengapa di Indonesia masih menjual minuman keras, itu contoh sederhananya untuk membuat negara kta seplah-olah tidak ideal," terangnya.
Dengan pola pikir kaum milenial yang masih labil, dengan logika-logika seperti demikian, anak muda menjadi sasaran empuk untuk dicuci otaknya, ungkap Ken.
Perekrutan dilakukan tidak hanya di lingkungan masjid. Perekrutan juga dilakukan ditempat umum, seperti tempat makan, cafe, mall, dan sebagainya.
Ken menjelaskan, ciri-ciri orang yang sudah masuk anggota NII akan adanya perubahan perilaku seperti sering meminta uang kepada orang tuanya, menjual benda berharganya, membohongi orang tuanya supaya mendapat uang, pulang malam karena harus mengikuti bimbingan dari NII, dan susah dihubungi.
• Indonesia dan Australia Teken Kerjasama Penanggulangan Terorisme dan Ekstrimisme
"Kalau kalangan mahasiswa paling sering bilang ke orang tuanya leptopnya ilang, menabrakan mobil atau motor temannya, lalu utangnya banyak kareng sering pinjam uang," kata Ken.
Ken menjelaskan, untuk mengubah ideologi bangsa ini membutuhkan banyak uang, yang mana setiap tingkatan akan mensetorkan sejumlah uang ke 'Ibu Kota'.
Ibu kota yang dimaksud bukanlah ibu kota Republik Indonesia di Jakarta, melankan Ibu Kota NII di Indramayu, Jawa Barat.
"Kalau saya dulu, setiap bulan harus setor sebesar Rp 14 Millyar ke Ibu Kota, jadi untuk bisa target uang segitu kami menghalalkan harta orang kafir," terang Ken.